Lima pejabat teras di Bumi Tegar Beriman diambil sumpahnya di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Bandung, Rabu (3/8). Selama berjam-jam, kelimanya harus duduk di kursi panas sebagai saksi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus dugaan suap yang melilit Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin.
KEPALA Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bogor Teuku Mulya menjadi salah satu dari lima saksi yang dihadirkan jaksa KPK dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap yang melibatkan Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin di PN Tipikor Bandung, Rabu (3/8).
Ia dihadirkan sebagai saksi keempat setelah Sekretaris BPKAD Kabupaten Bogor Andri Hadian, Kepala Bidang Akuntansi dan Teknologi Informasi BPKAD Kabupaten Bogor Wiwin Yeti Heryati, dan Subkoordinator Pelaporan Dinas BPKAD Kabupaten Bogor Hany Lesmanawaty, yang diperiksa keterangannya terlebih dulu.
Teuku Mulya mulai memaparkan keterangannya sebagai saksi sejak pukul 19:30 WIB dan selesai pukul 20:30 WIB. Dalam keterangannya, Teuku Mulya menyebut mengaku tidak tahu-menahu soal adanya pemberian sejumlah uang untuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) perwakilan Jawa Barat (Jabar).
Ia juga mengaku tidak ada arahan dari Ade Yasin terkait pemberian uang suap untuk BPK. Menurutnya, instruksi yang diberikan Ade Yasin hanya mengingatkan apa yang ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bogor.
“Saya waktu dipanggil penyidik KPK dengan ketidaktahuan apa-apa, oh ternyata ada pemberian sejumlah uang untuk BPK. Tidak tahu (uangnya dari siapa, red),” katanya dalam persidangan, Rabu (3/8). Ia baru tahu setelah ada pemeriksaan oleh KPK.
“(Tahunya, red) Setelah ada pemeriksaan-pemeriksaan oleh penyidik KPK. Betul saya tidak tahu (jumlahnya, red),” tegasnya.
“Instruksi bupati untuk WTP (Wajar Tanpa Pengecualian, red) itu memang sudah tertuang di RPJMD. Bu bupati setiap kesempatan pasti mengingatkan BPKAD mampu mempertahankan WTP, karena itu tertuang dalam RPJMD kita,” imbuhnya.
Sebelumnya, saksi yang dihadirkan pertama kali dalam sidang kali ini yakni Andri Hadian, yang dimulai sejak pukul 10:30 WIB. Selama empat jam, Andri dicecar sejumlah pertanyaan. Andri tampak pucat saat keterangannya dibantah tim kuasa hukum Ade Yasin.
Andri Hadian sendiri saat ini sekretaris BPKAD Kabupaten Bogor. Seketika wajahnya berubah kemerahan dan kebingungan saat kuasa hukum Ade Yasin, Dinalara Butar Butar, menunjukkan selembar kertas yang mematahkan keterangannya.
Saat memberi kesaksian di hadapan majelis hakim, Andri dalam keterangannya menggambarkan bahwa ada pertemuan pada Maret 2021 antara dirinya dengan empat orang lainnya di Pendopo Bupati, Cibinong. Pertemuan itu tak lain untuk mengondisikan temuan BPK RI perwakilan Jabar atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2020.
Empat orang lain tersebut yaitu terdakwa Ade Yasin, terdakwa Ihsan Ayatullah Kasubid di BPKAD, Ruli Faturrahman Kasubag Keuangan Sekretariat Daerah (Setda), dan Feri Syafari Kasubid di BPKAD.
“Saya diajak Pak Ihsan bertemu Bu Ade (bupati Bogor nonaktif, red), memperkenalkan saya dan memperkenalkan Pak Feri baru dilantik (sebagai) kasubid. Pak Ihsan akan menyampaikan bahwa kondisi keuangan tidak bagus,” kata Andri memberi kesaksian sesuai Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Dinalara pun membantah keterangan tersebut dengan Surat Keputusan (SK) pengangkatan Feri sebagai Kasubid di BPKAD tertanggal 2 Juni 2021.
Bukti tersebut dianggap membantah tuduhan adanya pengondisian LKPD Tahun 2020. Sebab, pemberian Opini WTP oleh BPK RI perwakilan Jabar kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor berlangsung pada 21 Mei 2021.
Andri pun tak bisa memberi keterangan lebih lanjut setelah adanya bantahan dari kuasa hukum Ade Yasin. Ia bahkan sering kali mengaku tidak tahu saat di persidangan. Termasuk saat kuasa hukum melontarkan sejumlah pertanyaan.
Reaksi Andri pun membuat Ketua Majelis Hakim Hera Kartiningsih kesal karena banyak mengaku tidak tahu meski yang ditanyakan seputar tugasnya sebagai pegawai di BPKAD.
“Saksi ini yang jelas. Tahu apa tidak sih?!” kata Hera saat mendengarkan keterangan Andri.
Selain Teuku dan Andri, jaksa KPK juga menghadirikan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor Burhanudin dan dua Aparatur Sipil Negara (ASN) lainnya untuk memberi kesaksian dalam kasus dugaan suap auditor BPK, yang melibatkan Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin di PN Tipikor Bandung, Rabu (3/8).
