METROPOLITAN - Rencana program vaksinasi yang bakal dilakukan pemerintah pusat pada November nanti menuai pro-kontra. Kekhawatiran muncul perihal keamanan dari vaksin corona itu. Pasalnya, ditemukan seorang sukarelawan uji coba vaksin Covid-19 di Brasil yang meninggal dunia setelah diberi pengebal imun tersebut. Dikutip dari The Guardian, relawan yang meninggal dilaporkan bernama Dr Joao Pedro Feitosa. Ia merupakan petugas medis berusia 28 tahun yang merawat pasien Covid-19 di Brasil. Ia meninggal setelah menjadi relawan uji klinis vaksin Covid-19 AstraZeneca. Atas kejadian itu, anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta proses pengadaan vaksin corona di Indonesia harus dibuat transparan. ”Semua prosesnya harus transparan. Kalau dikatakan sudah dilakukan uji klinis fase tiga di beberapa negara dan sudah ada izin penggunaan darurat (emergency use authorization), maka harus ditunjukkan hasil datanya agar mampu menjawab kekhawatiran masyarakat,” kata Netty. Netty menilai saat ini publik mulai khawatir perihal keamanan dari vaksin corona. Ia pun meminta pemerintah tidak memberikan vaksin yang masih ’setengah jadi’ kepada masyarakat. ”Karena saat ini di masyarakat isunya menjadi liar, aman atau tidaknya vaksin ini. Jangan sampai vaksin yang diberikan masih ‘setengah jadi’, ini akan membahayakan penduduk,” ujarnya. Di sisi lain, persoalan program vaksinasi juga dikeluhkan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI). Mereka bahkan sampai menyurati Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putrantoterkait program vaksinasi virus corona(Covid-19). IDI meminta program vaksinasi corona tidak dilakukan tergesa-gesa. Hal itu disampaikan IDI dalam sebuah surat yang ditandatangani Ketua Umum PB IDI dr Daeng M Faqih. Surat itu diunggah di akun Twitter resmi PB IDI, Kamis (22/10). Tembusan surat itu juga ditujukan kepada ketua Satgas Penanganan Covid-19 hingga kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Poin yang disampaikan dalam surat itu adalah IDI menyebut ada syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam pemilihan jenis vaksin yang akan disediakan. Syarat itu meliputi vaksin sudah terbukti efektivitas, imunogenitas serta keamanannya dengan dibuktikan hasil yang baik melalui uji klinik fase ketiga yang sudah dipublikasikan. Kemudian dalam situasi pandemi ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkenankan pembuatan dan penyediaan obat atau vaksin dapat dilakukan melalui proses Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin Covid-19 kepada lembaga yang memiliki otoritas. Di Indonesia, lembaga yang dimaksud adalah BPOM. Lalu dalam program vaksinasi perlu juga diperhatikan rekomendasi dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dan Strategic Advisory Group of Experts on Immunization of The World Health Organization (SAGE WHO). IDI sekali lagi menekankan program vaksinasi memerlukan persiapan yang baik. Menanggapi hal itu, Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional(KPCPEN), Airlangga Hartarto, menyatakan IDI dilibatkan dalam program vaksinasi virus corona(Covid-19). Pemerintah juga bekerja sama dengan lembaga terkait vaksinasi di Indonesia. Airlangga juga menegaskan waktu dimulainya vaksinasi coronaharus menunggu sertifikasi dari BPOM. Jika izin vaksinasi dari BPOM sudah diberikan, pemerintah selanjutnya akan memperhatikan kesiapan fasilitas untuk vaksinasi. Airlangga menegaskan pemerintah mengutamakan keselamatan warga yang akan divaksin. Kementerian Kesehatan sebelumnya menyebut rencana suntik vaksin corona akan dimulai pada November 2020. Airlangga sekali lagi menegaskan vaksinasi baru akan dimulai jika sudah ada sertifikasi dari BPOM. ”Jadi ini adalah persiapan, menunggu hasil clinical trial dari proses di Badan POM,” ujarnya. Ketakutan program vaksinasi juga dirasakan warga Kota dan Kabupaten Bogor. Menyikapi itu, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim merasa tidak yakin ada warga yang menolak divaksinasi. ”Kita sih intinya ini demi kebaikan, dan saya nggak yakin orang nggak mau divaksin. Saat ini masyarakat sudah cerdas dan pintar. Kalau yang nggak pintar itu kan yang bikin hoaks. Kalau manusia mau divaksin, itu kan supaya nggak kena Covid,” kata Dedie. ”Ya nggak mungkin lah mereka nolak. Itu yang nolak mungkin takut disuntik saja, bukan karena takut vaksinnya. Kalau vaksinnya bisa ditelan, pasti ditelan. Kalau takut ya itu takut karena disuntik, bukan karena vaksinnya,” sambungnya. Soal adanya warga yang meninggal karena vaksinasi, Dedi mempertanyakan vaksinasi yang diberikan kepada orang tersebut. ”Itu vaksin apa? Harus uji medis dan uji klinis terlebih dahulu. Itu kan yang meninggal uji klinis, bukan vaksin finalis, kan beda,” ucapnya. Adapun, sambungnya, vaksinasi sekarang prosesnya masih berlangsung. Jadi tahapan yang sekarang masih dalam tahapan uji klinis. Apalagi uji klinis itu terdapat surat berkontrak. ”Misalkan saya mau sukarela sebagai orang yang diuji coba vaksin, terus di sana kan ada klausul. Dan kalau berakibat fatal, tanggung sendiri. Namanya juga uji coba vaksin,” ujarnya. Terpisah, Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Bogor Irwan menuturkan, soal warga yang diperkirakan menolak vaksinasi, pihaknya dalam hal ini akan lebih menyosialisasikan kepada orang-orang yang diprioritaskan. ”Akan kami lebih sosialisasikan. Karena vaksinasi ini baik. Adapun adanya informasi adanya warga yang meninggal di luar negeri karena vaksin, informasi itu belum bisa ditetapkan secara pasti,” tuntasnya. (dtk/yos/c/rez/run)