METROPOLITAN.id - Proses keterlambatan sertifikasi lahan untuk rencana pembangunan RSUD di Cogreg, Parung, Kabupaten Bogor menjadi sorotan anggota DPRD Jawa Bara, Asep Wahyuwijaya. Menurutnya, jika hal teknis ini menjadi kendala yang pada akhirnY menggagalkan pembangunan RSUD di Utara Kabupaten Bogor tersebut, akan menjadi preseden yang amat buruk bagi Pemkab Bogor dalam melaksanakan tugas penting untuk memberikan layanan dasar di bidang kesehatan kepada warganya. "Saya mengetahui persis bagaimana komitmen Bu Ade Yasin dan Kang Iwan (Bupati dan Wakil Bupati Bogor) sebagai Pemimpin di Kabupaten Bogor untuk memperjuangkan hal ini. Dalam satu dua kali kesempatan, beliau pernah menyampaikan hal ini kepada saya secara pribadi agar turut mendorong supaya pembangunan RS di Cogreg ini terbantu oleh anggaran dari Pemprov Jabar," kata lelaki yang karib disapa Kang AW ini. Legislator asal Kabupaten Bogor ini menjelaskan, secara pribadi, ia menyadari Bumi Tegar Beriman masih jauh dari kata layak dalam urusan layanan dasar di bidang kesehatan. Ini mengacu pada ketersediaan tempat tidur yg ada di rumah sakit. "Menurut standar WHO itu kan untuk setiap 1000 jiwa harus ada 1 tempat tidur di RS. Sementara dalam dokumen RPJMD Pemprov Jabar, jumlah tempat tidur yang tersedia di Kabupaten Bogor itu baru 3.500 dari kebutuhan 5.965 yang harus disediakan. Kalau sekarang, katakan penduduk di Kabupaten Bogor ini sudah ada 6 juta jiwa maka kita masih memerlukan 2.500 tempat tidur lagi. Kondisi itu artinya setara dengan membangun 10 RS kelas A atau 12 RS kelas B," ungkapnya. Kang AW menjelaskan, membangun rumah sakit sebanyak itu tentu membutuhkan biaya yang amat besar. Jadi, jangan pernah menganggap sepele soal pentingnya Pemkab Bogor untuk membangun rumah sakit ini karena sangat penting dan mendesak sifatnya. "Saya kira substansi ini yang harus dipahami oleh semua stakeholder di Kabupaten Bogor. Saran saya, karena problem substantif diatas, jangan pernah berpikir untuk membatalkan pembangunan rumah sakit di Cogreg, Parung ini. Apalagi karena alasan teknis yg masih kita kompromikan," tegas Kang AW. Secara teknis, dinas terkait di Pemkab Bogor memang harus segera berkordinasi dengan BPN. Mereka juga harus melibatkan unsur dari aparat penegak hukum, baik Kejaksaan atau Kepolisian agar bisa menjadi penjamin soal pengurusan administrasi ini. Sehingga, proses pengurusan masalah dokumen yang masih berjalan tidak sampai menggagalkan pembangunan proyek penting dan strategis ini. "Saya menyarankan hal itu bukan ingin menjadi sok tahu, tapi untuk berikhtiar saja karena rasanya menjadi konyol dan keterlaluan saja kalau proyek yg secara substansi sangat penting dan strategis ini menjadi gagal karena dibajak oleh soal teknis yg lalai dilakukan di awal. Saya lihat cukup banyak kok pembangunan dilakukan padahal bisa jadi proses AMDAL-nya masih berjalan. Ini kan bisa jadi preseden, bahwa soal teknis administratif jangan sampai menggagalkan yang prinsip. Di sisi lain, Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPRD Jabar ini menilai banyak manfaat jika RSUD ini terbangun. Selain untuk memaksimalkan upaya Pemkab Bogor dalam urusan layanan dasar bidang kesehatan karena bisa menambah ketersedian tempat tidur, lapangan kerja baru akan terbuka. "Dan tentunya memaksimalkan pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang dan Cibinong karena beban okupansinya akan berkurang kalau di wilayah Bogor Utara sudah ada RSUD," tandas Kang AW. (fin)