Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) akhirnya cair. Pencairan bantuan sosial (bansos) itu diberikan langsung untuk tiga bulan terakhir senilai Rp600 ribu. Namun, uang tersebut dipotong petugas untuk membayar paket sembako Rp200 ribu. PULUHAN warga Kelurahan Mekarwangi, Kecamatan Tanahsareal, yang masuk daftar Keluarga Penerima Manfaat (KPM), mengaku kesal karena dipaksa membeli paket sembako senilai Rp200 ribu yang sudah disediakan petugas penyaluran. Informasi yang dihimpun Metropolitan, kejadian itu bermula saat Kelurahan Mekarwangi menyalurkan BPNT periode Januari hingga Maret 2022 senilai Rp600 ribu bagi KPM gelombang kedua di kantor kelurahan pada Kamis (3/3). Selama proses penyaluran yang diberikan perwakilan Kantor Pos, tidak ada persoalan berarti. KPM menerima uang tunai senilai Rp600 ribu. Namun, setelah tanda tangan dan menerima uang tersebut, warga yang hendak pulang dipanggil pihak pengelola penyaluran BPNT ke meja berbeda. Di sana, warga dimintai uang senilai Rp200 ribu dari bansos yang diterima. Uang tersebut kemudian ditukar dengan paket sembako yang telah disediakan. Saat itu, beberapa warga ada yang mengajukan keberatan. Namun, karena pihak pengelola menyatakan bahwa hal tersebut berlaku bagi semua KPM yang menerima bantuan pada gelombang kedua, warga akhirnya mengikutinya. “Saya sempat nolak. Beberapa warga juga sama. Soalnya yang gelombang pertama dapatnya full uang (Rp600 ribu, red). Kok yang gelombang kedua dipotong, harus beli sembako Rp200 ribu,” kata seorang KPM yang enggan menyebutkan namanya kepada wartawan, Minggu (6/3). “Cuma karena dibilang semuanya harus beli, ya sudah saya ikutin. Padahal saya bukan lagi butuh beli beras, masih ada di rumah. Tapi kayak beli minyak goreng sama yang lain,” ujarnya. Adapun beberapa komoditas yang tersedia dalam paket sembako senilai Rp200 ribu yang disiapkan pengelola penyaluran BPNT di Kelurahan Mekarwangi di antaranya, beras kah premium senilai Rp125.000, ayam karkas 08 senilai Rp30.500, telur ayam 15 butir senilai Rp23.000, buah pir tiga pcs senilai Rp10.000, tahu satu kap senilai Rp6.000, dan kacang ijo seberat 250 gram senilai Rp5.500. Sementara itu, Ketua RT 02/01, Kelurahan Mekarwangi, Saeful Anwar (32), membenarkan adanya kejadian tersebut. Ia mengakui ada beberapa warganya mengadu hingga mempertanyakan langsung terkait dugaan pemaksaan pembelian sembako senilai Rp200 ribu itu. “Kalau saya memang tidak menyaksikan langsung. Cuma informasi ini sudah tersebar luas, dan beberapa warga saya nanya langsung ke saya. Nanya kenapa diharuskan beli paket sembako,” terangnya. Saeful mengakui bahwa warga juga keberatan lantaran hanya KPM gelombang kedua yang diharuskan membeli paket sembako senilai Rp200 ribu. Sedangkan, KPM gelombang pertama mendapatkan bantuan uang tunai secara penuh atau utuh. “Justru warga yang nanya ini, kenapa di gelombang pertama full uang, sedangkan kedua hanya Rp400 ribu. Warga saya (di gelombang kedua, red) ada sekitar 25 orang lebih,” ujarnya. “Seandainya ini sudah berlaku dari gelombang pertama, itu mungkin tidak jadi pertanyaan. Karena merata,” sambungnya. Atas dasar aduan tersebut, Saeful pun mencoba mengonfirmasi kepada pihak kelurahan hingga pengelola penyaluran BPNT. Namun, ia hanya mendapatkan jawaban yang tidak menentu. “Kalau nggak ada aduan, saya ngapain harus ngurusin sejauh-jauh ini. Tidak ada tendesius. Cuma kan jadi ketanyaan dari warga. Ketika ada aduan, kita bergerak. Jadi polemik kalau pertanyaan itu tidak bisa terjawab. Apalagi warga ini kan di bawah saya,” ungkapnya. “Kalau memang ada instruksi dari Kemensos, kasih tahu biar kita update dan jelaskan ke warga yang nanya tadi,” imbuhnya. Sementara itu, Lurah Mekarwangi Arief Rusdiman angkat suara terkait dugaan pemaksaan pembelian sembako Rp200 ribu tersebut. Arief berkilah bahwa paket sembako itu merupakan ide pengurus yang ada di wilayah, baik LPM, RW, hingga