Panglima Komando Daerah Militer Jayakarta (Pangdam Jaya) Mayor Jenderal TNI Dudung Abdurrahman kini menjadi sorotan publik terkait pandangannya terhadap Front Pembela Islam (FPI). Namanya semakin menjadi perhatian usai peristiwa pencabutan baliho Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab, beberapa waktu lalu.
WARGANET kemudian mulai mencari tahu siapa sebenarnya sosok Dudung Abdurachman. Dilansir dari kanal Youtube, A3N Channel, rupanya bukan hal mudah bagi Dudung untuk mencapai kariernya seperti saat ini.
Pria kelahiran Bandung 16 November 1965 ini berasal dari keluarga sederhana. Bahkan, putra dari pasangan Nasuha dan Nasyati ini pernah berjualan kue di pinggir jalan hingga loper koran semasa kecilnya.
Dudung menghabiskan masa kecilnya di Kota Bandung. Jenderal bintang 2 ini menyelesaikan pendidikan SD hingga SMA di ibu kota Jawa Barat itu. Ketika kelas 2 SMP, Dudung yang ayahnya seorang PNS di lingkungan Bekangdam Siliwangi meninggal dunia.
Untuk membantu perekonomian keluarga, Dudung terpaksa menyambi kerja sebagai loper koran. Sebelum berangkat ke sekolah, Dudung pagi-pagi berangkat ke Cikapundung untuk mengantarkan koran ke tempat pelanggannya. Lahir dan besar di lingkungan Bekangdam, membuat Dudung bercita-cita menjadi TNI. Dudung pun bertekad mengangkat derajat keluarganya.
Kepedihan hidup di masa kecil dan kepatuhan serta cintanya kepada orang tua, menjadi pendorong semangat tertingginya hingga ia mewujudkan mimpinya. Selepas lulus SMA, Dudung kemudian mendaftar Akademi Militer jurusan Angkatan Darat. Dudung kemudian menyelesaikan pendidikan dengan pangkat letnan dua.
Sebelum menjabat sebagai Pangdam Jaya, Dudung sebelumnya menjabat sebagai gubernur Akademi Militer sejak 2018 hingga 2020.
Sementara soal penurunan baliho, Dudung mendapat banyak kritikan. Kritik diarahkan karena dianggap menurunkan baliho bukan kerjaan TNI. Dudung meyakini jika pengkritik kebijakannya tidak sebanyak yang mendukung.
Selain itu, dia beranggapan pengkritik tidak tahu peristiwa yang sesungguhnya terjadi, sehingga TNI harus turun tangan menertibkan baliho tak berizin. ”Nah, kritikan itu paling sedikit, yang dukungnya banyak. Yang mengkritik itu tidak tahu perjalanannya, ceritanya, bagaimana penurunan baliho,’’ kata Dudung. (kbb/jp/els/py)