Sabtu, 25 Maret 2023

Miris! Paramedis Malah Diganjar Stigma Negatif

- Senin, 20 April 2020 | 11:04 WIB

Selain memiliki risiko tinggi saat menangani pasien virus corona atau Covid-19, paramedis rupanya kerap mendapatkan stigma negatif. Para perawat atau dokter seakan mendapat sanksi sosial dari masyarakat di sekitar lingkungannya, dari dijauhi hingga tak diterima kehadirannya. BAHKAN keluarga paramedis pun mendapat perlakuan yang sama. Seperti yang diungkapkan Firly Febriana, stigma negatif dari masyarakat sekitar yang timbul akibat dirinya berprofesi sebagai perawat pasien Covid-19 di RSUD Cibinong.­ Secara terbuka memang tidak terasa, namun ketika anaknya keluar untuk bermain, warga sekitar langsung men­jauh dan menjaga jarak. Firly tentu mengaku sedih atas adanya pandangan negatif dari warga sekitar yang me­nyasar anaknya. Awalnya Firly menceritakan alasan memilih tidak pulang ke rumah. Pertama, Firly mengaku takut ada kemun­gkinan keluarganya tertular Covid-19. ”Kita nggak tahu virus itu tetap ada di tubuh kita atau tidak. Walaupun kita telah menjaga semaksimal mungkin. Sebelum pulang, kita mandi. Sampai rumah, kita mandi, kita ganti baju,” ujarnya. ”Tapi kita nggak tahu virus itu ikut atau nggak sama kita. Saya menjaga karena anak saya masih kecil. Kita juga nggak tahu imunitas di ling­kungan keluarga bagus atau tidak,” sambung Firly. Selain karena alasan kese­hatan, adanya pandangan negatif dari warga sekitar juga menjadi alasan Firly menghindari pulang ke rumah. ”Dan ada juga beberapa stig­ma yang saat ini saya yakin ada beberapa orang yang mengalami,” imbuh Firly. Firly bercerita, bullying se­cara nyata memang tidak terjadi. Namun dirinya me­rasakan anak-anaknya telah dikucilkan secara tidak langs­ung oleh warga di sekitar ke­diamannya. ”Kalau ke saya langsung nggak, cuma ke keluarga saya,” katanya. ”Di lingkungan sekitar, walau­pun tidak secara langsung dibicarakan, tapi kita menger­ti dari perilakunya. Saya men­jaga perasaan keluarga saya, makanya saya memilih untuk tidak pulang,” tambahnya. Ia menjelaskan bagaimana anak-anaknya kini dijauhi masyarakat setempat. ”Salah satunya, pokoknya kalau anak saya keluar, yang lain masuk,” tutur Firly. Firly merasa sedih atas adanya perlakuan masy­arakat terhadap anaknya. Saat anaknya sedang bermain di luar, tiba-tiba langsung tutup pintu saja. ”Saya diceritakan sama ibu, saya sedih. Ini kan juga bukan mau kita, tapi tugas-tugas dan kewajiban saya,” tandasnya. Senada dengan salah seorang perawat di Rumah Sakit Pusat Infeksi atau RSPI Sulianti Sa­roso, Nurdiansyah. Ia menga­ku sudah lama tidak pulang karena khawatir dengan kelu­arga yang mendapatkan stigma negatif dari masyara­kat. Ia hanya bisa menahan kerinduan kepada keluarga. ”Jujur saya sudah sebulan lebih tidak bertemu dengan orang tua. Saya khawatir, ka­rena banyak tetangga yang suka nanya-nanyain,” ujar Nurdiansyah. Ia mengimbau agar seluruh lapisan masyarakat dapat terlibat aktif mencegah pe­nularan Covid-19. Ia menga­takan, upaya penanganan wabah corona tidak dapat hanya dilakukan pemerintah, tetapi juga peran serta masy­arakat. Di antaranya dapat dilakukan dengan mengikuti anjuran serta aturan yang sudah ditetapkan. ”Tolong lakukan pencegahan. Satu-satunya solusi Covid-19 adalah pencegahan. Jadilah garda terdepan, karena garda terdepan adalah masyarakat, yang artinya kita semua,” ung­kapnya. (tib/mam/run) 1

Editor: admin metro

Tags

Terkini

X