METROPOLITAN.id - Forum Kajian Katolik Muda dan Sosial menggelar webinar soal konflik Rusia-Ukraina, Rabu (20/4). Kajian ini merupakan tindak lanjut proses konsolidasi dan motivasi Orang Muda Katolik (OMK) untuk melakukan diseminasi dan menginisiasi dialektika diskusi percaturan hubungan internasional di kalangan OMK. Diskusi kali ini mengangka tema "Kemana Sejarah Menikung: Perang Ukraina dan Masa Depan Dunia." Perang kedua negara tersebut memang menjadi perbincangan hangat kekinian di berbagai kalangan masyarakat, termasuk kelompok anak muda. Pada aras realita, konflik yang terjadi di luar negeri menyisakan pertanyaan reflektif: Mau dibawa kemana dunia ini pasca konflik berakhir? Pertanyaan ini menjadi diskusi yang menarik karena pada akhirnya akan membuka cakrawala orang muda perihal bagaimana posisi Indonesia dan orang muda itu sendiri. Pegiat Defense Heritage, Dr. Jeanne Francoise mengatakan, Ukraina pernah menjadi salah satu pembangunan sejarah. Sementara, asal-usul tentara Ukraina sendiri berasal dari petani yang belajar militer dan juga pendatang yang menetap. "Rusia masih tidak rela Ukraina menjadi negara merdeka karena masih menganggap Ukraina adalah bagian dari Rusia, ditambah Kiev pernah menjadi ibukota negara Rusia" ujar Jean. Ia pun mengajak agar melihat pola penyebab perang Rusia-Ukraina terjadi. Menurutnya, Ketika suatu negara sudah mengerti tentang apa itu defense heritage, akan punya hasrat dan kepercayaan masing-masing. "NATO seharusnya memberikan statemen apakah Ukraina akan masuk sebagai anggota atau tidak," ungkapnya. Sementara itu, Pegiat OMK, Cyprianus Lilik Krismantoro menilai bahwa Rusia sudah menyiapkan perang secara tertata dan bertahun-tahun dari segi ekonomi, pertahanan, dan persenjataan. Termasuk dalam pemilihan momentum perang di saat dunia masih krisis pandemi. "Dalam peperangan ini, minyak, gas, gandum, segi transportasi, logam, microchips menjadi faktor sangat berpengaruh dan memberi dampak dalam tekanan ekonomi dunia" kata Lilik. Ia melihat bahwa perang dingin tidak membentuk apapun. Di mana, situasi global kini semakin realis. "Dalam kondisi ini, kemandirian ekonomi nasional dan solidaritas bangsa akan menguatkan pertahanan suatu negara" terangnya. Disisi lain, Alumni Universitas Pertahanan RI, Jutan Manik mengemukakan ada dua jenis diplomasi yang bisa dilakukan dalam perang, yaitu Human Rights Diplomacy dan Security Diplomacy. "Dalam kasus ini, Rusia menggunakan Security Diplomacy dalam perang terkait keamanan pertahanan negara Rusia," beber Jutan. Jutan memaparkan, ada tiga urgensi kepentingan yang muncul, yakni pembangunan nasional, keamanan dan kestabilan negara, dan menjaga keutuhan wilayah. Bagi Jutan, posisi Indonesia dalam bersikap terhadap perang Rusia-Ukraina harus bertujuan untuk melindungi, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa, melaksanakan ketertiban dan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Indonesia dalam diplomasinya di wilayah Ukraina sudah memulangkan WNI di wilayah konflik, memberikan bantuan kemanusiaan, termasuk buat camp pengungsian. "Saya mengajak peran anak muda dalam konflik Rusia-Ukraina ini bisa membuat hastag dalam sosial media untuk membangun narasi perdamaian serta ikut berperan aktif dalam berbagai dinamika politik di luar negeri" tandasnya. (*/fin)