Dari fakta persidangan selama berlangsung, kelima saksi yang dihadirkan KPK justru terlihat meringankan Ade Yasin. Sekda Kabupaten Bogor Burhanudin, misalnya. Kesaksiannya di depan majelis hakim mementahkan tudingan keterlibatan Ade Yasin dalam dugaan suap untuk memperoleh Opini WTP.
Burhanudin yang datang sejak pukul 09:30 WIB, baru mendapat giliran bersaksi pada pukul 20:30 WIB dan selesai pukul 21:20 WIB, atau berlangsung sekitar satu jam.
Burhanudin dicecar kurang lebih 30 pertanyaan, baik dari majelis hakim hingga jaksa KPK. Persidangan kelima sendiri berlangsung kurang lebih sepuluh jam.
”Secara khusus tidak ada (permintaan khusus dari bupati, red). Misalnya saya dipanggil empat mata di ruangannya, tidak,” kata Burhanudin menjawab pertanyaan majelis hakim di PN Tipikor Bandung, Rabu (3/8).
Burhanudin menyebut bahwa Ade Yasin hanya meminta anak buahnya mempertahankan predikat WTP, ketika rapat koordinasi evaluasi program dan serapan anggaran di awal tahun.
”Seperti di beberapa kegiatan (rapat koordinasi, red) disampaikan. Mau WTP atau WDP (Wajar Dengan Pengecualian, red), kalau ada temuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tetap harus ditindaklanjuti,” ujar Burhan.
Senada, saksi yang dihadirkan jaksa KPK, Wiwin Yeti Heryati, justru tidak membenarkan terdakwa Ade Yasin telah memerintah mengondisikan agar meraih Opini WTP.
Wiwin yang merupakan Kabid Akuntansi dan Teknologi Informasi BPKAD Kabupaten Bogor mengaku tidak tahu adanya instruksi khusus dari Ade Yasin dalam rapat entry meeting dengan BPK.
”Saya tidak tahu (adanya pengondisian, red). LKPD Tahun 2021 itu kita sudah enam kali WTP,” ungkapnya saat ditanya mengenai awal mula perkara dugaan suap auditor BPK RI perwakilan Jabar oleh Ketua Majelis Hakim Hera Kartiningsih.
Ia mengaku baru mengetahui mengenai perkara tersebut dari pemberitaan media massa, dan ketika dipanggil sebagai saksi oleh KPK untuk menerangkan alur pembuatan LKPD hingga menjadi opini dari BPK RI.
Namun, Wiwin sempat mengetahui adanya sejumlah uang yang diberikan terdakwa Ihsan Ayatullah sebagai Kasubid Kas Daerah BPKAD kepada BPK setelah selesai masa pemeriksaan LKPD 2020 di 2021.
”Itu untuk pemeriksaan 2020 yang diperiksa tahun 2021. Itu hanya apresiasi. Karena menurut Pak Ihsan, itu uang terima kasih. Menurut Pak Ihsan, itu BPK yang minta,” kata Wiwin.
Dalam keterangannya, Wiwin menyebutkan bahwa Ihsan berlaku sebagai Person In Charge (PIC) atas seluruh urusan dengan auditor BPK, sebab diminta pihak BPK dengan alasan sudah mengenal baik.
”Karena hubungan Pak Ihsan dengan BPK baik, maka Pak Ihsan yang menjadi PIC-nya. Kedekatannya karena tim BPK-nya laki-laki. Jadi kalau dengan saya, kagok. Kalau Pak Ihsan, cepat,” tuturnya.
Di samping itu, Wiwin membantah tudingan jaksa KPK mengenai adanya selisih Rp500 miliar yang sempat dipermasalahkan auditor BPK atas laporan keuangan Pemkab Bogor.
”Selisih Rp500 miliar itu sampai sekarang tidak dapat dibuktikan. Sampai terakhir (sekarang, red) tidak,” tegas Wiwin.
Kesaksian lainnya datang dari Hany Lesmanawaty. Subkoordinator Pelaporan Dinas BPKAD Kabupaten Bogor itu mengatakan bahwa Ade Yasin kala itu hanya meminta setiap SKPD membantu kelengkapan dokumen.
“Ade Yasin minta SKPD bantu kelengkapan dokumen untuk pemeriksaan BPK. Inspektur agar memantau kegiatan,” terangnya.
Di akhir sidang, sekitar pukul 21:20 WIB atau majelis hakim memutuskan menunda sidang dan dilanjutkan pada Senin (8/8), dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari KPK.
Sementara itu, kuasa hukum Ade Yasin, Dinalara Butar Butar, sangat optimis bisa membuktikan bahwa Ade Yasin tidak bersalah dalam perkara dugaan pemberian suap Rp1,9 miliar kepada BPK RI perwakilan Jabar.
“Kami sangat optimis membuktikan Ade Yasin tidak terlibat, tidak bersalah dalam perkara ini. Nanti akan kita buka pada saat pembuktian,” tutupnya. (ryn/feb/run)