METROPOLITAN – Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) mulanya didirikan untuk meningkatkan pelayanan sistem transportasi berbasis bus dengan ketepatan waktu, kenyamanan dan terjangkau. Namun setelah 12 tahun beroperasi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Bogor itu kini sedang di ujung tanduk dan terancam bubar.
Faktanya, sejak didirikan pada 3 Juni 2007, berbagai persoalan menghantui manajemen perusahaan. Mulai dari kerugian finansial, ketidakmampuan perusahaan mencapai target Pendapatan Asli Daerah (PAD) sampai problem tunggakan gaji pegawai yang sempat beberapa kali diutarakan lewat aksi demonstrasi di Balai Kota Bogor, beberapa tahun lalu.
Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor sebagai kuasa pemegang modal merasa perlu melakukan kajian khusus dan audit oleh konsultan pihak ketiga, untuk menentukan masa depan perusahaan yang kini dikomandoi Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PDJT, Endang Suherman.
Kajian itu masih digodok. Beberapa opsi pun muncul. Mulai dari tetap menjadi BUMD atau berubah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) atau malah dibubarkan lantaran tidak maksimal sesuai tujuan awal pembentukan.
Asisten Perekonomian Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat pada Sekretariat Daerah (Setda) Kota Bogor, Dody Ahdiat, mengatakan, pemkot masih menunggu rekomendasi hasil kajian dari pihak ketiga soal status PDJT ke depannya. Beberapa opsi muncul yakni tetap jadi BUMD, restrukturisasi jadi BLUD atau bubar. Hasil kajian yang diketahui dikerjakan konsultan Universitas Indonesia itu akan menjadi dasar ‘mau dibawa ke mana’ PDJT.
“Kita masih menunggu rekomendasi kajian PDJT ke depannya oleh pihak ketiga, ahlinya dari konsultan, apakah tetap dilanjut atau dibubarkan,” katanya kepada awak media di Mako Polresta Bogor Kota, kemarin.
Mantan kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bogor itu menambahkan, semua opsi masih terbuka. Jika nantinya rekomendasi menyatakan bisa dilanjut, tentu bakal ada tindak lanjut agar roda perusahaan berjalan sesuai harapan. “Kalau lanjut, ya kita harus apa nih? Lalu kalau sebaliknya juga kita harus bagaimana. Makanya kita lihat dulu kajiannya,” ucapnya.
Sehingga, sambung dia, jabatan dirut PDJT yang diemban Plt Endang Suherman bakal diperpanjang sembari menunggu hasil kajian.
Sebelumnya, ia sempat menyebut bahwa seleksi untuk jabatan petinggi PDJT bakal diproses pada Agustus, seiring sejalan dengan kajian yang belum rampung.
“Pansel (panitia seleksi, red) juga belum, kita putuskan perpanjang jabatan dirut-nya. Belum akan seleksi karena menunggu rekomendasi kajian status perusahaan. Setelah itu ada hasil, baru kita tentukan untuk jabatan itu seperti apa skemanya. Masih belum, (jabatan) Pak Endang kita perpanjang lagi,” terang pria yang juga ketua Persatuan Angkat Besi Binaraga Seluruh Indonesia (PABBSI) Kota Bogor itu.
Dody mengakui kinerja PDJT hingga kini masih letoy dan tidak sesuai harapan, meskipun operasional masih jalan seadanya. ”Tidak sesuai harapan kami sebagai kuasa pemegang modal bahwa transportasi di Kota Bogor harus di-backup PDJT lah. Tapi harapan itu belum sampai, baru bisa menghidupi internal saja. Masih digodok dan kajian pihak ketiga sekaligus audit,” ujarnya.
Isu terancam bubarnya PDJT itu pun mengundang reaksi berbagai pihak. Salah satunya Ketua DPC Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bogor, Moch Ischak. Ia berpendapat hingga kini roda operasional PDJT jauh dari target semula. Bahkan bisa dibilang mati suri lantaran minimnya kontribusi perusahaan terhadap PAD Kota Bogor.
Namun jika harus dibubarkan, tentu harus melihat ‘ke bawah’ dampak yang akan ditimbulkan. Seperti nasib gaji pegawai hingga urusan armada dan sarana-prasarana yang juga harus dirawat. “Selama ini juga kan belum maksimal, jauh dari kata memuaskan. Rugi terus, urusan pegawai juga nggak keurus. Kalau ada kajian untuk dibubarkan, ya sebaiknya dibubarkan saja,” tegasnya.
Sekadar diketahui, upaya ‘pembubaran’ PDJT itu pernah mencuat media pada 2017. Saat itu, operator bus rapid transit itu belum membayar gaji pegawai selama empat bulan. Usulan likuidasi atau pembubaran pernah disampaikan kepada Bima Arya agar segala persoalan terkait finansial perusahaan bisa teratasi. Dua tahun berselang, wacana itu kembali muncul. (ryn/c/yok/py)