METROPOLITAN – Megah dan kokohnya gedung-gedung di DKI Jakarta mampu mengalihkan semua perhatian orang yang melihatnya. Namun, di balik menterengnya gedung-gedung itu tak sedikit masyarakatnya yang sengsara. Di antaranya kesulitan mendapatkan air bersih.
Seperti yang dialami Yanti, yang sudah tinggal selama 12 tahun di Muara Baru, Kampung Kembanglestari, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Ia mengaku dari awal tinggal di sana sudah membeli air bersih.
Sebab, air yang digunakannya sehari-hari berasal dari air tanah. Karena itu, ia hanya menggunakannya untuk mencuci pakaian. ”Beli air bersih untuk mandi, buat air bersih dan masak juga,” katanya.
Wanita yang sehari-hari berjualan minuman olahan dan gorengan itu juga mengaku harus mengeluarkan uang cukup besar untuk membeli air bersih. Sehari-hari ia dan keluarganya membeli air bersih sekitar Rp4.000 per pikul.
Satu pikulnya terdapat dua jeriken. Sedangkan ia dan keluarganya menggunakan air bersih tujuh pikul dalam satu minggu. Jika dihitung, berarti dalam satu minggu ia menghabiskan Rp28.000 atau Rp112.000 per bulan. ”Tujuh pikul itu harus dicukup-cukupi untuk satu minggu,” ujarnya.
Sementara penjual air bersih gerobakan, Tono, mengaku air bersih yang dijualnya berasal dari penampungan. ”Saya juga beli ke tukang ledeng (penampungan air, red), setelah itu saya jual lagi ke warga,” katanya.
Dari penampungan air, Tono membelinya seharga Rp15 ribu sekali isi untuk 16 jeriken atau delapan pikul. Ia kembali menjualnya ke warga seharga Rp4.000 per satu pikul. Para pelanggan, tutur Tono, merupakan warga perantau yang tinggal di kontrakan. Sebab, kebanyakan rumah kontrakan tidak memiliki pompa air sehingga harus membeli air bersih.
Namun, Tono mengaku memiliki jumlah pelanggan yang sedikit. Bahkan, dirinya pernah mengantarkan tiga pikul saja dalam satu hari atau mendapatkan penghasilan sebesar Rp12 ribu saja.
Di balik jerih payahnya selama ini, Yanti dan Tono berharap ada kehadiran pemerintah untuk mengatasi persoalan air bersih di wilayah tempat tinggalnya. Terlebih Yanti, mengaku sangat senang mendengar wacana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang ingin membuatkan depo air bersih selama musim kemarau seperti sekarang ini.
”Saya juga dengar kalau pemerintah mau kasih air bersih, cuma sampai sekarang belum ada. Nggak tahu kenapanya,” imbuh Yanti.
Ia pun mengaku belum mengetahui tata cara menjadi pelanggan PD PAM Jaya yang notabene menjadi kepanjangan tangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan air bersih.
Kota yang kerap dibilang segala sesuatu bisa menjadi keuntungan pun memang benar adanya. Salah satu contohnya adalah mengenai fasilitas toilet umum, sering terlihat di fasilitas itu terdapat seorang penjaga yang meminta uang dengan dalil modal untuk kebersihan fasilitas. Begitu juga dengan pemanfaatan air bersih yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, kini sebagian masyarakat DKI Jakarta masih ada yang kesulitan air bersih.
Bahkan untuk menikmati air bersih, warga harus membelinya. Sungguh ironis bukan? Di tengah perputaran ekonomi yang begitu pesat di ibu kota, namun sebagian warganya masih kesulitan air bersih.
Wilayah Muara Baru, Kampung Kembanglestari, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, merupakan wilayah padat penduduk. Bahkan terlihat jelas hampir seluruh rumah warga membeli air bersih. Pasalnya, terlihat jelas di depan rumah warga selalu ada tumpukan jeriken air.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tampaknya tidak tinggal diam melihat fenomena akses air bersih untuk sebagian warganya. Melalui Dinas Sumber Daya Air (SDA) dan PD PAM Jaya, Anies segera mengatasi permasalahan air bersih, khususnya untuk masyarakat tidak mampu.
Kepala Dinas (Kadis) SDA Provinsi Jakarta Juaini mengatakan, ada beberapa upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ke depannya dengan membuat depo air bersih di wilayah yang kesulitan air bersih, khususnya di musim kemarau.
”Itu nanti kita kerja sama dengan PD PAM untuk menyalurkan air bersih. Kemarin sudah dirapatkan dengan wali kota Jakarta Utara dan Jakarta Barat, di mana di daerah kekeringan itu yang akan disuplai,” kata Juaini.
Juaini menargetkan PD PAM Jaya harus bisa merealisasikan program jangka pendek ini di akhir Agustus 2019. Saat ini, pihaknya sudah meminta data wilayah kekeringan air kepada wali kota Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Nantinya, warga yang kesulitan air bersih bisa mendapatkannya secara gratis. Sebab, PD PAM Jaya akan menyuplai melalui tangki setiap harinya.
Sedangkan jangka menengah panjang yang akan dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah menerapkan teknologi penyulingan air di waduk. Namun, program tersebut baru bisa diimplementasikan pada tahun depan.
Juaini mengatakan, waduk yang sudah tertata baik akan menjadi sumber air baku untuk wilayah Jakarta yang kesulitan air bersih. ”Tahun depannya kita baru benar-benar memprogramkan untuk menggunakan waduk sebagai penyediaan air baku,” jelasnya.
Dinas SDA pun tidak memungkiri terjadi kebocoran pengawasan terhadap fenomena tukang penampungan air alias ledeng yang menjual air kepada masyarakat. Karena itu, beberapa upaya mengatasi persoalan tersebut akan masuk program prioritas di Dinas SDA. (dtk/mam/run)