METROPOLITAN – Rencana pembangunan Apartemen Grand Park Pakuan City (GPPC) di Kelurahan Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, rupanya tak hanya meresahkan warga terdampak, puluhan pedagang yang berada tepat di depan lokasi proyek pun terancam digusur.
Salah seorang pemilik warung makan Berkah, Arif, menceritakan, lahan yang ditempatinya bersama pedagang lain sejak sekitar 30 tahun lalu itu merupakan lahan milik Jasamarga sebagai bentuk CSR dan menjadi binaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta tidak dikomersialkan. Selama itu, pihaknya merasa hubungan pedagang dengan Jasamarga cukup baik.
”Pada 10 tahun lalu pernah ada wacana mau disewakan. Kita sambut baik kalau mau disewakan, tapi nggak ada tindak lanjutnya. Kok sekarang tiba-tiba pengembang (apartemen) menyurati kita untuk mengosongkan lahan. Alasannya, mereka sudah sewa (ke Jasamarga, red). Aneh lah,” katanya kepada awak media, kemarin.
Walaupun ada surat pengosongan, tambah Arif, Jasamarga sebagai pemilik lahan atau Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor sebagai pemangku wilayah yang lebih berhak bukan dari pengembang. Belum lagi hingga kini pemilik lahan belum pernah datang menemui pedagang atau survei ke lokasi untuk menyampaikan wacana penyewaan lahan.
Alhasil, pihaknya bersama puluhan pedagang lain menyurati Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat per 25 Juli untuk permohonan meninjau kerja sama antara Jasamarga dan pengembang seperti apa.
”Kami mau cek kebenarannya. Kecewa lah, kalau memang mau disewa, kenapa nggak menawarkan ke kami dulu yang sudah puluhan tahun di situ? Ini kok pengembang sekarang yang mau relokasi kami karena katanya sudah kerja sama sewa lahan ini,” keluhnya.
Tak hanya itu, ia juga menyayangkan pengembang yang dinilai semena-mena karena sudah menyurati pedagang untuk segera dikosongkan lahan, padahal bukan pemilik lahan. Tindakan itu dinilai tidak beretika.
”Suratnya aneh, tenggat waktunya saja pada 30 Juli 2018, padahal tanggal terbit surat pada 23 Juli 2019. Kelihatan nggak profesional saja,” ujarnya.
Polemik makin tak karuan lantaran apartemen besutan PT Gapura Pakuan Properti itu bermasalah dengan warga terdampak yang kini menuntut Izin Mendirikan Bangunan (IMB) apartemen delapan lantai itu dicabut. Spanduk penolakan terhadap pembangunan apartemen bertebaran di banyak titik. Beberapa terpampang di depan rumah milik warga terdampak di sekitar proyek.
Penolakan tersebut didasari dugaan maladministrasi yang dilakukan pengembang lantaran IMB bisa terbit, padahal warga terdampak langsung merasa tidak dilibatkan dalam proses perizinan. Keluarnya izin itu juga sebagai bentuk ingkar janji dari wali kota.
Meski begitu, belum ada tanda-tanda warga akan menemui F1 untuk menagih janjinya. Pemkot Bogor seakan lepas tangan dan menyerahkan sosialisasi kepada pengembang untuk membuat kesepahaman dengan warga yang menolak.
”Intinya, pemkot melalui sekda sudah melakukan koordinasi dengan warga dan sudah ada titik temu yang positif,” kata Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim.
Mantan petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menambahkan, jika masih ada warga yang belum terakomodasi tentu harus dikoordinasikan dengan tokoh-tokoh di salah satu kelurahan di Kecamatan Bogor Tengah itu bersama pengembang apartemen. ”Pemkot kan sudah melakukan proses bertahap sampai pada pengeluaran izin. Itu harus diikuti. Lagi pula keberadaan apartemen kan sebetulnya bisa ditata,” tuntas Dedie. (ryn/c/yok/py)