Sempat diterpa aksi demo sopir yang meminta kejelasan gaji hingga PT Lorena yang memilih ‘cabut’ dari pengelolaan bersama Biskita Transpakuan, kini giliran wakil rakyat Kota Bogor mencecar Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT).
KOMISI II DPRD Kota Bogor pun mempertanyakan kejelasan berbagai masalah yang ada di tubuh PDJT dalam rapat kerja di DPRD Kota Bogor, akhir pekan lalu. Salah satunya Ketua Komisi II DPRD Kota Bogor Edi Darmawansyah yang meminta penjelasan terkait aset milik PDJT kepada Direktur PDJT Lies Permana.
Menurutnya, aset PDJT jika menilik Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) Kota Bogor sejak 2007 bernilai Rp35 miliar. Hanya saja berdasarkan hasil laporan audit, nilai aset terakhir yang dipunya PDJT ‘cuma’ Rp600 juta.
“Ini kan uang rakyat. Yang sudah diberikan pemerintah tentu harus ada pertanggungjawabannya. Sebab, aset inilah yang akan menjadi modal dasar PDJT Kota Bogor untuk menjalankan bisnisnya lagi,” katanya.
Ia juga meminta penjelasan terkait rencana bisnis (business plan) dari PDJT Kota Bogor. Dengan adanya pemimpin yang baru, sudah saatnya PDJT memberikan kontribusi nyata bagi pendapatan Kota Bogor. “Kita ingin tahu juga kapan PDJT bisa memberikan kontribusi nyata bagi pendapatan Kota Bogor,” kata Edi.
Di tempat yang sama, Sekretaris Komisi II DPRD Kota Bogor, Atty Somaddikarya, juga menanyakan soal Program Biskita. Apalagi berdasarkan informasi yang ia punya, sebanyak 49 unit Biskita yang saat ini beroperasi adalah milik Kodjari. Hal ini pun menimbulkan pertanyaan besar.
“Jika semua unit bus ini punya Kodjari, terus yang kita dapatkan apa? Aspal punya kita, koridor punya kita, trayek punya kita, kalau operatornya Kodjari, apa yang kita dapatkan? Jadi ini bahaya karena Kodjari yang sekarang menguasai aspal Kota Bogor,” ujar Atty.
Tak hanya itu, Atty juga meminta penjelasan direksi PDJT Kota Bogor terkait waktu penyelesaian utang gaji karyawan yang nilainya hingga miliaran rupiah. Untuk menjalankan PDJT perlu diselesaikan terlebih dulu ‘dosa-dosa’ yang sudah menumpuk bertahun-tahun. “Ini harus ada tanggung jawab. ‘Piring nasi’ karyawan terdahulu yang masih belum terbayarkan, ini juga harus dituntaskan,” tegas Ceu Atty, sapaan karibnya.
Politisi PDI Perjuangan itu juga meminta kejelasan terkait dana PMP yang sudah diberikan Pemkot Bogor kepada PDJT Kota Bogor. Menurutnya, PDJT memiliki Pekerjaan Rumah (PR) untuk menjelaskan apakah pihak PDJT sudah melakukan uji tuntas aset, di mana PDJT dinyatakan sehat atau tidak.
“Pada 2015 itu kan sudah jelas amanat gubernur (Jawa Barat) bahwa PDJT perlu melakukan uji tuntas aset sebelum menggunakan dana PMP Rp5,5 miliar. Nah, ini sudah dilakukan belum uji tuntasnya? Kalau sudah, mana hasilnya,” ujarnya.
Atty menilai keberadaan uji tuntas ini penting untuk mendukung perubahan badan hukum yang saat ini tengah dihadapi PDJT. Sebab, untuk Program Biskita yang saat ini beroperasi di Kota Bogor harus dipegang perusahaan berbadan hukum Perumda bukan Perusahaan Daerah (PD). “Kalau ini masih PD, tapi sudah beroperasi. Jangan sampai nanti malah ada temuan maladministrasi di pusat. Ini berbahaya, bukannya menyelesaikan masalah, malah menambah masalah,” bebernya.
Sementara itu, Direktur PDJT Kota Bogor, Lies Permana, mengatakan, sejak dilantik pada 2 Desember, ia tengah memperbaiki dan menyelesaikan masalah satu per satu. Meski belum bisa memberikan penjelasan secara gamblang terkait apa saja yang menjadi masalah, Lies meminta waktu kepada Komisi II DPRD Kota Bogor untuk membenahi persoalan di PDJT.
Berbicara soal program kerja, Lies menjelaskan bahwa untuk bisa bergerak sendiri tanpa mengharapkan bantuan dari Pemkot Bogor, ia beserta jajaran akan melakukan beberapa program. Salah satunya revenue stream melalui pemanfaatan halte. Nantinya iklan-iklan bisa dipasang di setiap halte di Kota Bogor, sehingga bisa menambah pendapatan bagi PDJT Kota Bogor.
“Hanya saja halte ini masih menjadi masalah, karena kepemilikannya masih di Dinas Perhubungan (Dishub). Kami sudah bersurat ke Dishub untuk bisa memberikan hak pemanfaatan,” ujarnya.
Untuk bisa berjalannya rencana bisnis yang sudah ia susun, perlu adanya kepastian dasar hukum dengan diloloskannya Raperda Perubahan Badan Hukum PDJT menjadi Perumda. “Ini dasar kami untuk bisa menjalankan bisnis lain supaya kita bisa hidup tanpa tergantung PMP Pemkot Bogor,” ungkapnya.
Lies mengaku setuju dengan hal yang diutarakan Atty Somaddikarya, di mana PR dan dosa-dosa terdahulu PDJT harus diselesaikan terlebih dulu dengan landasan hukum yang ada. “PDJT saat ini dan ke depan memang tanggung jawab saya. Saya akan mengedepankan prinsip untuk ke depannya melakukan pergerakan sesuai aturan hukum. Karena yang akan menyelamatkan PDJT adalah bukti dokumen,” jelasnya.
Sekadar diketahui, rapat kerja Komisi II DPRD Kota Bogor dengan PDJT Kota Bogor akhirnya ditunda. Anggota dewan memberikan kesempatan kepada PDJT untuk melengkapi data dan dokumen yang diminta. Pada rapat berikutnya, Komisi II DPRD Kota Bogor berencana menghadirkan Kodjari, Dishub dan Bidang Aset pada BKAD Kota Bogor. (ryn/eka/py)