Sebut saja namaku Budi. Di era 90-an, aku dikenal sebagai perampok yang disegani. Aku pernah merampok bank, lalu dipenjara. Tapi kini aku sudah tobat. Kembalinya ke jalan benar itu aku akui penuh perjuangan. Aku berubah setelah mengingat kelima anakku yang semuanya perempuan.
BUKAN hanya julukan mantan perampok maupun mantan narapidana. Aku juga dikenal sebagai pembuat makar karena dulu pernah direkrut menjadi anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Karena kasus perampokan aku memang harus menjalani hukuman selama empat tahun. Awalnya aku di penjara di Salemba, tapi karena aku berulah makanya dipindah ke Nusa Kambangan.
Arah hidupku menjadi berubah drastis ketika satu sel dengan seorang kiai pada 2001 silam. Kiai itu memberikan bimbingan secara intens kepadaku. Saat di sel itu lah aku diberikan siraman rohani.
Di sisi lain aku juga teringat anak-anak perempuan aku, bagaimana masa depan mereka. Dulu aku mulai terjun di dunia kriminalitas sejak 1989 hingga 2003. Awalnya aku melakukan tindakan kriminalitas karena faktor ekonomi yang menghimpit. Aku pun gelap mata. Aku nekat melakukan pencurian sepeda motor, merampok nasabah bank hingga merampok bank.
Beberapa kali tidak tercium polisi, namun saat akan melakukan curanmor pada 1993, gerak aku tercium. Akhirnya aku menjadi buron. Aku lari ke Jakarta. Kisah kelam aku tak hanya itu. Semasa pelarian di Jakarta, aku juga melakukan tindakan kriminalitas dengan berbagai modus yang digunakan untuk merampas harta korbannya. Akhirnya aku tertangkap karena kasus pembunuhan terhadap salah satu penjaga lahan. Aku dihukum lima tahun di Nusakambangan.
Selepas dari Nusakambangan, aku pulang ke Surabaya untuk hidup normal. Karena rayuan beberapa orang dan kehidupan ekonomi yang serba kekurangan, aku nekat merencanakan perampokan bank pada 1998. Hasil rampok dapat uang ratusan juta. Waktu itu aman karena aku dapat menghilangkan jejak.
Aku juga pernah bekerja sama dengan salah satu oknum polisi sebagai penjaga keamanan bank untuk merampok bank. Sebelum beraksi aku menggambar lokasinya terlebih dulu selama sebulan. Setelah rencananya matang bersama tiga teman aku pun beraksi.Waktu jam karyawan pulang kami beraksi, saat itu salah satu orang saya tugasi berpura-pura ambil uang di ATM. Namun sebelumnya dia bawa tulisan ATM rusak. Setelah ditempeli aku mendatangi satpam dan bilang ATM saya tertelan. Setelah Satpam keluar langsung todong dengan pistol dengan logat Jakarta. Aku bilang ini perampokan, diam kamu. Kalau tidak, mau ditembak mati? Ancamku saat itu.
Saat kejadian tersebut kami berhasil menggasak uang bank senilai Rp125 juta. Padahal targetnya Rp1 miliar. Setelah berhasil menggasak dan uang dibagi, aku kabur ke Jakarta. Saat itulah diriku direkrut menjadi anggota GAM. Aku tertangkap karena dijebak teman sendiri, waktu pulang diajak dugem ke diskotik. Saya diciduk anggota Resmob Polwiltabes Surabaya dan ditembak tiga kali, dua di kaki kanan dan satu di kaki kiri.
Meski demikian, aku tetap bersyukur kepada Tuhan. Hukuman penjara justru mengantarkan aku bertemu seorang kiai dan bertobat. Aku tak mau terjerumus untuk kedua kalinya. Makanya aku berbakti dengan menjadi pekerja sosial. Aku Saya bersyukur karena tidak ditembak mati. Dulu yang ada diingatanku hanya ibu dan selalu mambaca lafal Allah.
(els/py)
Seperti yang diceritakan Budi pada http://surabayapagi.com