METROPOLITAN – Polemik rencana keberadaan Tempat Hiburan Malam (Holywings) di kawasan Jalan Pajajaran, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, membuat anggota DPRD Kota Bogor Atty Somaddikarya angkat bicara. Terlebih di beberapa kota lain, Holywings disebut menyajikan minuman keras (miras) atau minuman beralkohol (minol) hingga menampilkan DJ.
Politisi yang akrab disapa Ceu Atty itu mengapresiasi langkah Wali Kota Bogor Bima Arya dalam melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke restoran dan kafe demi terciptanya Kota Bogor yang ramah keluarga. “Saya apresiasi langkah untuk sidaknya, dengan tujuan yang baik agar tercipta Kota Bogor yang ramah keluarga,” tuturnya.
Namun, legislator Fraksi PDI Perjuangan itu menyayangkan kejanggalan saat wali kota Bogor melakukan sidak ke lokasi yang belum beroperasi dan masih dalam proses pembangunan.
Ia menilai ini menjadi ‘gaya’ baru wali kota sebagai antisipasi adanya pelanggaran, sangat baik dilakukan dan bisa dilakukan pada semua objek pembangunan yang sudah mendapatkan izin jika terindikasi kuat melanggar peruntukannya.
“Akan tetapi, alangkah baiknya sidak dilakukan ke lokasi yang sudah beroperasi yang tidak memiliki izin atau izinnya sudah tidak berlaku untuk diberikan teguran, sekaligus diarahkan agar tertib secara administrasi yang diamanahkan berdasarkan regulasi,” kata Atty.
Jika tahapan itu sudah dilakukan, teguran sudah dilayangkan dan arahan tidak digubris atau diabaikan, sambung Atty, wali kota sebaiknya memberikan tindakan secara tegas dan terukur berdasarkan aturan yang berlaku. Sanksi terberat, yakni mencabut izinnya di Kota Bogor.
Anggota DPRD Kota Bogor ini berpesan langkah ini harus berlaku bagi siapa pun. “Jangan sampai ada opini bahwa wali kota tebang pilih dalam menegakkan aturan,” tegasnya.
Atty pun yakin di Kota Bogor masih banyak tempat yang menjual minol tanpa mengantongi izin atau izin yang sudah kedaluwarsa. Aturan yang ditegakkan ini harus berdasarkan payung hukum yang berlaku, yakni mengacu Perwali Nomor 48 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Penertiban Minuman Beralkohol di Kota Bogor.
“Sebab, Perwali Nomor 74 Tahun 2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Langsung Minuman Beralkohol, kalau tidak salah belum dicabut atau dinyatakan tidak berlaku. Ini perlu regulasi yang jelas, bukan yang abu- abu,” jelasnya.
Ia berharap Pemkot Bogor dapat memberi informasi agar diketahui masyarakat terkait nama lokasi restoran dan kafe serta THM di Kota Bogor yang sudah memiliki izin operasi penjualan minuman beralkohol sesuai aturan yang berlaku.
“Nantinya yang sudah mendapat izin atas penjualan minol berdasarkan kelasnya ini akan menjadi jawaban, berapa kontribusi pajak yang diberikan setiap bulan untuk (PAD) Kota Bogor. Kalau sudah mendapat izin menjual minol, tapi tidak taat bayar pajak, saya sarankan dicabut izin penjualan minolnya,” tegas Atty.
Untuk mengantisipasi ‘jera’-nya pengusaha ke Kota Bogor karena perizinan yang ‘abu-abu’, tambah Atty, Pemkot Bogor harus memastikan aturan main bagi calon investor yang hendak berinvestasi.
Ia berharap tidak berdampak di kemudian hari, selama tidak menabrak regulasi dan menambah PAD, sebaiknya para investor dilindungi. Terlebih, mereka dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
“Harapan saya, lebih penting lagi janganlah diulang kejadian yang sama ketika izin sudah keluar lalu diributkan di akhir dan yang lebih ekstrem lagi dibekukan,” imbuhnya.
Namun jika tidak butuh lagi PAD dari pajak minol dan THM, tinggal buat kebijakan yang tegas dan tidak melanggar regulasi di atasnya. Misalnya, buat saja larangan penjualan minol di resto, kafe dan seluruh THM.
Di sisi lain, sambung Atty, wali kota harus konsisten pasca mengeluarkan izin tempat usaha. “Jika izin satu usaha sudah keluar harus mendapat kepastian hukum agar investor tidak lari. Sebaliknya, jika investor sudah mendapat izin dan tidak bisa diajak kerja sama dan terbukti melanggar peruntukannya, pemkot jangan segan-segan melakukan tindakan dan memberikan sanksi,” pungkasnya. (ryn/eka/py)