Anggota Komisi II DPRD Kota Bogor, Ahmad Aswandi, ‘menyemprot’ Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor agar secepatnya menyampaikan secara gamblang kaitan pelaksanan program Buy The Service (BTS) Biskita Transpakuan di Kota Bogor. Hal itu buntut dari Wali Kota Bogor Bima Arya yang menyebut banyak pihak tidak paham program BTS sehingga menimbulkan polemik.
“Makanya segala program itu disampaikan kepada kami (DPRD, red) secara transparan agar semua berjalan sebagaimana mestinya. Program baik tapi cara penyampaiannya tidak baik, sehingga jadi miskomunikasi,” kata Qwonk, sapaan karibnya, baru-baru ini.
Ia meminta wali kota mengekspos Program Biskita kepada DPRD. “Kalau memang program itu baik, silakan sampaikan ke kami. Kapan akan diskusi? Kapan ekspos? Kami tunggu,” tegasnya. Ia juga menekankan Pemkot Bogor untuk membuktikan pernyataan bahwa yang paling diuntungkan dalam Program Biskita Transpakuan ini adalah masyarakat.
“Wali kota mantau nggak, subsidi yang dilakukan BPTJ adalah subsidi BTS. Hitungan per kilometer, ketika (hitungan) kilometer tapi bus sering kosong. Apalagi malam hari dan tengah hari. Siapa yang diuntungkan ketika penumpang tidak ada?” ketus Qwonk.
Politisi PPP itu menegaskan, seharusnya yang menjadi leader dalam Program Biskita Transpakuan adalah Perumda Jasa Transportasi, sehingga perusahaan pelat merah itu dapat mengatur pihak swasta, bukan sebaliknya. “Kalau alasannya perumda nggak punya uang, tinggal sharing profit-nya bagaimana? Sebab tak mungkin pengusaha akan all out, bela-belain investasi besar jika tak ada timbal baliknya,” ujarnya.
Tak hanya itu, Qwonk pun mempertanyakan pernyataan PT Kodjari yang mengaku tidak mendapat untung dari Program BTS. Menurutnya, PT Kodjari merupakan perusahaan orientasinya bisnis. “Tapi kalau berbicara katanya harus mengabdi kepada Kota Bogor dengan melayani masyarakat, ya lihat saja nanti. Hitungan berapa ritase itu, menutup atau nggak operasional dari subsidi BPTJ itu,” bebernya.
Jika tak ingin pusing dengan untung rugi dalam Program Biskita Transpakuan, ia menyarankan Perumda Jasa Transportasi berubah status menjadi Badan Layanan Umum (BLUD). “Kalau jadi BLUD kan jelas, total pelayanan,” tuturnya.
Sementara itu, PT Kodjari sebagai salah satu pihak dalam Kerja Sama Operasional (KSO) mengaku tidak mendapat keuntungan. Hal tersebut diungkapkan Ketua Pengawas PT Kodjari, Dewi Jani Tjandra. “Kalau ada yang menyebutkan Rp40 hingga Rp50 milar itu tidak ada,” katanya kepada awak media, baru-baru ini.
Dalam Program BTS, KSO hanya dibayar BPTJ berdasarkan jumlah kilometer yang ditempuh. Ia mencontohkan jika Biskita Transpakuan dalam waktu satu bulan hanya sanggup ngaspal 100 kilometer, maka yang dibayar hanya 100 kilometer. Meskipun ia juga enggan menyebut secara gamblang berapa hitungan per kilometer yang didapat dari BPTJ untuk pengelola Biskita Transpakuan. “Sistemnya begitu, berapa yang sanggup kita jalankan,” ucap Dewi.
Bahkan, kata Dewi, KSO Perumda Jasa Transportasi bisa saja dikenakan penalti apabila tidak menjalankan armada sejauh kilometer yang sudah ditentukan. “Bila nggak tercapai kena denda. Jadi, bus layanan ini tidak sama dengan yang lalu-lalu,” katanya. Sebab, dalam menjalankan program BTS ada SOP yang wajib dijalankan. Di antaranya, bus tak boleh terlambat, kendaraan harus bersih dan lain sebagainya.
“Intinya, tidak setiap kali untung. Namanya juga pelayanan, kadang kalau tidak bisa mencapai ritase, ya tidak. Sedangkan pengeluaran untuk staf dan solar, itu cost yang tetap dan harus dikeluarkan lebih dahulu, baru nanti bisa kita tagih. Jadi kita tidak bisa berbicara untung dan rugi. Mindset kita adalah pertama kali adalah bagaimana masyarakat yang diuntungkan,” paparnya.
Sebelumnya, Wali Kota Bogor, Bima Arya, menegaskan bahwa banyak pihak yang tidak paham dengan Program Buy The Service (BTS) yang mengusung operasional Biskita Transpakuan di Kota Bogor. Hal itu terkait polemik yang belakangan berkembang, mulai dari skema kerja sama hingga potensi pendapatan.
“Banyak yang belum paham program ini. Harus dipahami BTS ini program bantuan (pemerintah) pusat melalui Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) untuk mendorong mobilitas kota. Sifatnya subsidi, mekanismenya kerja sama investasi,” katanya kepada awak media, Senin (4/4).
Sehingga ada kerja sama operasional (KSO) antara Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) Kota Bogor dengan PT Kodjari yang berperan dalam pengadaan aset. Sedangkan untuk operasional seperti gaji sopir dan ritse, menjadi tanggung jawab BPTJ.
Saat disinggung soal keuntungan dari program atau kerja sama ini yang juga sempat disoal DPRD Kota Bogor dalam beberapa kali kesempatan rapat kerja, ia tak segan menyebut bahwa masalah transportasi sangat berkaitan dengan pelayanan. Di mana yang diuntungkan harus masyarakat.
“Nggak seperti PDAM jual air lalu untung. Ini kan pelayanan, yang untung masyarakat. Kalau mau dirupiahkan silakan saja hitung, (tapi) nggak seperti itu pola pikirnya. Berkali-kali saya sampaikan, transportasi adalah subsidi, ini kan soal pelayanan, bukan tentang ngutip uang lalu untung sesekali. Nggak. Jadi warga yang diuntungkan,” jelas Bima Arya. (ryn/eka/py)