Kamis, 30 Maret 2023

BPNT Di Bogor Masih 'Dipotong', Warga Dipaksa Beli Paket Sembako Rp200 Ribu

- Senin, 7 Maret 2022 | 10:40 WIB

Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) akhirnya cair. Pencairan bantuan sosial (bansos) itu diberikan langsung untuk tiga bulan terakhir senilai Rp600 ribu. Namun, uang tersebut dipotong petugas untuk membayar paket sembako Rp200 ribu. PULUHAN warga Kelurahan Mekarwangi, Kecamatan Tanahsareal, yang masuk daf­tar Keluarga Penerima Man­faat (KPM), mengaku kesal karena dipaksa membeli pa­ket sembako senilai Rp200 ribu yang sudah disediakan petugas penyaluran. Informasi yang dihimpun Metropolitan, kejadian itu bermula saat Kelurahan Me­karwangi menyalurkan BPNT periode Januari hingga Maret 2022 senilai Rp600 ribu bagi KPM gelombang kedua di kantor kelurahan pada Kamis (3/3). Selama proses penyalu­ran yang diberikan perwaki­lan Kantor Pos, tidak ada persoalan berarti. KPM me­nerima uang tunai senilai Rp600 ribu. Namun, setelah tanda tangan dan menerima uang tersebut, warga yang hendak pulang dipanggil pihak pengelola penyaluran BPNT ke meja berbeda. Di sana, warga di­mintai uang senilai Rp200 ribu dari bansos yang dite­rima. Uang tersebut kemu­dian ditukar dengan paket sembako yang telah disedia­kan. Saat itu, beberapa warga ada yang mengajukan keberatan. Namun, karena pihak peng­elola menyatakan bahwa hal tersebut berlaku bagi semua KPM yang menerima ban­tuan pada gelombang kedua, warga akhirnya mengikutinya. “Saya sempat nolak. Bebe­rapa warga juga sama. Soalnya yang gelombang pertama dapatnya full uang (Rp600 ribu, red). Kok yang gelombang kedua dipotong, harus beli sembako Rp200 ribu,” kata seorang KPM yang enggan menyebutkan namanya ke­pada wartawan, Minggu (6/3). “Cuma karena dibilang se­muanya harus beli, ya sudah saya ikutin. Padahal saya bu­kan lagi butuh beli beras, masih ada di rumah. Tapi kayak beli minyak goreng sama yang lain,” ujarnya. Adapun beberapa komodi­tas yang tersedia dalam paket sembako senilai Rp200 ribu yang disiapkan pengelola penyaluran BPNT di Kelura­han Mekarwangi di antaranya, beras kah premium senilai Rp125.000, ayam karkas 08 senilai Rp30.500, telur ayam 15 butir senilai Rp23.000, buah pir tiga pcs senilai Rp10.000, tahu satu kap seni­lai Rp6.000, dan kacang ijo seberat 250 gram senilai Rp5.500. Sementara itu, Ketua RT 02/01, Kelurahan Mekarwangi, Saeful Anwar (32), membe­narkan adanya kejadian ter­sebut. Ia mengakui ada bebe­rapa warganya mengadu hingga mempertanyakan langsung terkait dugaan pe­maksaan pembelian sembako senilai Rp200 ribu itu. “Kalau saya memang tidak menyaksikan langsung. Cuma informasi ini sudah tersebar luas, dan beberapa warga saya nanya langsung ke saya. Na­nya kenapa diharuskan beli paket sembako,” terangnya. Saeful mengakui bahwa warga juga keberatan lantaran hanya KPM gelombang kedua yang diharuskan membeli paket sembako senilai Rp200 ribu. Sedangkan, KPM gelom­bang pertama mendapatkan bantuan uang tunai secara penuh atau utuh. “Justru warga yang nanya ini, kenapa di gelombang pertama full uang, sedangkan kedua hanya Rp400 ribu. Warga saya (di gelombang kedua, red) ada sekitar 25 orang lebih,” ujarnya. “Seandainya ini sudah ber­laku dari gelombang pertama, itu mungkin tidak jadi perta­nyaan. Karena merata,” sam­bungnya. Atas dasar aduan tersebut, Saeful pun mencoba men­gonfirmasi kepada pihak ke­lurahan hingga pengelola penyaluran BPNT. Namun, ia hanya mendapatkan jawaban yang tidak menentu. “Kalau nggak ada aduan, saya ngapain harus ngurusin sejauh-jauh ini. Tidak ada tendesius. Cuma kan jadi ke­tanyaan dari warga. Ketika ada aduan, kita bergerak. Jadi polemik kalau pertany­aan itu tidak bisa terjawab. Apalagi warga ini kan di bawah saya,” ungkapnya. “Kalau memang ada in­struksi dari Kemensos, kasih tahu biar kita update dan je­laskan ke warga yang nanya tadi,” imbuhnya. Sementara itu, Lurah Me­karwangi Arief Rusdiman angkat suara terkait dugaan pemaksaan pembelian sem­bako Rp200 ribu tersebut. Arief berkilah bahwa paket sembako itu merupakan ide pengurus yang