METROPOLITAN – Warga RT 02/03, Kelurahan Pasirkuda, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, waswas. Bagaimana tidak, mereka kini dipaksa angkat kaki dari rumah yang sudah puluhan tahun ditinggali yang berada di sekitaran eks kantor Polsek Ciomas, Jalan Cibalagung itu.
Alasannya, warga tidak memiliki alas hak atas tanah dan rumah yang ditempati. Lahan tersebut kini disebut dikuasai Polresta Bogor Kota, setelah menerima Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 18 dari Kementerian Pertanian (Kementan), pemilik lahan sebelumnya. Hal tersebut diungkapkan Ketua RT 02/03, Kelurahan Pasirkuda, M Yusuf.
Ia menceritakan, awalnya lahan di kawasan tersebut, termasuk lahan eks kantor Polsek Ciomas, merupakan lahan milik Kementerian Pertanian (Kementan). Sampai akhirnya pada Maret 2018, Polresta Bogor Kota mengajukan permohonan pengalihan status penggunaan eks lahan Polsek Ciomas yang disetujui Kementan pada Mei 208.
“Keluarlah Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 18 Tahun 2020 bahwa tanah yang di Cibalagung dengan luas 8.686 meter persegi. Artinya nggak cuma eks lahan Polsek Ciomas, tapi juga warga di dua RT di sekitarannya,” katanya.
Sampai akhirnya turun surat peringatan pertama dan kedua bagi warga pada Oktober 2020 dan November 2020. Isi surat tersebut, warga diminta segera mengosongkan rumahnya yang dimaksud dalam SHP Nomor 18, karena bakal segera dibangun barak Dalmas Sat Sabhara Polresta Bogor Kota.
“Kita diminta meninggalkan rumah yang sudah puluhan tahun ditempati, karena dianggap nggak punya alas hak. Ya, kita sempat menemui pimpinan di Polresta, intinya meminta 55 KK di satu RT saya ini, kompensasi lah karena sudah menempati lahan itu puluhan tahun,” ujarnya.
Ia dan warga bukannya tak pernah mengupayakan untuk memiliki alas hak sertifikat atas rumah yang ditempati. Sejak 2000-an, warga pernah meminta sertifikasi namun tidak pernah di-acc.
“Ya, kalau ini tanah dan bangunan Polri, pasti kalau sudah nggak aktif polisi malu lah dan pada pindah. Tapi kan ini dulunya tanah dan bangunan Belanda, lalu keluar bahwa ini punya Kementan. Kita juga pernah minta sertifikasi, tapi Kementan nggak kasih rekomendasi. Malah sekarang dikasih ke Polresta yang juga mengajukan,” terangnya.
Berkaca pada kasus relokasi pembangunan rel ganda, jelas dia, warga terdampak mendapatkan kompensasi uang kerahiman dari pemerintah. Sebab sudah menempati lahan PT KAI sejak puluhan tahun. Hal itu pun menjadi harapan serupa bagi warga. Warga tahu betul menempati lahan pemerintah, namun setidaknya ada kompensasi karena sudah menjaga dan merawat lahan dan bangunan yang sejatinya sudah ada sejak zaman Belanda. Baru kemudian dikuasai Kementerian Pertanian melalui Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian (sekarang menjadi Politeknik Pembangunan Pertanian).
Ia sendiri sudah menempati rumah sejak 1986, di mana warga lain ada yang sudah menempati rumah di lokasi jauh lebih lama ketimbang dirinya. “Ya apalagi katanya nggak jadi untuk barak, tapi rumah susun buat anggota (polri) aktif. Sebanyak 70-an unit. Kenapa kita nggak diprioritaskan saja di situ, sebagai kompensasi misalnya. Ini bahasa kerahiman, relokasi nggak ada, ya kita bingung mau ke mana kalau harus segera angkat kaki,” beber pensiunan polisi ini.
Ia menambahkan, permintaan warga tidak muluk-muluk. Intinya jangan diusir begitu saja, harus ada kompensasi atau semacamnya. “Kan ada juga dalam aturannya. Jadi ada keadilan buat warga yang sudah puluhan tahun di sini, bahkan sudah upayakan surat alas hak tapi nggak jadi-jadi. Kita sudah upaya juga ke wakapolresta minta berbagai keringanan, sempat juga ke DPRD, tapi nggak ada tindak lanjutnya. Intinya, kita harus segera angkat kaki,” tegas Yusuf.
Terpisah, Kapolresta Bogor Kota, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro, membenarkan rencana Polresta Bogor Kota membangun rumah susun untuk anggota Polri. Hal itu dilakukan setelah pengajuan permohonan pengalihan status penggunaan eks lahan Polsek Ciomas disetujui Kementan. “Alhamdulillah dapat dari Mabes (Polri, red),” ujarnya ketika dikonfirmasi, Kamis (25/11) pagi.
Ia juga mengaku rencana pembangunan tersebut sudah disosialisasikan kepada warga sekitar sejak satu bulan lalu. Sebab, dengan adanya pembangunan rumah susun untuk anggota polri aktif, maka harus dilakukan penggusuran. “Ya kita carikan solusinya,” pungkasnya.(ryn/ eka/py)