METROPOLITAN – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor mulai memberlakukan skema baru dalam pemberian Kompensasi Dampak Negatif (KDN) kepada masyarakat di sekitar lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor, Asnan, mengatakan, saat ini pemberian KDN kepada masyarakat terdampak menggunakan sistem ritasi. Atau dihitung berdasarkan jumlah buangan sampah per unit mobil pengangkut.
”Kalau dulu saya sistemnya kurang paham. Tapi yang jelas saat ini kita gunakan sistem ritasi. Jadi, saat ada mobil kami membuang sampah kami langsung bayar Rp25 ribu,” katanya, Senin (22/2).
Selain Kabupaten Bogor, hal serupa juga berlaku untuk Kota Bogor. Jika Kabupaten Bogor dikenakan biaya Rp25 ribu untuk satu kali membuang sampah, maka Kota Bogor dikenakan Rp35 ribu untuk sekali buang.
Hal tersebut mengingat Kota Bogor memiliki lahan yang jauh lebih luas dari Kabupaten Bogor. ”Kota Bogor lahannya lebih luas, jadi biayanya lebih besar dari kita,” ujarnya.
Dalam satu hari, DLH Kabupaten Bogor biasa membuang sampah sebanyak 230 kali ke TPAS Galuga. Sementara Kota Bogor hanya 150 kali. ”Tinggal dihitung saja berapa jumlahnya. Nah, itu KDN dari kami untuk masyarakat terdampak,” bebernya.
Sementara itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor tengah mengurangi produksi sampahnya. Pada 2020 Kota Bogor berhasil mengurangi jumlah produksi sampah sekitar 16 persen.
“Secara keseluruhan angka pengurangan sampah Kota Bogor pada 2020 ada di 16 persen, dari produksi sampah keseluruhan itu 650 ton per hari. Memang target nasional pada 2020 itu di 20 persen. Tahun ini, kita berharap nggak di 16 persen lagi dan bisa meningkatkan angka pengurangan sampah itu. Sebab, target nasional angka pengurangan sampah itu 24 persen,” bebernya, Senin (22/2).
Untuk mencapai itu, pihaknya melakukan program pengurangan produksi sampah ke TPA Galuga dengan beberapa cara. Yakni lewat Program Bank Sampah yang sudah dilakukan di wilayah untuk mengendalikan sampah anorganik. Sedangkan untuk sampah organik, selama ini DLH bersama beberapa wilayah sudah melakukan pengolahan sampah organik dengan budidaya maggot dan pupuk. “Itu bagian dari pengolahan sampah untuk mereduksi sampah tingkat Kota Bogor yang dibawa ke Galuga,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Persampahan pada DLH Kota Bogor, Dimas Tiko Prahadisasongko, menuturkan, dari total produksi sampah 650 ton per hari di Kota Bogor, 60 persen di antaranya sampah organik. Sejauh ini pihaknya mengembangkan TPS3R untuk pengelolaan sampah organik dengan budidaya maggot.
Selain di kantor DLH, sudah ada beberapa RW di Kota Bogor yang mereplikasi program ini. Dari tujuh lokasi, rupanya bisa mereduksi sampah organik sebanyak dua ton per hari. Sehingga jumlah sampah yang dibawa ke Galuga semakin berkurang. Sedangkan untuk Bank Sampah terkait pengelolaan sampah nonorganik, ia mengaku pihaknya bisa mereduksi sampai satu ton per hari.
“Kami terus dorong inovasi untuk pengurangan sampah di Kota Bogor. Ini kali kedua penghargaan yang diterima Kota Bogor dan jumlah penurunan sampah semakin meningkat dari 14 persen pada 2019 menjadi 16 persen pada 2020,” pungkasnya. (ogi/a/ryn/mam/py)