Telaga Biru. Satu dari sekian banyak kelompok tani (poktan) ikan yang ada di wilayah Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, sejak 2002 silam hingga kini. Poktan inilah yang menjadi pencetus awal dari lahirnya kawasan minapolitan di wilayah Bogor Utara, Bumi Tegar Beriman.
POKTAN Telaga Biru juga banyak mencetak petani ikan hias dan ikan konsumsi yang saat ini perekonomiannya semakin sejahtera dari tahun sebelumnya. Salah satunya seperti yang diungkapkan warga Kampung Setu, RT 02/01, Desa Parigimekar, Kecamatan Ciseeng, Hambali.
Menurutnya, sudah banyak petani ikan yang sejahtera dan itu bukti nyata. Hasil produksi perikanan tersebut banyak dijual di Pasar Ikan Hias Parung. Tak ayal, lokasi itu menjadi simpul pertemuan dari beberapa kota besar. “Parung itu berbatasan langsung dengan Jakarta, Depok dan Tangerang. Tak aneh apabila jadi primadona,” kata Hambali.
Tak hanya di Parung, di Pasar Ciseeng pun tersedia pasar ikan yang biasanya dibuka pada Selasa, Rabu dan Minggu. Sementara Pasar Parung buka pada Senin, Kamis dan Sabtu.
“Ikan yang dijual di Pasar Parung memang kebanyakan atau sekitar 70 persen berasal dari Ciseeng. Apabila dibuka tentang sejarah masa lalu dan melihat keadaan saat ini, itu sudah terbukti bahwa Parung sudah menguasai pasar. Tempat itu menjadi pertemuan penjual dan pembeli. Khususnya bagi mereka pencinta ikan,” bebernya.
Ia mengakui Pasar Parung lebih dikenal masyarakat. Hal itu terbukti banyak pembeli yang datang dari Jakarta dan luar pulau seperti Bandung dan Batam.
Hambali menjelaskan, dari sepuluh desa di Ciseeng, potensi ikan hiasnya berada di Desa Parigimekar dan Desa Ciseeng. Sedangkan untuk Desa Babakan dan Putatnutug lebih dominan memproduksi ikan konsumsi seperti lele.
Padahal pada 2002 lalu, lahirnya Poktan Telaga Biru di Kampung Setu, Desa Parigimekar. Berkat pembinaan Disnakan Kabupaten Bogor, Poktan Telaga Biru mendapat juara dua tingkat nasional.
“Dulunya Poktan Telaga Biru hanya dimotori delapan orang. Pertama kali dibudi daya waktu itu ikan kolidoras, silver dolar, black moli, silver koral dan cupang,” ungkapnya.
Sepuluh tahun kemudian, pada 2012, seiring banyaknya petani ikan, kawasan Ciseeng menjadi minapolitan. ”Mungkin dulu petani ikan hias hanya sebagai penghasil tambahan saja. Tapi sekarang jadi pokok. Bukan hanya sampingan. Dari biaya pendidikan, rumah, motor, mobil ya dari hasil panen ikan itu sendiri. Karena itu, tak aneh banyak poktan di Ciseeng dan tercipta nama minapolitan,” pungkasnya. (yos/c/els/run)