kader. Sebab, berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan mereka, kebanyakan uang sebesar Rp600 ribu yang diberikan kepada KPM, khususnya penerima bantuan pada gelombang pertama, tidak dibelikan sembako sesuai peruntukannya, melainkan dipakai kebutuhan konsumtif. Atas dasar itu, para pengurus wilayah merumuskan agar uang bantuan tersebut bisa dibelikan sembako sesuai peruntukan. Baik seperti komoditas hewani, nabati, hingga beras dan lain sebagainya yang berkualitas baik dan pemanfaatannya lebih maksimal. ”Dari hasil forum LPM sama beberapa RW yang ada di sana, disepakatilah (menyediakan paket sembako Rp200 ribu bagi KPM gelombang kedua, red),” ungkap Arief. Namun, karena penyaluran BPNT dilakukan di kantor kelurahan, ketua LPM meminta izin menyediakan paket sembako yang akan dibeli para PKM di Kelurahan Mekarwangi. ”Dia (ketua LPM, red) minta izin dulu ngedrop (menyediakan, red) barang di kelurahan. Biar mudah juga warga dapatnya, jadi tidak terlalu jauh. Saya (cuma, red) bilang sama pengurus, kalau memang itu yang terbaik, lakukan yang terbaik untuk warga. Begitu cerita sebenarnya,” paparnya. Arief juga mengaku bahwa penyediaan paket sembako Rp200 ribu bagi setiap KPM di gelombang kedua ini sudah diinformasikan RW masing-masing. Tetapi, sosialisasi tersebut baru disampaikan kepada masing-masing KPM pada Rabu (2/3). ”Kan kita waktunya hanya sehari. Karena informasi gelombang kedua juga dadakan pas Rabu-nya, sementara penyaluran Kamis-nya. Tapi tetap diinformasikan ke warga,” imbuhnya. ”Memang tidak semua mendapat (informasi, red). Namun kan informasi dilakukan estafet dari mulut ke mulut,” kilahnya. Meski begitu, ia meyakini bahwa dalam penyediaan paket sembako ini pihak kelurahan tidak pernah melakukan pemaksaan. Sebab, yang mengelola pun langsung ditangani pihak pengurus. ”Tidak ada kelurahan memaksakan untuk membeli sembako yang sudah didroping di kelurahan, nggak ada. Itu yang mengelola pengurus dan pengurus juga tidak memaksakan. Kalau mau beli, silakan. Nggak pun tidak jadi masalah. Tapi kebanyakan warga daripada nanti uangnya habis buat kebutuhan lain-lain, apalagi jelang Ramadan, dibelikanlah beras dengan kualitas terbaik. Begitu ceritanya,” bebernya. Atas persoalan ini, pihaknya sudah memediasi pengurus dengan camat Tanahsareal. Dimana para pengurus menceritakan kejadian sebenarnya dari informasi tersebut. ”Kemarin juga kita sudah mediasi teman-teman pengurus dengan pak camat untuk meluruskan, kejadian yang sebenarnya gimana sih. Di situ pengurus LPM dan RW bercerita sebenarnya,” katanya. ”Ada tidak masyarakat yang dirugikan, masyarakat yang keluh kesah dengan kualitas yang tidak terbaik? Tidak ada. Semua malah pada umumnya berterima kasih. Jadi uang dapat, sembakonya juga dapat,” tuturnya. ”Dan sebenarnya kita mengarahkan yang baik, bukan memaksakan lho. Atau mewajibkan. Tidak ada bahasa kayak gitu. Di Kelurahan Genteng, Bogor Selatan, juga sama. Yang penting dari ini semua tidak ada indikasi lurah dan reng-rengan 86 atau wajib atau apa lah. Kita hanya memonitoring lajurnya sesuai aturan yang ada. Kelurahan itu hanya memonitoring KPM yang ada di Mekarwangi, bukan memaksakan,” akunya. Sementara itu, dalam siaran pers Kementerian Sosial (Kemensos) Republik Indonesia, Menteri Sosial Tri Rishmarini memastikan bahwa BPNT bisa diambil manfaatnya dalam bentuk tunai dengan nilai sebesar Rp200 ribu per bulan. Ia mengutip Perpres No 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial secara Non Tunai. ”Di Perpres Nomor 63 Tahun 2017, penerima bantuan tidak harus menerima dalam bentuk barang. Kalau mau ngambil uangnya dari ATM atau dari bank, boleh. Jadi di perpres itu indikasinya bisa uang tunai,” kata Risma, beberapa waktu lalu. Dengan adanya kepastian pencairan bantuan secara tunai, diharapkan dapat semakin mendekatkan KPM terhadap barang yang dibutuhkan tanpa adanya pemaksaan untuk membeli di lokasi tertentu. (rez/feb/run)