METROPOLITAN.id - gurame termasuk salah satu komoditas ikan air tawar favorit masyarakat di Tanah Air. Ikan dari jenis ini digemari lantaran memiliki rasa daging enak dan gurih yang dapat disajikan dalam bentuk dimasak maupun dibakar. Permintaan yang masih tinggi di pasaran, membuat bisnis ikan bernama latin Osphronemus goramy ini menjanjikan dapat mendatangkan sumber penghasilan cuan yang besar. Seperti halnya bisnis ikan gurame yang hingga sekarang dijalani oleh Ahmad Rahmasyah. Milenial yang berusia 26 tahun ini melanjutkan bisnis ikan gurame milik keluarganya dengan nama UD. Mekarsari, yang berlokasi di Kampung Babakan Indah RT 03/03, Kelurahan Harjasari, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. "Usaha ini turun temurun dari kakek yang mulai dirintis kurang lebih tahun 1996, saya sebagai generasi ketiga mulai meneruskan pada tahun 2018," katanya dikutip dari jagadtani.com, Selasa (15/11). Diceritakan, ihwal bisnis ikan air tawar tersebut awalnya dari penyediaan ikan nila dan mas untuk kolam pemancingan. Sekian waktu berjalan atau tepatnya sejak tahun 2010 disetop dan beralih untuk menyuplai gurami pada sektor Pariwisata dan juga pasar tradisional. "Iya karena melihat prospek gurami lebih besar dari hasil analisis pasar. Bogor ini kan daerah wisata, terus target market-nya restoran, hotel dan katering. Jadi rata-rata wisatawan makan di restoran itu paling diminati ikan gurame, yang kedua nila," tuturnya. Mekarsari, imbuh Ahmad, saat ini telah dapat memenuhi akan kebutuhan gurame di beberapa restoran, hotel, katering dan juga pasar tradisional di wilayah Bogor hingga perbatasan Cianjur. Sementara ikan gurame sendiri didatangkan dari wilayah Jawa Timur. "Kenapa kita ambil ke Jawa Timur karena di Jawa Barat kurang persediaannya. Dulu sebelumnya masih sekitaran Bogor saja banyak. Kemudian kebutuhan gurame semakin meningkat, persediaan di Bogor menurun nggak mencukupi pasar di Bogor, akhirnya lari ke Jawa Timur," ungkap Ahmad. Ahmad mengakui semenjak empat bulan lalu hingga sekarang penjualan gurame tengah merosot. Dari biasanya ia dapat menjual tujuh kuital per hari, sedangkan saat ini rata-rata hanya dikisaran empat kuintal per hari. "Sekarang memang lagi turun dari bulan Agustus, turun drastis sekitar empat kuintal dari awalnya tujuh kuintal per hari. Mungkin lagi ada penurunan wisatawan karena faktor krisis global, apalagi ada isu resisi di tahun 2023," katanya. Kendati demikian, Alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung ini mengatakan dalam menjalani setiap usaha harus tetap selalu bersyukur. Usaha seperti penjualan ikan gurame pastinya ada pasang surutnya. "Dalam usaha tidak selalu untung atau selalu rugi. Jadi untung Alhamdulillah, rugi juga Alhamdulillah," paparnya. "Tapi kita berusaha untuk lebih meminimalisir kerugian dari tingkat kematian ikan karena risiko dari penjualan ikan ini. Misal, datang ikan kurang bagus, sehari dua hari mati, itu rugi. Jika (ikan) masuk ukuran restoran, hotel, kita tidak terlalu rugi karena masih stabil harganya. Tetapi kalau tidak masuk ukuran, (ikan) terlalu kecil atau besar, kebanyakan diobral yang penting stok ikan mati tidak banyak, syukur-syukur jual modal," katanya. Pasalnya, terang Ahmad, ikan gurame untuk suplai pada industri Pariwisata sendiri memiliki kriteria ukuran dan berat, dari 500 gram sampai satu kilogram. Per kilogram ikan gurame di UD. Mekarsari dijual seharga Rp50.000. Selain gurame, UD. Mekarsari juga menyediakan jenis ikan air tawar lainnya, di antaranya ikan nila merah dan hitam, patin, lele, mas serta bawal. Dalam usahanya, Ahmad juga tidak hanya melayani pembelian dalam bentuk partai, namun satuan atau eceran bagi konsumen yang datang langsung ke tempat penjualan. "(Keuntungan) untuk ikan air tawar itu tidak terlalu gede, ibaratnya nggak kayak keuntungan fashion. Paling 10 persen itu kotor, paling bersihnya 5 persen sudah dipotong biaya operasional," tandasnya. (ryn)