Melihat peluang bisnis di sektor pertanian dan kuliner cukup menjanjikan, membuat Helmi Nurjamil, seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), rela mengundurkan diri dari tempat kerjanya. PRIA 32 tahun itu fokus mengembangkan bisnisnya. Usahanya tersebut memiliki jargon Petani Jamur milenial kini terus berkembang dan beromzet mulai Rp700 juta hingga Rp1 miliar. ”Omzet sekarang kita di angka Rp700 juta sampai Rp1 miliar per bulan untuk semua produk,” katanya. Helmi mengungkap bisnisnya ini memang diisi dan diolah anak-anak muda Total karyawannya kini 50 orang. Awal mula akhirnya ia tertarik dengan pertanian jamur saat dirinya masih menjadi PNS, dan melihat agrobisnis di Indonesia ini mulai menurun dan ancamannya banyak negara yang menjadi pesaing baru. Padahal, potensi agrobisnis di Indonesia ini sangat menjanjikan. ”Dari situ saya berpikir potensi agro ini kalau dibiarkan bukan generasi muda yang pegang alhasil semua di komoditas, kita hanya jadi market saja. Sementara di pebisnis itu malah orang orang luar,” terangnya. Hingga akhirnya Helmi mencari komoditas apa yang memiliki risiko rendah tetapi sisi demand-nya masih besar, serta belum ada perusahaan yang melirik. ”Akhirnya saya dikenalkan dengan salah satu kawan saya yang sudah main jamur, katanya ’jamur tiram saja’ karena pertimbangnnya jamur tiram ini nggak ada istilah gagal panen. Karena panennya setiap hari, adanya gimana panen mencapai target. Kalau panen setiap hari kan jadi seperti dicicil,” ungkapnya. Pada 2018, ia mulai mencoba-coba untuk budi daya jamur. Kala itu dimulai dalam satu kumbung budi daya kurang lebih ada 5.000 baglog. Katanya, saat dicoba ternyata benar panennya setiap hari. Helmi sendiri fokus ke jamur tiram. ”Saya itu masih jadi ASN juga sambil kerja. Sebelumnya juga pernah bisnis budi daya ikan tapi karena nggak fokus jadi bangkrut nggak bisa bertahan,” tuturnya. Melihat kuantiti dan profitnya yang meningkat, Helmi mencoba untuk berkolaborasi. Tetapi bukan hanya untuk budi daya jamur saja, dia akhirnya mencoba untuk bikin produksi bibir sendiri. ”Kalau di jamur namanya produksi baglog, baglog ini kita bikin sendiri sempat merasakan kegagalan juga tetapi akhirnya bisa,” jelasnya. Karena melihat potensi dari pertanian jamur ini menjanjikan, tahun 2020 Helmi memutuskan untuk resign dari sebelumnya ASN di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Helmi memiliki fokus dalam bisnisnya. ”Kalau saya nggak resign ini nggak sekencang sekarang. Selain terbagi dua, kalau masih jadi ASN saya masih ada opsi. Artinya mindset saya gagal saya masih aman. Kalau sekarang kan pikiran akhirnya gimana caranya selain berhasil,” ungkapnya. Saat ini, omzet dari Jamur Halwa ini sudah mencapai Rp1 miliar per bulannya. Distribusi jamurnya pun sudah ke seluruh Indonesia.Helmi pun bercita-cita ingin bisa ekspor ke luar negeri. Namun, bukan dalam bentuk jamur fresh melainkan bahan olahan jamur seperti tepung. ”Memang sudah ada target, karena ada permintaan dari Kanada dan Australia untuk tepung jamur. Tetapi kapasitasnya minimal 10 ton sedangkan kemampuan kita belum mencapai itu,” jelasnya. Selain itu, Helmi juga ingin budi daya jamur ini go digital. Jadi dalam penghitungan kelembapan jamur, jumlah panen, bisa dilihat hanya di handphone saja. Dengan begitu pengembangan budi daya Jamur Halwa bisa hingga keluar kota. (dtk/mam/run)