Dan waktu ijab kabul , Ani tidak ada senyumnya layaknya calon pengantin pada umumnya, Ani dengan mata bengkak akibat menangis semalaman terpaksa melewati prosesi pernikahannya.
Sudah beribu kali menjelaskan pada suaminya, semasa mereka masih berteman ( bukan pacaran ) , sudah beribu alasan dikatakan kepada suaminya dan sudah berjuta kalimat pedas yang tidak mengenakkan hati sengaja diberikan kepada Anto. Tapi tetap saja, itu tidak mengurungkan niat Anto.
Dengan berbagai cara, dengan segala upaya sudah dilakukan hanya untuk menghindari Anto. Tidak juga berhasil dan tidak mematahkan semangat dan rasa cinta sepihak yang luar biasa besarnya dari Anto ke Ani. Bahkan Ani rela berhenti bekerja dan pulang ke kampung.
Sekarang, sudah 6 bulan lebih, mereka melewati kehidupan berumah tangga. Selama itu jugalah, menurut Ani, kehidupannya kosong dan tidak ada arti. Terjebak dalam kehidupan yang tidak diinginkannya. Tidak pernah ada percakapan yang berarti antara suami istri baru itu, tidak pernah ngobrol, tidak pernah makan bareng, yang ada hanya dingin, datar dan tidak ada keindahan seperti keluarga baru lainnya. Dan , untuk urusan malam pertama atau malam – malam lainnya, tidak ada. Iya.. tidak ada hubungan intim suami istri yang terjadi. Sampai sekarang ini.
Anto, sang suami, rela berkorban segalanya, sanggup menghadapi dan hidup bersama dengan wanita yang tidak mencintainya. Dia rela menunggu segalanya, menunggu kesiapan dari sang istri, menunggu cintanya, menunggu, dan sabar menunggu. Dia bahkan pernah berujar, akan membuat sang istri jatuh cinta kepadanya, dan yakin hari itu akan tiba.
Dengan tekadnya yang bulat, dengan rasa cintanya yang tinggi dan nekat, Anto membawa orangtuanya datang secara tiba-tiba kerumah Ani untuk melamar. Dan keluarga Ani yang tidak tahu secara pasti kehidupan cinta sang anak, merestui itu semua. Baru belakangan ini, mereka tau kenyataan hidup yang dilewati Ani. Tidak ada cinta, tidak ada rasa. Itu karena hanya karena keluarga Ani mementingkan budaya kuno, mementingkan nama baik dan aib keluarga.(*)
*Cerita ini pernah dilansir di halaman kompasiana.