METROPOLITAN.id - Buat sebagian orang, vape atau rokok elektrik jadi solusi untuk berhenti merokok konvensional atau batangan.
Padahal dari beberapa penelitan para ahli kesehatan, efek rokok elektrik tidaklah lebih ringan dibandingkan rokok konvensional. Efeknya pun tidak hanya bagi perokok aktif, namun juga bagi orang-orang disekitar yang sama-sama merugikan dan bisa menimbulkan gangguan pernapasan.
Orang yang terpapar uap vape atau rokok elektrik bisa mengalami risiko layaknya perokok pasif dari rokok konvensional.
“Kalau rokok biasa dikatakan menimbulkan asap, asapnya kemana-mana. Jadi orang di sekitarnya juga berisiko terpapar, terekspos asap,” kata Spesialis paru RS Persahabatan dan Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr Erlina Burhan, SpP(K) dr Erlina, 14 Januari 2023.
Menurut dia, rokok elektrik atau vape dibakar menghasilkan uap atau aerosol yang menyebar, sehingga sama saja. “Orang di sekitarnya kita anggap pasif atau secondhand smoker karena terekspos uap yang ditimbulkan,” tukas dr Erlina.
Pada awalnya, kata dia, rokok elektrik dan vape diciptakan sebagai alat transisi untuk para perokok aktif berhenti merokok. Sebab kandungan nikotin lebih rendah dibandingkan rokok konvensional.
Realitanya, pengguna rokok elektrik tetap menghisap terus-menerus sehingga nikotin yang masuk ke tubuh kadarnya sama saja layaknya dari rokok konvensional. “Didesain seperti itu tapi pada kenyataannya justru banyak gagalnya.
Orang malah kecanduan juga dengan cara-caranya bahkan justru lebih sering menghisapnya. Sebagian tidak bisa meninggalkan rokok konvensional malah pakai dua-duanya. Itulah yang dikatakan e-cigar atau vape ini gagal dipakai sebagai alat untuk berhenti merokok,” tukasnya.
Penelitian lain menyebut bahwa lebih dari sama dengan 30 hisapan itu nikotin yang dihantarkan itu sama dengan jumlahnya dengan satu batang rokok.
Memang kadarnya rendah tapi pada kenyataannya ternyata orang terjebak dengan kata-kata kadar nikotin dan zat-zat kimia menjadi lebih rendah. “Jadi memang sama-sama menimbulkan kecanduan juga,” pungkas dr Erlina. (net/ryn)