METROPOLITAN.id - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor memperpanjang masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak Selasa (13/5) hingga 26 Mei mendatang. Namun, baru dua hari diberlakukan PSBB tahap ketiga ini, terjadi lonjakan kasus Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang meninggal dunia. Dalam dua hari saja (12-13 Mei), 15 orang berstatus PDP meregang nyawa. Padahal sebelum PSBB tahap III ditetapkan, jumlah kasus PDP yang meninggal dunia sebanyak 49 orang. Alhasil hingga Rabu (13/5) malam, total kasus PDP meninggal dunia di kabupaten bogor menembus angka 64 orang. "Rinciannya delapan orang PDP meninggal dunia pada Selasa (12/5), yakni laki-laki (29) dari Kecamatan Sukajaya, laki-laki (70) asal Dramaga, laki-laki (60) dari Ciampea, lalu perempuan (42) dari Gunungsindur, perempuan (52) asal Tamansari, perempuan (58) asal Leuwiliang serta laki-laki (34) dan Perempuan (60) yang sama-sama dari Kecamatan Cibungbulang," kata Juru Bicara Satuan Gugus Tugas Covid-19 kabupaten bogor, Syarifah Sofiah, Rabu (13/5). Jumlah itu pun bertambah 15 orang dalam waktu dua hari saja. Pada Rabu (13/5), tujuh kasus PDP terkonfirmasi meninggal dunia. Yakni laki-laki (43) asal Kecamatan Cigombong, perempuan (20) dari Sukajaya, perempuan (61) asal Leuwiliang, perempuan (25) asal Rumpin dan laki-laki (59) dari kecamatan Rancabungur. "Serta perempuan (90) dan laki-laki (75) yang sama-sama berasal dari Kecamatan Kemang," ujarnya. Secara umum, jumlah kasus PDP di kabupaten bogor sejak awal menembus angka 1.301 orang dengan 463 orang di antaranya berstatus PDP aktif. Dari jumlah tersebut, 774 kasus dinyatakan selesai dengan 64 orang terkonfirmasi meninggal dunia. Bila dirunut ke belakang, tren bertambahnya jumlah kasus PDP meninggal dunia lantaran si pasien diketahui mempunyai penyakit penyerta yang cukup berat. Tak aneh, kasus PDP meninggal dunia sebagian besar merupakan orang rentang usia diatas 40 tahun. Dari hasil pemeriksaan Tim Survailance Dinas Kesehatan (Dinkes) kabupaten bogor, rata-rata penyakit penyerta yang diderita pasien cukup berat. Contohnya memiliki riwayat penyakit jantung, diabetes melitus (DM) hingga hipertensi atau tekanan darah tinggi (high tension). "Waktu melihat puluhan PDP yang meninggal lalu, sekitar 38 persen itu (ada gejala) penurunan kesadaran dan demam, itu yang paling banyak. Lalu 29 persen lain, karena ada sesak yang diikuti batuk, mual dan pneumonia. Penyakit penyerta memberatkan yang ditemukan diabetes dan penyakit jantung," terang Syarifah. Ia juga mengakui bahwa tidak semua kasus PDP yang terkonfirmasi meninggal dunia sempat dilakukan rapid test atau uji swab demi memastikan adanya kemungkinan positif covid-19 atau tidak. Sebab sebelum dites, tim dokter akan melihat kondisi secara klinis berdasarkan gejala kesehatan si pasien. "Tidak semua sempat dites, apalagi pada saat awal kejadian Covid-19, dimana sulit mencari rapid test dan PCR untuk uji Swab. Analisis para dokter biasanya melihat juga kondisi klinis pasien, seperti gejala demam, sulit bernafas, hasil rontgen dan lainnya," tuntasnya. (ryn/b/fin)