METROPOLITAN – Rasio buku dengan penduduk di Indonesia menurut kajian yang dilakukan Perpustakaan Nasional adalah 1:90. Artinya, satu buku ditunggu 90 orang. UNESCO sendiri telah menetapkan standar ideal satu orang membaca tiga buku.
Disparitas tersebut bisa terus menganga jika persoalan yang dipikirkan sebatas budaya baca. Para pegiat literasi, termasuk penulis dan duta baca daerah, diminta berani berkarya lewat tulisan, sehingga ketimpangan rasio buku perlahan teratasi. Banyak pihak yang terlalu asyik dengan budaya membaca dan terus berkampanye di fase tersebut.
Sejatinya peradaban harus bergerak maju. Ketika sudah terbiasa dengan membaca, maka mulailah belajar menulis. “Teman-teman pegiat literasi, penulis lokal dan duta baca daerah sebenarnya adalah motor penggerak literasi menulis, mengingat tidak banyak penulis best seller di Indonesia. Jadi, perlu ada regenerasi,” pesan Duta Baca Indonesia, Gol A Gong, pada Webinar Duta Baca Indonesia “Gerakan Indonesia Menulis; Kreatif Di Era Pandemi” yang digelar secara daring, pekan lalu.
Gong juga menyoroti minimnya action yang dilakukan duta baca daerah yang sedikit sekali menghasilkan karya tulisnya, karena tak banyak yang punya keahlian menulis. Jadi, jangan anggap enteng dengan budaya menulis.
Hal senada diungkapkan penulis dan pendiri Benny Institute, Benny Arnas. Ketika para duta baca daerah berkampanye, selain harus memiliki pengetahuan dan motivasi dari banyak buku, paling tidak dibarengi dengan kemampuan menulis. “Gerakan menulis adalah gerakan lompatan,” tambah Beni.
Beni justru melihat kondisi pandemi Covid-19 adalah kondisi mewah yang diidamkan bagi penikmat buku dan pegiat tulisan. Pandemi adalah waktu yang tepat merebahkan diri. Aktivitas ini yang banyak diinginkan para pembaca/penulis.
Sementara itu, CEO Penerbit Buku Epigraf, Daniel Mahendra, menambahkan, persoalan menulis merupakan krusial. Daniel banyak menjumpai pembaca buku yang potensial menulis, namun tidak tahu cara memulainya. Tidak tahu cara menjalin komunikasi dengan penerbit.
Kondisi ketimpangan rasio buku dengan penduduk memantik perhatian dari Perpustakaan Nasional. Segenap terobosan atau inovasi berkolaborasi dengan Duta Baca Indonesia disiapkan Perpusnas agar literasi menulis masyakat dapat berkembang.
“Penguatan ekosistem literasi tidak cukup dengan modal membaca. Dengan menggandeng Duta Baca sebagai role model, Perpusnas berharap kolaborasi program penguatan budaya menulis yang dilakukan bersama duta baca dan pegiat literasi banyak menginspirasi masyarakat,” beber Kepala Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca Perpusnas, Adin Bondar. Persoalan rendahnya rasio buku dengan penduduk masuk ke dalam pembahasan dalam Rencana Pembangunan Pangka Pendek Menengah (RPJMN) 2020-2024. Dalam rencana aksinya, penguatan budaya literasi dapat dilakukan dengan melakukan pengembangan budaya baca, penguatan sistem perbukuan, dan konten literasi serta peningkatan akses perpustakaan berbasis inklusi sosial.
Perpusnas juga berjanji akan terus menjalin kerja sama dan berjuang agar persoalan literasi terselesaikan dengan baik. Semua pihak telah menyepakati bahwa budaya literasi yang baik akan mengantarkan Indonesia menjadi bangsa unggul pada 2045, tepat pada usia seabad kemerdekaan. (*/rur/feb/py)