DIBANGUN : Pembangunan salah satu vila yang diduga tidak ber-IMB di Desa Cibereum Kecamatan Cisarua yang menghilangkan fungsi resapan air atau melanggar Koopisien Dasar Bangunan (KDB). foto : Nirwansyah/Metropolitan
METROPOLITAN.ID – Saling tuding antara Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan Walikota Bogor Bima Arya terkait penyebab banjir di Ibu Kota, mendapat kritikan tajam penggiat lingkungan hidup maupun aktivis kawasan puncak karena dianggap hanya pencitraan di mata publik tanpa memberikan solusi agar bencana tahunan itu bisa diatasi.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jabar, Meiki W Paendong mengatakan, penyebab banjir DKI Jakarta adalah Tata Ruang di kawasan Puncak maupun DAS Ciliwung yang amburadul sehingga meningkatkan air larian yang terbuang ke sungai yang memicu luapan disaat musim hujan.
” Kabupaten Bogor dan Kota Bogor jelas berkontribusi selain DKI Jakarta itu sendiri atas bencana banjir yang terjadi. DAS Ciliwung itu melintasi tiga wilayah tadi, karena tata ruang nya tidak berwawasan lingkungan alias amburadul maka terjadilah banjir,” ujar Meiki kepada Metropolitan, pada Selasa (23/02/2021)
Ia menyebutkan, pembangunan yang saat ini terjadi lebih berpatokan terhadap ekonomi demi pendapatan daerah bukan berwawasan lingkungan. Harusnya, kata dia lagi, aspek lingkungan lebih diutamakan.
” Perhutani yang tupoksinya merupakan perlindungan bagaimana mereka mengelola hutan yang menjadi tanggung jawabnya, akan tetapi pemerintah melalui regulasi memperbolehkan Perhutani mengadakan kerjasama operasional pertambangan dan kerjasama pariwisata yang jelas mengalih fungsikan lahan di kawasan hutan,” tambahnya.
Meiki juga menyinggung PTPN VIII Gunung Mas yang melakukan kegiatan diluar sektor tupoksinya yakni sektor komoditas. Bahkan, kata dia lagi, lahan-lahan HGU diterlantarkan sehingga digarap oleh masyarakat hingga diperjualbelikan kepada pejabat atau pengusaha untuk dijadikan vila.
” Masyarakat mana tahu dimana batas lahan milik PTPN, karena terlantar akhirnya digarap untuk bertani. Kenapa PTPN menelantarkan lahan yang menjadi tanggung jawabnya untuk dijaga serta dikelola,” jelasnya.
Terpisah, Deklarator Paguyuban Puncak Ngahiji, Bram Mulyana mendesak aparat hukum menindak tegas para pelaku perusak kawasan puncak, baik pengelola HGU yang menelantarkan lahan dan mafia tanah yang memperjual belikan lahan negara hingga para pemilik vila yang membangunan tempat peristirahatan diatas lahan yang berfungsi sebagai resapan air.
” Hukum harus ditegakan tanpa pandang bulu. Jangan saling menyalahkan satu sama lain terkait banjir di Ibu Kota, tapi bagaimana cara menata kawasan hulu maupun sepanjang DAS Ciliwung,” ungkap Bram. (wan/b/suf)