Selain memiliki risiko tinggi saat menangani pasien virus corona atau Covid-19, paramedis rupanya kerap mendapatkan stigma negatif. Para perawat atau dokter seakan mendapat sanksi sosial dari masyarakat di sekitar lingkungannya, dari dijauhi hingga tak diterima kehadirannya. BAHKAN keluarga paramedis pun mendapat perlakuan yang sama. Seperti yang diungkapkan Firly Febriana, stigma negatif dari masyarakat sekitar yang timbul akibat dirinya berprofesi sebagai perawat pasien Covid-19 di RSUD Cibinong. Secara terbuka memang tidak terasa, namun ketika anaknya keluar untuk bermain, warga sekitar langsung menjauh dan menjaga jarak. Firly tentu mengaku sedih atas adanya pandangan negatif dari warga sekitar yang menyasar anaknya. Awalnya Firly menceritakan alasan memilih tidak pulang ke rumah. Pertama, Firly mengaku takut ada kemungkinan keluarganya tertular Covid-19. ”Kita nggak tahu virus itu tetap ada di tubuh kita atau tidak. Walaupun kita telah menjaga semaksimal mungkin. Sebelum pulang, kita mandi. Sampai rumah, kita mandi, kita ganti baju,” ujarnya. ”Tapi kita nggak tahu virus itu ikut atau nggak sama kita. Saya menjaga karena anak saya masih kecil. Kita juga nggak tahu imunitas di lingkungan keluarga bagus atau tidak,” sambung Firly. Selain karena alasan kesehatan, adanya pandangan negatif dari warga sekitar juga menjadi alasan Firly menghindari pulang ke rumah. ”Dan ada juga beberapa stigma yang saat ini saya yakin ada beberapa orang yang mengalami,” imbuh Firly. Firly bercerita, bullying secara nyata memang tidak terjadi. Namun dirinya merasakan anak-anaknya telah dikucilkan secara tidak langsung oleh warga di sekitar kediamannya. ”Kalau ke saya langsung nggak, cuma ke keluarga saya,” katanya. ”Di lingkungan sekitar, walaupun tidak secara langsung dibicarakan, tapi kita mengerti dari perilakunya. Saya menjaga perasaan keluarga saya, makanya saya memilih untuk tidak pulang,” tambahnya. Ia menjelaskan bagaimana anak-anaknya kini dijauhi masyarakat setempat. ”Salah satunya, pokoknya kalau anak saya keluar, yang lain masuk,” tutur Firly. Firly merasa sedih atas adanya perlakuan masyarakat terhadap anaknya. Saat anaknya sedang bermain di luar, tiba-tiba langsung tutup pintu saja. ”Saya diceritakan sama ibu, saya sedih. Ini kan juga bukan mau kita, tapi tugas-tugas dan kewajiban saya,” tandasnya. Senada dengan salah seorang perawat di Rumah Sakit Pusat Infeksi atau RSPI Sulianti Saroso, Nurdiansyah. Ia mengaku sudah lama tidak pulang karena khawatir dengan keluarga yang mendapatkan stigma negatif dari masyarakat. Ia hanya bisa menahan kerinduan kepada keluarga. ”Jujur saya sudah sebulan lebih tidak bertemu dengan orang tua. Saya khawatir, karena banyak tetangga yang suka nanya-nanyain,” ujar Nurdiansyah. Ia mengimbau agar seluruh lapisan masyarakat dapat terlibat aktif mencegah penularan Covid-19. Ia mengatakan, upaya penanganan wabah corona tidak dapat hanya dilakukan pemerintah, tetapi juga peran serta masyarakat. Di antaranya dapat dilakukan dengan mengikuti anjuran serta aturan yang sudah ditetapkan. ”Tolong lakukan pencegahan. Satu-satunya solusi Covid-19 adalah pencegahan. Jadilah garda terdepan, karena garda terdepan adalah masyarakat, yang artinya kita semua,” ungkapnya. (tib/mam/run) 1