METROPOLITAN – Mata uang rupiah sedang keok ditekan Dolar Amerika Serikat (AS). Nilai tukar dolar terhadap rupiah sempat menyentuh level Rp14.900.
Melemahnya nilai rupiah dinilai dapat memberikan dampak instan di tengah masyarakat. Hal itu adalah meningkatnya tingkat inflasi.
Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, menguatnya nilai tukar negeri Paman Sam dapat memengaruhi ekonomi masyarakat Indonesia secara langsung. Dampaknya, inflasi mungkin akan terjadi dan menekan daya beli masyarakat.
Bhima menjelaskan penguatan dolar AS akan berpotensi mengerek kenaikan biaya produksi pada industri manufaktur, apalagi yang masih banyak menggunakan barang impor. Hasilnya, harga produk di tengah masyarakat akan meningkat.
”Pelemahan ini berdampak ke beberapa hal. Pertama ada kenaikan biaya produksi industri manufaktur. Kenaikan biaya produksi ini, utamanya di manufaktur bergantung ke bahan baku impor akan diteruskan kepada konsumen akhir maka akan menciptakan tekanan inflasi lebih tinggi di dalam negeri,” papar Bhima, (20/6).
Kenaikan harga akan terjadi pada kebutuhan pokok seperti energi dan pangan. Apalagi Indonesia masih banyak melakukan impor pada kebutuhan energi dan pangan.
”Tentunya kenaikan harga kebutuhan pokok akan terjadi akibat nilai tukar melemah dan membuat masyarakat keluarkan lebih banyak uang untuk beli kebutuhan sehari-hari,” papar Bhima.
Tapi, menurut Bhima yang paling terpukul adalah kelompok masyarakat miskin di dalam 40% kelompok pengeluaran paling bawah.
”Paling terpukul ini 40% kelompok pengeluaran paling bawah. Karena semakin rendah pengeluaran maka semakin rentan terhadap fluktuasi nilai tukar yang berimbas ke harga barang di pasar,” ungkap Bhima. (dtk/eka/run)