METROPOLITAN – Pemerintah telah berupaya agar di tengah pandemi corona atau Covid-19, masyarakat tetap mendapatkan berbagai bantuan guna menekan dampak yang ditimbulkan wabah tersebut. Salah satunya Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Sayang, sampai saat ini sebagian masyarakat penerima bantuan tersebut merasa tak sepenuhnya mendapat hak mereka yang diamanahkan melalui pemerintah desa ini. Seperti yang dialami Alex, warga RW 06, Desa Cikeasudik, Kecamatan Gunungputri, Kabupaten Bogor, mengaku selain banyak warga lain juga mengeluhkan penyaluran BLT Desa Cikeasudik. “Seharusnya dapat Rp600 ribu malah menjadi Rp500 ribu per warga,” katanya.
Ia menyebut penyaluran BLT kali ini tidak lagi melalui rekening pribadi, melainkan petugas desa yang langsung memberikan dana bantuan tersebut ke tiap warga penerima manfaat. “Kebanyakan yang diberikan itu adalah para pendukung kades (kepala desa) saat pilkades (pemilihan kepala desa, red),” ujarnya.
Saat dikonfirmasi, Sekretaris Desa Cikeasudik Imam Artha Kusuma mengaku tidak terjadi pemotongan pada penyaluran dana BLT tersebut. “Tidak ada (pemotongan, red),” ungkapnya.
Ia menuturkan, tahap pertama pembagian dilakukan langsung di kantor Desa Cikeasudik. Tahap kedua, penyaluran diberikan langsung kepada warga dengan mendatangi rumah para penerima manfaat tersebut. Menyusul pengecekan stiker sebagai tanda telah menerima bantuan. “Arahan awal dari pusat melalui rekening, lalu ada arahan berikutnya bisa langsung atau cash,” tuturnya.
Ia mengaku hal tersebut dilakukan sesuai arahan pemerintah pusat, mengingat masa pandemi Covid-19 saat ini masih berlangsung. Jika dibagikan di kantor desa maka akan terjadi penumpukan warga. “Di kami ada 174 KPM (Keluarga Penerima Manfaat, red),” bebernya.
Selain di Gunungputri, penyaluran bantuan sosial (bansos) pun dikeluhkan warga Desa Tegal, Kecamatan Kemang. Informasi yang beredar, untuk mendapatkan bantuan dari presiden atau banpres, warga merogoh kantong untuk menebus paket tersebut sebesar Rp70 ribu sampai Rp75 ribu. Biaya itu dipinta oknum yang memanfaatkan bansos tersebut.
Sementara itu, Sekretaris Desa Tegal Ahmad Jaenudin membenarkan adanya penebusan bansos yang dimanfaatkan oknum. Namun ia membantah jika hal itu dilakukan pihak desa. “Bukan dari desa. Kami juga lagi cari aktor pertamanya. Banpres itu nggak turun ke desa. Banpres itu turunnya di kota atau kelurahan. Untuk desa penyalurannya lewat Kantor Pos dan itu gratis,” kata Ahmad.
Dengan adanya persoalan itu, ia mengaku pihaknya langsung ke lokasi lalu menegur dan menyetop kegiatan tersebut. “Info soal penebusan bansos kurang valid. Ada yang bilang Rp50 ribu, Rp70 ribu. Ada juga yang bilang sampai Rp90 ribu. Kemungkinan ini beberapa tangan. Untuk oknumnya belum ketahuan. Bahasanya tebus murah tapi pakai kantong bansos,” pungkasnya. (reg/rb/khr/c/els/run)