METROPOLITAN.id - Setelah menjadi perhagian publik, PT Sayaga Wisata akhirnya buka-bukaan soal lambatnya pembangunan hotel Sayaga hingga memakan waktu dua tahun. Direktur Umum (Dirum) PT Sayaga Wisata Kabupaten Bogor, Aminudin angkat bicara mengenai persoalan yang kini terjadi antara pihaknya dengan kontraktor yang mengerjakan pembangunan Hotel Sayaga. Sayaga Wisata diketahui saat ini tengah digugat oleh PT Mirtada Sejahtera usai BUMD Kabupaten Bogor itu memutus kontrak kontraktor yang mengerjakan proyek Hotel Sayaga tersebut. Amin menjelaskan, awal kerjasama dengan PT Mirtada Sejahtera terjadi pada 8 Juli 2021 setelah proses tender dilakukan oleh pokja di bagian lelang pengadaan barang dan jasa Kabupaten Bogor. "Setelah ditunjuk sebagai pemenang tender, kontraktor harus menyelesaikan pekerjaan selama 210 hari kalender kurang lebih hingga 3 februari 2022," kata Amin. Namun target pekerjaan tersebut meleset. Kemudian Kontraktor diberikan tambahan waktu (adendum) bahkan hingga empat kali. Adendum pertama, kata Amin, tidak mengubah waktu pekerjaan dan nilai kontrak, tetapi mengubah volume. Hanya saja ada penambahan dan pengurangan. Pada adendum kedua, lanjut Amin, ada bencana banjir, dimana yang seharusnya selesai 3 Februari 2022 itu maka ada waktu perpanjangan 50 hari kerja. "Jadi yang seharusnya 3 Februari jadi mundur ke 24 Maret, lalu dari Maret tersebut proses pekerjaan yang kita amati masih banyak kendala-kendala di lapangan yang merupakan kendala dari PPK dan kajian para pihak perlu dilakukan adendum ketiga," jelasnya. Di adendum ketiga ini, sudah masuk ke perubahan waktu dan perubahan biaya yang semula Rp39 Miliar menjadi Rp40,5 Miliar. "Dari penambahan biaya ini sebenarnya sudah muncul penambahan biaya sebab, ada penamban dan kurang spek bangunan. Terlebih di adendum ketiga ini ada Pemberian Masa Kesempatan atau (PMK) selama 90 hari dan itu ada denda 1 permil dikali jumlah proyek atau sekitar Rp40juta sehari sesuai dengan rujukan dari aturan yang berlaku dan kesepakatan kedua belah pihak," tutur Amin. Tak sampai disitu, kontraktor juga kemudian mendapatkan waktu tambahan selama 10 hari kerja karena ada potongan hari libur lebaran. "Pemberian kesempatan itu diberikan dengan segala pertimbangan, karena pada Maret saja progres pekerjaan sudah 87 persen. Sehingga PPK berpikir pengerjaan 13 persen sisanya dapat diselesaikan dari PMK selama 90 hari kerja. Tapi dari Maret lalu ditambah 90 hari kerja pada 22 Juni atau 2 Juli itu harus selesai. Namun sampai batas waktu pekerjaan masih tak kunjung selesai," kata Amin. Amin juga mengaku jika pihaknya telah meminta kontraktor untuk melakukan opname yang dimana ada hasil pada 11 Juli pekerjaan mereka menurut Manajemen Kontruksi (MK) 91 persen. Hasil opname MK ini juga melibatkan kontraktor dan dari PT Sayaga Wisata. "Disaat yang sama kami juga diminta deadline untuk menyampaikan kepada pihak asuransi, bahwa ada jaminan pelaksanaan dan uang muka yang harus diklaim dengan ada batasan waktu. Kalau itu tidak selesai maka itu harus di klaim," terangnya. Akhir di 11 Juli sampai 20 Juli, pihaknya kemudian bertemu dengan pihak kontraktor dan asuransi untuk menyampaikan persoalan ini. "Dan pada 20 juli kami dengan segala macam pertimbangan kami sampaikan bahwa ini terjadi, ada pemutusan kontrak dengan progres 91 persen," jelas Amin. Dalam kondisi tersebut, menurutnya, PT Sayaga Wisata juga membutuhkan opini lainnya untuk audit kewajiban para pihak. "Karena kami bermitra dengan BPKP perwakilan Jawa Barat maka kami minta BPKP untuk mereview hasil pekerjaan ini termasuk hak kami berapa dan hak mereka berapa, termasuk hasil apakah 91 persen ini sudah sesuai," ungkap Amin. Lalu BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) dibantu tim ahli turun ke lapangan untuk mengecek hasil pekerjaanya dan akhirnya didapatkan progres final versi BPKP yang juga saat melakukan pengecekan mengundang PT Mirtada Sejahtera dan MK dapatlah hasi 88,767 persen, dimana ada selisih dengan pengecekan yang sebelumnya dilakukan oleh MK. Dengan kondisi itu, kemudian hasil pengecekan BPKP pun akhirnya ditandatangani oleh MK atau pengawas lalu pihak kontraktor tidak mau tanda tangan. "Hasil pekerjaan ini menurut LHP BPKP 88,767 persen. Dan itu menjadi acuan kami untuk melanjutkan, sehingga ada pekerjaan lagi nantinya sekitar 11 persenan. Sekarang kami sedang mempersiapkan dan kami juga sudah berkonsultasi kepada LKPP. Ada tiga pertanyaan terkait sisa pekerjaan pakai HPS lama atau baru. Dan kalau yang lama berarti apa adanya, kalau yang baru berarti kita sudah menghitungkan eskalasi harga baru. Lalu PL atau lelang, dan yang ketiga masalah blacklist," kata Amin. Dengan kondisi tersebut, berdasarkan arahan dari LKPP, maka PT Sayaga Wisata diberikan kewenangan untuk memilih pemenang cadangan atau meminta bantuan pokja untuk menunjuk perusahaan yang dianggap mampu. "Rencananya kita akan PL dengan nilai proyek sekitar Rp5 Miliar. Sisa pekerjaan itu mekanikal elektrikal plamping," ungkapnya. (mam)