METROPOLITAN – Transportasi, menjadi salah satu tema besar dalam pertemuan Borderline Economic Summit (BES) di Hotel Royal Tulip, Gunung Geulis, Kabupaten Bogor, kemarin. Terbukti, dari delapan konsen pembahasan yang dikupas oleh 12 kepala daearah itu, lima diantaranya menjelaskan tentang transportasi. Diantaranya, pembangunan jalan poros tengah timur, pengembangan Transit Oriented Development (TOD) pada simpul Lintas Rel Terpadu (LRT), pengembangan TOD pada simpul Kereta Api, jalur khusus tambang, pengembangan Twin Geopark Pongkor-Ciletuh, hingga pembahasan soal penghubung Tol Cimanggis-Cibitung, menjadi sejumlah fokus pembahasan di acara itu. Direktur Prasarana BPTJ Edy Nursalam mengatakan, secara garis besar, kondisi transportasi di Jawa Barat, khususnya 12 kota dan kabupaten yang tergabung dalam BES ini, kondisinya memprihatinkan. "Transportasi kita ini sedang sakit. Kenapa saya katakan sakit, karna salah satu indikatornya adalah macet akut yang sering terjadi di kawasan kita. contoh kecilnya kawasan Puncak," kata Edy dalam paparannya, kemarin. Menurutnya penyebab kemacetan tak hanya terjadi lantaran eksisting jalan di suatu wilayah. Tapi tingginya masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi ketimbang angkutan massal. Obat macet juga bukan semata-mata hanya dengan memperluas kondisi jalan, maupun dengan membangun jalan baru di suatu wilayah. Meningkatkan minat masyarakat menggunakan kendaraan umum, dan menekan penggunaan kendaraan pribadi, merupakan solusi kongkrit dalam menekan kemacetan yang ada. Berdasarkan data yang ada pada pihaknya, sekitar 82 persen masyarakat yang ada di 12 daerah ini, lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi ketimbang angkutan massal. "Ini tentu menjadi PR kita bersama. Kita harus bisa menekan minimal menjadi 60 persen. Saat pengguna angkutan umum mencapai angka 40, persen saya yakin kemacetan parah tidak akan terjadi," paparnya. Tak hanya itu, memaksa maksyarakat memilih angkutan massal ketimbang kendaraan pribadi, juga mesti dilakukan melalui program nyata, bukan hanya sebatas wacana. Salah satunya dengan mengembangkan TOD dan memperbaiki kualitas pelayanan angkutan massal yang ada. Jika kualitas transportasi publik berada diatas rata-rata, bukan tidak mungkin masyarakat akan berbondong-bondong menggunakan transportasi massal. Seperti yang saat ini terjadi pada LRT Jakarta. "TOD ini adalah cara terbaik, dimana kita mengawinkan tata ruang dengan transportasi. Kita juga harus mampu meningkatkan kualitas pelayanan pada angkutan massal yang ada. Entah itu dari pelayanan, kualitas, maupun lain sebagainya. Jadi kita harus menggiring dan memaksa, sehingga masyarakat terbiasa menggunakan kendaraan umum, dan ujungnya pada berkurangnya kendaraan pribadi di jalan raya kita," bebernya. Tak hanya itu, Edy menilai secara umum 12 daerah yang ada di BES ini sudah memiliki modal dan pondasi kuat untuk mewujudkan itu semua. Lantaran ke 12 daerah ini sudah dilintasi kereta api, yang merupakan salah satu transportasi paling diminati masyarakat. Tak bisa dipungkiri pengembangan TOD di sejumlah daerah amat perlu dilakukan, hal ini merupakan langkah awal jika suatu daerah ingin maju dari segi transportasinya. Bahkan Edy juga menghimbau agar sejumlah daerah sesegera mungkin menggandeng investor untuk wujudkan hal ini. "Kami juga menghimbau kepada daerah lain agar segera menggandeng investor, untuk melakukan transportasi berbasis rel dan mengembangan TOD. Kami juga menghimbau agar stasiun dikembangkan menjadi TOD. Kepada seluruh daerah jangan biarkan ada pembangunan apartemen di sembarang tempat, tapi coba digiring pembangunannya agar lebih kepada TOD. Kami juga minta agara pembangunan apartemen harus didukung oleh transportasi berbasis angkutan masal," pintanya. Sementara itu, Bupati Bogor Ade Yasin menjelaskan, Kabupaten Bogor saat ini terus berupaya mendorong pembangunan kawasan yang berorientasi transit (TOD) di wilayah berbatasan sebagai bentuk intensifikasi pembangunan dan optimalisasi pergerakan transportasi. Orientasi pembangunan ini dilakukan di sepanjang Jalur LRT Cibubur –Bogor yang mulai akan dibangun tahun 2020 dan terhubung dengan jalur Loop Line Bogor. Secara umum, ada dua TOD yang akan dikembangkan di Kabupaten Bogor. Diantaranya TOD Cibanon dan Sentul. TOD Cibanon sendiri rencanayanya bakal berada di akses bukaan baru toljagorawi pada km 42,5 yang kedepannya akan menjadi simpul pergantian moda transportasi menuju kawasanPuncak. Pergantian moda transportasi ke kawasan ini dapat berupa bis pariwisata, mono rel atau kereta gantung. Selain sebagai simpul transportasi ke kawasan Puncak, kawasan ini juga bakal terhubung dengan akses masukal ternatif ke Kota Bogor. “Kalau TOD Sentul, nanti adanya pada pintu akses Sirkuit Sentul. Kawasan ini diharapkan akan menjadi CBD baru yang intensif melalui pembangunan hunian vertikal, pusat perbelanjaan, hotel dan convention center,” bebernya. Sementara itu, Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappedalitbang) Kabupaten Bogor, Irma Lestiana, membenarkan hal tersebut. Meski begitu, ia juga belum bisa memastikan moda transportasi apa yang bakal digunakan. Irma menuturkan, secara umum adanya TOD lantaran lahirnya konsep LRT ke kawasan Puncak. Pihaknya hanya meminta dan mengusulkan agar LRT masuk Desa Cibanon, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Pengajuan tersebut demi meminimalisasi banyaknya kendaraan pribadi yang masuk Puncak. “Ini kan sebenarnya konsep yang ada di BPTJ. Tapi kita mencoba mengusulkan untuk terus hingga ke arah Cibanon agar ada pergantian moda transportasi. Jadi kita memberikan opsi dan penawaran kepada para pengunjung. Dari yang semula menggunakan kendaraan pribadi, menggunakan moda transportasi umum seperti LRT, bus atau konsep moda transportasi lainnya,” bebernya. Meski begitu, Irma juga mengaku belum mengetahui pasti moda transportasi apa yang kiranya cocok masuk Puncak, Bogor, lantaran masih dalam kajian. Bahkan, konsep itu juga belum masuk Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RT RW) Kabupaten Bogor, juga belum masuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) lantaran rencananya, program ini bakal bersumber dana dari pemerintah pusat. Menurutnya, pemerintah harus sesegera munkin mencarikan solusi konkrit untuk permasalahan ini. Terlebih setiap akhir pekan, kemacetan dan antrian kendaraan hampir mewarnai di sepanjang Jalur Puncak Bogor. “Memang kalau melihat saat ini, kita memerlukan moda transportasi terbaru untuk wilayah Puncak, tapi kita belum bisa tentukan moda transportasi apa yang cocok karna masih dalam pembahasan,” tandasnya. (ogi/c/mam)