Sebagian partai eks koalisi pengusung Prabowo-Sandiaga di pilpres 2019 lalu diisukan bakal bergabung ke koalisi pemerintah. Namun, keinginan itu ditolak partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Kerja (KIK).
KETUA Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mengaku keberatan. Sebab, koalisi yang sekarang sudah gemuk. Saat ini kekuatan Jokowi-Ma’ruf di parlemen mencapai 61 persen. Jika ada partai yang bergabung lagi maka ia khawatir pemerintahan tidak akan berjalan seimbang. ”Nanti kan nggak ada check and balances. Tetapi kalau memang itu jadi urgensi agar rekonsiliasi agar kebersamaan, ya yang penting jangan kurangi jatah PKB,” ujarnya.
Saat ditanya partai mana yang lebih baik bergabung dengan koalisi pemerintah, Cak Imin enggan menjawab. Ia juga mengaku sampai saat ini belum ada pembicaraan mengenai kemungkinan gabungnya partai partai eks pendukung Prabowo-Sandiaga dengan rekan-rekan di KIK. ”Sampai sekarang belum ada komunikasi antara partai membahas tentang penggabungan koalisi baru, antar partai baru ya rasan-rasan saja,” ucapnya.
Terpisah, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PAN Eddy Soeparno menegaskan bahwa sampai saat ini partainya belum memutuskan ke mana akan mengambil posisi setelah ini. Rencananya keputusan tersebut akan ditentukan dalam rapat kerja nasional (rakernas) yang rencananya digelar akhir Juli mendatang. ”Kita sajikan opsi-opsi yang ada. Apakah opsinya itu kita berada di pihak oposisi, apakah kita berada di tengah sebagai penyeimbang. Ataukah kita ada kesempatan bagi kita untuk bergabung. Apapun opsinya, kita serahkan ke rakernas untuk memutuskan,” katanya.
Eddy menyadari selama ini PAN tidak mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin di pilpres 2019. “Jadi ini dengan catatan kalau diajak ya. Kami bukan pihak yang mendukung pasangan yang memenangkan pilpres ini,” ujarnya.
Sementara itu, Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjiatan juga menyampaikan hal senada. Sampai saat ini partai berlambang mercy tersebut juga belum memutuskan apa pun terkait arah koalisi lantaran masih dalam suasana duka. ”Partai Demokrat masih berduka sampai nanti 40 hari tanggal 10 Juli. Setelah 10 Juli, kami akan sampaikan ke teman-teman bagaiamana sikap Demokrat. Sekarang masih internal dulu,” jelasnya.
Ia mengatakan, persoalan arah politik itu nantinya akan dibahas melalui tingkatan majelis mahkamah partai bersama Ketua Umum Partai Demokrat SBY. Setelah melalui rapat itu, baru akan diputuskan arah partai berlambang mercy tersebut. “Nanti majelis tinggi partai yang akan menyampaikan keputusannya,” terangnya.
Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Tony Rosyid, menilai saat ini ada ganjalan besar bagi PAN untuk bergabung ke koalisi Jokowi-Ma’ruf Amin. Pasalnya, selama ini Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais tidak ingin partainya gabung ke koalisi pemerintah. Atas dasar itu, ia melihat perlu upaya dari para elite PAN untuk merayu Amien Rais. “Karena Amien Rais masih punya pengaruh, jadi tinggal bagaimana Pak Amien Rais yang sedikit mengganggu,” kata Tony.
Tony menduga Partai Demokrat juga mempertimbangkan untuk bergabung dengan koalisi Jokowi-Ma’ruf Amin. Sinyalemen bergabungnya partai Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu terlihat dari sejumlah pertemuan dengan Jokowi. “Saya lihat kalau berdasarkan kajian dan analisis saya, Demokrat jelas 100 persen ke sana (pemerintah, red),” ujarnya.
Namun, untuk Partai Gerindra kemungkinan kecil bisa bergabung dengan koalisi Jokowi-Ma’ruf Amin. Elite-elite Gerindra juga selama ini memberikan sinyal tidak berminat masuk koalisi Jokowi-Ma’ruf. “Jadi (Gerindra, red) ini lagi bingung juga. Intinya yang ada di Gerindra saat ini belum selesai secara internal (menentukan sikapnya, red),” pungkasnya.
Sampai saat ini hanya PKS yang telah terang-terangan untuk menjadi oposisi dalam pemerintahan lima tahun mendatang. (jp/els/run)