Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perdagangan dan Perindustrian Kota Bogor, Ganjar Gunawan, mengaku akan berkoordinasi dengan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) untuk menekan harga minyak goreng yang masih tinggi di sejumlah pasar tradisional di Kota Bogor.
INI dilakukan menyusul harga minyak goreng di pasar tradisional Kota Bogor masih tinggi dan belum mengikuti kebijakan pemerintah yang menetapkan harga minyak goreng per liter sebesar Rp14 ribu.
“(Sebenarnya) Kalau di pasar tradisional kita nggak bisa maksa dan menekan harga pasar. (Tapi) Kita akan koordinasikan dengan TPID dulu. Soalnya arahan dari pemerintah pusat itu per hari ini (harga) di pasar tradisional harus turun,” kata Ganjar kepada wartawan, Rabu (26/1).
Meski begitu, sambung Ganjar, kebijakan satu harga untuk minyak goreng ini sudah berlaku di ritel modern, sehingga seharusnya dalam waktu dekat harga minyak goreng bisa turun sesuai kebijakan yang sudah ditentukan. “Kalau harga di ritel sudah Rp14 ribu, pasti di produsen sudah turun di bawah itu ya,” ujarnya.
Sebelumnya, kebijakan pemerintah yang menetapkan harga minyak goreng Rp14 ribu per liter nampaknya belum berjalan secara merata. Sejumlah pedagang di pasar tradisional masih menetapkan harga minyak goreng senilai Rp20 ribu per liter. Seperti yang terjadi di Pasar Bogor, Kecamatan Bogor Tengah. “Belum berlaku di sini kalau anjuran dari pemerintah. Rata-rata di sini masih jual harga Rp20 ribu per liter dan Rp40 ribu per dua liternya,” kata seorang pedagang sembako, Wiwi.
Menurutnya, alasan pihaknya masih menetapkan harga minyak goreng senilai Rp20 ribu per liter, karena stok yang dijualnya saat ini masih menggunakan stok dengan harga modal tinggi sekitar Rp18 ribu per liter. “Karena belinya waktu modal yang masih mahal, kecuali beli modalnya pas sudah murah baru saya ngikutin harga yang murah, saya beli Rp18 ribu lebih itu,” beber perempuan berambut pendek itu.
Ia berharap ada perhatian dari pemerintah untuk membantu pedagang kecil, dalam hal ini agar stok minyak goreng yang dibelinya dengan harga modal Rp18 ribu bisa laku terjual. “Iya rugi kalau dijual murah. Stok saya juga masih banyak di sini. Mau nggak mau ngabisin stok ini dulu,” ujarnya.
Hal berbeda dilakukan pedagang sembako lainnya, Eeng. Ia mengaku lebih memilih mengosongkannya terlebih dulu stok minyak goreng di lapak jualannya hingga semua harga di pasar normal secara merata.
“Kalau di Indomaret dan Alfamart sudah normal atau sudah turun. Kalau di pasaran belum turun, jadi bingung ngejualnya juga. Lebih baik dikosongin dulu saja deh, tunggu orang lain normal baru kita ngambil lagi ke distributornya,” katanya. ”Saya sudah semingguan nggak jual minyak goreng sejak ada kebijakan penurunan harga dari pemerintah,” sambungnya.
Meski begitu, ia siap mengikuti harga yang sudah ditetapkan pemerintah, yakni Rp14 ribu per liter. Asalkan harga modal yang dijual distributor ikut turun. “Siap kalau harus mengikuti anjuran pemerintah, tapi kan yang lainnya belum sesuai pemerintah untuk distributor-distributornya, masih rugi kalau dijual segitu,” bebernya. “Kalau harganya sudah normal baru kita jual sesuai harga yang ditetapkan pemerintah,” tambahnya.
Sekadar diketahui, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan kebijakan satu harga minyak goreng Rp14 ribu per liter mulai Rabu (19/1). Pada tahap awal, semua ritel modern, mulai dari Indomaret, Alfamart, Superindo dan Hypermart dll wajib menjual minyak goreng dengan harga Rp14 ribu per liter.
Setelah sepekan kebijakan satu harga minyak goreng Rp14 ribu berlaku di ritel modern, kebijakan ini juga berlaku di pasar tradisional. Harga minyak goreng kemasan maupun jeriken maksimal Rp14 ribu per liter. (rez/eka/py)