METROPOLITAN – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) soal Komunikasi, Informasi dan Persandian (KIP) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukabumi Tahun 2018 menuai protes dari kalangan jurnalis. Raperda itu dianggap mengekang kebebasan pers.
Raperda yang masih dibahas di DPRD itu mendapat penolakan dari sejumlah organisasi wartawan, yaitu PWI dan Sukabumi Journalist Forum (SJF).
Raperda tersebut terdiri dari 35 pasal, di mana pada Pasal 15 diatur ketentuan wartawan yang meliput di Pemkab Sukabumi harus memiliki rekomendasi dari Diskominfo. Bagi wartawan yang tidak memilikinya akan dikenai sanksi administrasi dan paling berat dilaporkan ke Dewan Pers.
”Ada dalam Pasal 15 Ayat 2 secara tegas bahwa pemerintah daerah berupaya membatasi tugas jurnalis. Setiap mau liputan sesuatu di lingkungan, mereka harus ada rekomendasi. Artinya ketika kita menjalankan tugas jurnalistik harus memproses izin dulu baru boleh liputan,” kata Ketua SJF Toni Kamajaya, Selasa (9/7).
Menurutnya, aturan itu bertentangan dengan UU No 40 tentang Pers yang saat ini telah ada. ”Kami minta hentikan pembahasan Raperda KIP. Kita mengedepankan kepentingan dan kelangsungan profesi jurnalis di Sukabumi. Hentikan atau kami akan menempuh jalur hukum,” pintanya.
Pendapat sama dikatakan Ketua PWI Kota Sukabumi Abu Hanifah yang juga menyoal Pasal 15 dalam Raperda tersebut. Dalam pasal itu, jurnalis akan dikenakan denda administratif ketika saat meliput tidak mengantongi rekomendasi perangkat daerah.
”Jelas kami mempertanyakan, raperda ini mengacu pada payung hukum yang mana? Sebab, tidak ada payung hukum lain di bawah UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sekarang begini, ketika rancangan ini disahkan menjadi perda, sementara acuan jurnalis kepada UU No 40 dan merasa dihalangi, bisa saja mereka yang dilaporkan karena dianggap menghalangi tugas jurnalistik,” kata Hanif.
Dihubungi terpisah, Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian (Diskominfo) Kabupaten Sukabumi, Herdy Somantri, mengaku raperda itu dirancang jauh sebelum dirinya menduduki jabatan saat ini.
Herdy mengaku tidak sependapat juga dengan poin yang mengatur kerja jurnalis tersebut. ”Perda sudah dibahas lama sebelum saya masuk. Ketika saya tahu, saya langsung ngotot minta diubah. Padahal cukup dengan jurnalis yang medianya memiliki badan hukum di Indonesia saja, tidak perlu melebar mengatur tugas jurnalistik,” singkatnya. (de/feb/run)