METROPOLITAN – Pasca Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor mengungkapkan soal pemantauan terhadap penggunaan anggaran Dana Sisa Pakai (DSP) dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang digunakan untuk pembangunan RS Lapangan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pembangunan RS Lapangan, Ari Priyono, angkat suara.
Menurut Ari, DSP BNPB sebesar Rp20 miliar yang dialokasikan ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor untuk membangun RS Lapangan sudah sesuai aturan main. ”Kami mekanismenya menggunakan Peraturan LKPP Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa dalam penanggulangan penanganan darurat,” ujar Ari kepada Metropolitan, Rabu (20/1).
Ari mengungkapkan, dana DSP dari BNPB ini bukan hanya untuk pembangunan RS Lapangan, tapi juga tempat isolasi mandiri. Jika menelisik anggaran yang sudah digunakan, sisa anggaran untuk penunjukan tempat isolasi mandiri di hotel, maka tersisa Rp4 miliar. ”Kami mendapat dana dari BNPB. Dana siap pakai diperuntukkan pembangunan rumah sakit lapangan dan tempat isolasi mandiri di Kota Bogor,” jelasnya.
Terpisah, Wakil Ketua III DPRD Kota Bogor, Eka Wardhana, mengapresiasi langkah yang diambil Kejari Kota Bogor untuk mengawasi penggunaan anggaran pembangunan RS Lapangan di GOR Pajajaran. ”Saya mengapresiasi langkah kejaksaan. Sebab, setiap lembaga punya tupoksi masing-masing. Kita semua ikut mengawasi pelayanan yang dilakukan pemerintah. Saling mengingatkan dan memberikan masukan,” katanya.
Politisi Golkar ini mengungkapkan, dalam era digital dan keterbukaan informasi ini, memang ada baiknya jika masyarakat bisa mengakses informasi yang bersifat sensitif, seperti pembangunan RS Lapangan ini. Sehingga ia menganjurkan kepada pihak BPBD, RSUD Kota Bogor dan PPK RS Lapangan bisa terbuka agar tidak ada kesalahan dalam penggunaan anggaran ini.
”Dalam era keterbukaan seperti sekarang, ada baiknya keterbukaan dalam hal penggunaan anggaran. Mungkin mereka sedang menyiapkan informasi anggaran tersebut, tapi baiknya terbuka secara utuh,” ungkapnya.
Lebih lanjut Eka mengaku akan mencoba ikut mengawal penggunaan anggaran yang cukup fantastis sesuai tupoksinya sebagai DPRD. ”Ketika kami diberikan kewenangan amanah menjadi DPRD melekat dalam diri kami fungsi pengawasan. Kalau masyarakat memang membutuhkan informasi itu kami akan mendorong agar semuanya bisa transparan,” tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor, Cakra Yudha, mengatakan, jajaran intelijen kejaksaan, khususnya di daerah, harus aktif melakukan monitoring dan mengawasi refocusing kegiatan, realokasi anggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam percepatan penanganan Covid-19 yang bersumber dari APBN maupun ABPD. “Jadi, di sini fungsi kami untuk mengawasi itu, sesuai arahan Jaksa Agung Muda Intelijen,” katanya.
Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor, Priyatnasyam Syah, menyebutkan, pihaknya sudah menggunakan anggaran Dana Sisa Pakai (DSP) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sesuai aturan yang ada. “Untuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) itu sudah sesuai yaitu dari BPBD,” ujarnya.
Memang, sambung dia, untuk pembangunan dan pengadaan alat kesehatan serta penyediaan tenaga kesehatan, pihaknya menggandeng Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor. “Ini kan penyediaan tenaga medis, tenaga kesehatan dan rekrutmennya dari RSUD. Tapi bentuknya kerja sama atau bagaimana, saya tidak hafal,” paparnya.
Anggaran DSP yang digelontorkan BNPB ke Kota Bogor sebesar Rp20 miliar memang baru terserap Rp16 miliar untuk pembangunan RS Lapangan. Namun, Priyatna mengungkapkan bahwa ia mengajukan perpanjangan penggunaan anggaran sampai akhir tahun nanti. “Jadi, penggunaan anggaran sudah diperpanjang sampai akhir tahun dan laporan kita sampaikan setiap bulan,” terangnya.
Terpisah, Direktur Utama RSUD Kota Bogor, Ilham Chaidir, menuturkan, anggaran sebesar Rp20 miliar dari BNPB belum ada yang dicairkan. ”Jadi, masih mekanisme administrasi, belum ada yang dibayarkan,” ungkapnya.
Prosedur pembuatan RS Lapangan sendiri, sambung Ilham, merupakan salah satu langkah menanggulangi outbreak pandemi Covid-19 di Kota Bogor. Di mana Bed Occupancy Rate (BOR) harus bisa tetap berada di titik aman. Bahkan untuk pembangunannya sendiri, sambung Ilham, sudah mendapat izin dari wali kota Bogor melalui SK Satgas Covid-19. ”Jadi, kita dianjurkan menggunakan gedung pemerintahan dan tujuannya bagus. Kita mau efektif dan efisien, maka kita pilih tempat di Dispora,” ujar Ilham.
Keberadaan pihak RSUD dan Dinas Kesehatan dalam pembangunan RS Lapangan sendiri, tambah Ilham, hanya sebagai masinis lantaran diminta tolong BNPB untuk membantu. Untuk memaksimalkan pembangunan di RS Lapangan sendiri, sambung Ilham, pihaknya menggunakan teknologi di RSUD Kota Bogor agar anggaran yang digunakan tidak terlalu besar. ”Kalau dari swasta satu tempat tidur itu Rp50 juta, ya mana bisa. Makanya kita buat pakai teknologi RSUD dengan sewa lift dan sebagainya, habis lah Rp800 juta-an. Ini kan murah sekali, kemudian sisanya untuk alat kesehatan, obat-obatan, hazmat untuk tiga bulan dan diperuntukkan kepada 227 pegawai,” pungkasnya. (dil/c/ mam/py)