METROPOLITAN - Suara para santri yang sedang mengaji, bersahut-sahutan. Lantunan ayat suci Alquran sudah terdengar bingar saat menginjakkan kaki di Pondok Pesantren (Ponpes) Riyadhul Huda. Ponpes modern milik almarhum Kiai Muhammad Yasien Moeqoddar itu sudah tersohor di Kecamatan Gunungputri. Kamis (21/10) siang, seluruh santri sudah beraktivitas normal. Ada yang menghafal ayat Alquran, beberapa ada yang mengaji di masjid. Bahkan, ada pula yang sibuk membersihkan halaman pesantren. Menelusuri lebih dalam, ponpes yang sudah berusia 25 tahun itu memiliki sembilan kobong laki-laki dan lima untuk perempuan. Setiap kobongnya diisi 30–35 orang. Ponpes yang berada di Kampung Babakan, Desa Ciangsana, itu juga memberi pendidikan umum kepada para santrinya. ”Anak-anak di sini akan mengenyam enam tahun sekolah untuk menerima ijazah lulusan pesantren tersebut. Kita menyebutnya muadallah atau persamaan. Setara dengan sanawiyah dan aliyah,” tutur Ahmad Fadhlu Ar Robbani, putra sekaligus penerus almarhum Kiai Muhammad. Berdiri di atas lahan seluas 7.000 meter persegi, Ponpes Riyadhul Huda sudah turun-temurun mencetak generasi islami. Saat ini, tercatat ada 400 santri yang mondok. Mereka berasal dari berbagai daerah. ”Sebanyak 400 itu terdiri dari santri laki laki 200 orang dan santri perempuan 200 orang,” kata Ahmad. Berbeda dengan pesantren tradisional. Pesantren Riyadhul Huda juga membuka minat dan bakat tiap santri lewat kegiatan ekstrakurikuler. Setiap harinya, para santri sudah diajarkan disiplin, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Pukul 03:30 WIB, sebelum azan Subuh berkumandang, mereka sudah harus bangun untuk salat Tahajud. Sampai Subuh berjamaah dan dilanjutkan pelajaran lain. “Untuk pelajaran di kelas, kami mulai jam 07:00 WIB,” kata Ahmad. Meski seluruh aktivitas di ponpes sudah normal, ada yang belum bisa terwujud karena terbentur pandemi. Yakni tradisi pawai santri untuk menyambut perayaan Hari Santri yang jatuh pada hari ini. Biasanya, sebelum dilanda pandemi Covid-19, anak-anak Pesantren Riyadhul Huda akan melakukan pawai obor bagi santri laki-laki, tepat di malam hari sebelum perayaan Hari Santri tiba. Esoknya, mereka akan melakukan pawai bersama-sama menuju Masjid Darussalam Kota Wisata untuk melakukan silaturahmi dengan para santri dari pesantren lainnya. ”Itu akan rutin dilakukan setiap tahunnya. Tapi karena pandemi, semua terhenti. Kegiatan kita di Hari Santri sekarang ini hanya di pondok saja, mengikuti anjuran pemerintah,” ujarnya. Sementara itu, salah seorang santri yang kini duduk di kelas lima atau setara dengan kelas sebelas Aliyah, Zahra Qurrota A’yuni Zain, mengaku ingin aktivitasnya dalam menyambut Hari Santri bisa kembali seperti dulu. ”Iya kangen banget, bisa kumpul sama teman-teman di luar pesantren. Ya kurang lebih seperti silaturahmi,” ungkap perempuan 16 tahun itu. Berbeda dengan Armas Sulton Fauzi. Ia yang bercita-cita menjadi seorang dokter itu tetap optimis pandemi Covid-19 ini segera berakhir. Ia yang tergabung dalam kepengurusan Ikatan Santri (Iksada) Pesantren Riyadhul Huda dalam dua tahun terakhir ini selalu berkegiatan positif dalam menyambut Hari Santri. ”Saya pasti kumpulkan anak-anak kita mengaji bersama. Karena perayaan Hari Santri tidak melulu soal pawai-pawaian,” ungkap Fauzi yang tak lepas mengenakan kopiah putihnya. Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Rudy Susmanto, menilai peringatan Hari Santri setiap 22 Oktober bisa dijadikan momentum menjaga nilai-nilai luhur pendidikan. Menurut Rudy, santri adalah simbol manusia Indonesia yang gigih menuntut ilmu, berakhlak mulia, dan berjiwa nasionalisme. “Saya berpendapat nilai-nilai kebaikan yang ada pada santri bisa ditularkan kepada murid di lembaga pendidikan reguler kita,” ujar Rudy, Kamis (21/10). Politisi Gerindra itu berharap sektor pendidikan reguler meniru cara yang ditempuh ponpes dalam menumbuhkan nasionalisme kepada siswa. Bagi Rudy, pendidikan karakter yang diajarkan kiai kepada santri bukan hanya berorientasi pada akhlak individual dan akhlak sosial, tetapi juga akhlak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. “Pendidikan karakter menjadi hal yang lebih utama dibanding pengajaran ilmu pengetahuan. Karena itu, peranan lembaga pendidikan sangat dibutuhkan untuk mencetak generasi yang pintar dan berkarakter, juga cinta kepada tanah airnya,” ungkapnya. (far/fin/feb/run)