Kondisi Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Kota Bogor, khususnya di Jalan Kapten Muslihat atau lebih dikenal Jembatan Stasiun Bogor, makin memprihatinkan. Selain menjadi sarang gelandangan dan pengemis (gepeng), keberadaan spanduk tersebut juga membuat kesan kumuh.
BADAN JPO tersebut nyaris seluruhnya tertutupi spanduk partai politik yang menyebabkan terhalanginya pandangan pengguna jembatan dan kondisi dalam jembatan.
Kasi Teknik Prasarana dan Alat Penerangan Jalan (APJ) pada Dinas Perhubungan, R Ahmad Mulyadi, mengaku akan berkoordinasi dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) serta Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) untuk mengecek perizinan spanduk tersebut.
”Kita akan cek dulu izinnya. Kalau tidak ada akan kita copot,” katanya kepada Metropolitan, Selasa (12/1).
Menurut Mulyadi, pemasangan spanduk di JPO itu tidak diperbolehkan. Sebab jika mengacu Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 tahun 2015 tentang penyelenggaraan reklame, di ayat empat pasal 12, berbunyi pemasangan reklame harus memperhatikan estetika. ”Jadi memang diaturannya itu tidak boleh. Apalagi menghalangi pandangan pengguna JPO,” paparnya.
Spanduk yang terpajang di JPO, nyatanya tidak menjadi sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor yang masuk ke pendapatan reklame. Hanya saja bagi spanduk yang saat ini terpasang di JPO Stasiun Bogor didominasi spanduk partai politik, sehingga spanduk tersebut tidak bisa ditarik pajaknya.
”Kalau itu kan spanduk partai ya, nah itu izinnya di Kesbangpol dan tidak bisa kita tarik pajaknya,” terang Kabid Penagihan dan Penindakan pada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bogor, Anang Yusuf.
Anang sendiri mengakui kalau jumlah spanduk yang mengiklankan partai politik atau organisasi masyarakat yang non-komersil lebih banyak di Kota Bogor. Namun sayangnya, spanduk atau reklame tersebut tidak bisa dikenakan pajak. ”Karena mereka bukan bisnis ya tidak bisa dikenakan pajak. Kecuali dia spanduk bisnis, baru bisa dikenakan pajaknya,” jelas Anang.
Meski tidak menghasilkan pajak, berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Reklame, pemohon pemasang spanduk atau reklame sendiri harus mengantongi izin berupa Izin Pemasangan Reklame (IPR) yang dikeluarkan wali kota.
Anang menjelaskan, IPR memiliki jangka waktu satu bulan untuk yang tidak permanen dan satu tahun untuk yang permanen. ”Untuk kasus JPO ini, kita akan cek dulu apakah izinnya masih berlaku atau tidak. Kalau sudah tidak ada izinnya ya kita cabut,” jelas Anang.
Sekadar diketahui, pada 2020 PAD dari sektor reklame mencapai Rp8,8 miliar, melebihi target yang dipatok sebesar Rp6,3 miliar. Bolongnya pendapatan dari sektor reklame, di mana spanduk partai politik yang terpampang di Jembatan Penyeberangan Orang(JPO) tidak dikenakan pajak, mendapatkan sorotan dari pengamat Tata Kota dari Universitas Pakuan, Budi Arief.
Menurut Budi, seharusnya spanduk atau reklame yang memajangkan kampanye partai politik bisa dikenakan pendapatan. ”Ini kan bentuk bolongnya. Padahal sama-sama reklame, baik yang komersil maupun tidak,” kata Budi kepada Metropolitan.
Selain tidak dikenakan pajak, Budi juga menyayangkan Pemerintah Kota Bogor memperbolehkan pemasangan spanduk atau reklame di JPO. Padahal, dalam pemasangan spanduk atau reklame harus melihat sisi estetika. ”Harusnya tidak boleh itu, karena kita mengacu kepada estetika kota. Menurut saya harus ditertibkan lah, sudah tidak memberikan pendapatan, merusak estetika juga,” ungkapnya.(dil/c/mam/py)