ada di wilayah, baik LPM, RW, hingga kader. Sebab, berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan mereka, kebanyakan uang sebesar Rp600 ribu yang di­berikan kepada KPM, khus­usnya penerima bantuan pada gelombang pertama, tidak dibelikan sembako se­suai peruntukannya, melai­nkan dipakai kebutuhan konsumtif. Atas dasar itu, para pengu­rus wilayah merumuskan agar uang bantuan tersebut bisa dibelikan sembako sesuai peruntukan. Baik seperti ko­moditas hewani, nabati, hingga beras dan lain seba­gainya yang berkualitas baik dan pemanfaatannya lebih maksimal. ”Dari hasil forum LPM sama beberapa RW yang ada di sana, disepakatilah (meny­ediakan paket sembako Rp200 ribu bagi KPM gelombang kedua, red),” ungkap Arief. Namun, karena penyaluran BPNT dilakukan di kantor kelurahan, ketua LPM me­minta izin menyediakan pa­ket sembako yang akan di­beli para PKM di Kelurahan Mekarwangi. ”Dia (ketua LPM, red) min­ta izin dulu ngedrop (meny­ediakan, red) barang di kelu­rahan. Biar mudah juga warga dapatnya, jadi tidak terlalu jauh. Saya (cuma, red) bilang sama pengurus, kalau memang itu yang terbaik, la­kukan yang terbaik untuk warga. Begitu cerita sebenar­nya,” paparnya. Arief juga mengaku bahwa penyediaan paket sembako Rp200 ribu bagi setiap KPM di gelombang kedua ini sudah diinformasikan RW masing-masing. Tetapi, sosialisasi tersebut baru disampaikan kepada masing-masing KPM pada Rabu (2/3). ”Kan kita waktunya hanya sehari. Karena informasi gelombang kedua juga dada­kan pas Rabu-nya, semen­tara penyaluran Kamis-nya. Tapi tetap diinformasikan ke warga,” imbuhnya. ”Memang tidak semua mendapat (informasi, red). Namun kan informasi dila­kukan estafet dari mulut ke mulut,” kilahnya. Meski begitu, ia meyakini bahwa dalam penyediaan paket sembako ini pihak ke­lurahan tidak pernah mela­kukan pemaksaan. Sebab, yang mengelola pun langsung di­tangani pihak pengurus. ”Tidak ada kelurahan me­maksakan untuk membeli sembako yang sudah didroping di kelurahan, nggak ada. Itu yang mengelola pengurus dan pengurus juga tidak memaksa­kan. Kalau mau beli, silakan. Nggak pun tidak jadi masalah. Tapi kebanyakan warga dari­pada nanti uangnya habis buat kebutuhan lain-lain, apalagi jelang Ramadan, di­belikanlah beras dengan kualitas terbaik. Begitu ceri­tanya,” bebernya. Atas persoalan ini, pihaknya sudah memediasi pengurus dengan camat Tanahsareal. Dimana para pengurus men­ceritakan kejadian sebenarnya dari informasi tersebut. ”Kemarin juga kita sudah mediasi teman-teman pen­gurus dengan pak camat un­tuk meluruskan, kejadian yang sebenarnya gimana sih. Di situ pengurus LPM dan RW bercerita sebenarnya,” katanya. ”Ada tidak masyarakat yang dirugikan, masyarakat yang keluh kesah dengan kualitas yang tidak terbaik? Tidak ada. Semua malah pada umumnya berterima kasih. Jadi uang dapat, sembakonya juga dapat,” tuturnya. ”Dan sebenarnya kita menga­rahkan yang baik, bukan me­maksakan lho. Atau mewa­jibkan. Tidak ada bahasa kayak gitu. Di Kelurahan Genteng, Bogor Selatan, juga sama. Yang penting dari ini semua tidak ada indikasi lurah dan reng-rengan 86 atau wa­jib atau apa lah. Kita hanya memonitoring lajurnya se­suai aturan yang ada. Kelu­rahan itu hanya memonitoring KPM yang ada di Mekarwangi, bukan memaksakan,” akunya. Sementara itu, dalam siaran pers Kementerian Sosial (Ke­mensos) Republik Indonesia, Menteri Sosial Tri Rishma­rini memastikan bahwa BPNT bisa diambil manfaatnya da­lam bentuk tunai dengan nilai sebesar Rp200 ribu per bulan. Ia mengutip Perpres No 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial secara Non Tunai. ”Di Perpres Nomor 63 Tahun 2017, penerima bantuan tidak harus menerima dalam ben­tuk barang. Kalau mau ngam­bil uangnya dari ATM atau dari bank, boleh. Jadi di per­pres itu indikasinya bisa uang tunai,” kata Risma, beberapa waktu lalu. Dengan adanya kepastian pencairan bantuan secara tunai, diharapkan dapat se­makin mendekatkan KPM terhadap barang yang dibu­tuhkan tanpa adanya pe­maksaan untuk membeli di lokasi tertentu. (rez/feb/run)

Editor: admin metro

Tags

Terkini

X