Laporan:
NUR ARIFIN, HARIAN METROPOLITAN
WAHYU, RADAR SUKABUMI
METROPOLITAN – Gundukan abu vulkanik membuat rata perkampungan di Dusun Renteng, Desa Sumberwuluh. Kepulan debu membumbung saat petugas dan relawan bahu-membahu menggali material abu vulkanik yang mengubur permukiman warga.
Tak sedikit warga tewas tertimbun lumpur panas akibat erupsi Gunung Semeru, Sabtu (4/12). Duka mendalam pun masih dirasakan warga di sana.
Rasa takut bercampur tegang masih lekat dalam ingatan. Fadli, salah satunya. Warga Renteng, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, menyaksikan sendiri detik-detik lahar panas turun dari puncak Mahameru.
Saat kembali ke perkampungan tempat tinggalnya yang ‘lenyap’ menjadi lautan pasir, Fadli masih tak percaya bisa lolos dari maut. Ada perasaan sedih saat ia harus merelakan rumah serta harta bendanya yang terkubur lumpur panas. Bersama istrinya, Satimah (40), Fadli menyisir bagian rumah yang sudah tertimbun material abu vulkanik.
Meski mendapat bantuan dari relawan yang berada di lokasi, Fadli hanya mampu menyelamatkan dua pas foto keluarga yang sudah dipenuhi abu vulkanik. Ia pun berharap bisa kembali mendapatkan tempat tinggalnya dari uluran tangan para relawan.
”Kalaupun tempat ini (rumahnya, red) bisa kembali dibangun, pastinya masih akan terjadi bayang-bayang. Dan itu membuat saya tidak nyaman. Saya berharap bisa mendapatkan tempat baru,” harap Fadli kepada awak media, Selasa (7/12).
Pria yang kesehariannya menjadi sopir tambang itu pun masih kebingungan untuk menghidupi keluarganya. Sebab, profesi yang sudah digelutinya ssejak 2002 itu membuatnya trauma. Terlebih, hewan peliharaannya yang menjadi salah satu sumber penghasilan, semuanya tertimbun material abu vulkanik.
”Ada 15 wedus (kambing, red) yang saya pelihara, semua tertimbun. Diperkirakan sekitar Rp30 juta,” terangnya.
Ia pun menceritakan awal mulanya bisa menyelamatkan diri dari kejadian mengerikan tersebut. Sekitar pukul 16:00 WIB, tiba-tiba langit arah barat rumahnya gelap gulita. Air bercampur lumpur pun langsung menerjang sekitaran rumahnya. Karena panik, ia bersama dua anaknya langsung menyalakan motor dan menyelamatkan diri ke rumah sanak saudaranya.
”Saat itu, cuaca gelap. Untuk menyalakan lampu kendaraan saja, cahanya hanya beberapa meter dari pandangan. Saat itu suasana sangat mencekam,” terangnya.
Fadli mengaku baru kali ini melihat tempat tinggalnya sampai tidak bisa terselamatkan pascaerupsi. Sebab, sejak beberapa hari setelah kejadian, warga tidak diperbolehkan masuk lokasi.
Berbeda dengan Fadli. Ririp masih belum menemukan dua anggota keluarganya. Sepupu dan adik iparnya diduga tertimbun material erupsi saat Semeru memuntahkan lahar yang membawa material vulkanik.
Ririp menuturkan, saat erupsi terjadi, kedua anggota keluarganya sedang bekerja seperti biasa, menjadi tukang las di Kampung Renteng, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupeten Lumajang.
Beberapa orang terakhir kali melihat keduanya lari ke arah alat berat yang berada tak jauh dari tempat mereka mengelas.
”Yang satu belum nikah, yang satu anaknya masih kecil. Belum ketemu sampai sekarang. Sepupu sama ipar saya itu tukang las di sini. Pas kejadian, lagi kerja. Banyakan di sana. Lari ke beko katanya pas lahar keluar,” ujar Ririp saat ditemui Metropolitan ketika membersihkan rumahnya dari abu vulkanik, Selasa (7/12).
Ia berharap kedua anggota keluarganya segera ditemukan. Ririp yang juga tinggal di Desa Sumberwuluh itu saat ini memilih mengungsi ke rumah sanak saudaranya di desa sebelah yang lebih aman.
Meski demikian, saat siang hari, ia masih mengecek rumahnya untuk bersih-bersih dan memastikan dalam kondisi aman. Ia baru akan kembali ke tempatnya mengungsi ketika sore hari atau ketika ada imbauan bahaya.
”Kalau sudah ada imbauan dari atas, kita balik ke pengungsian. Biasanya juga ada yang keliling atau ada bunyi sirene. Yang pulang juga biasanya cuma ngecek rumah, atau yang punya ternak cari makan buat ternaknya. Selebihnya kembali ke pengungsian,” tandasnya. (why/fin/ feb/run)