Kamis, 30 Maret 2023

Ade Yasin, Salah Saya di Mana!

- Selasa, 6 September 2022 | 10:01 WIB
HADIR: Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin hadir dalam persidangan kasus suap BPK, di PN Tipikor Bandung, Senin (5/9).
HADIR: Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin hadir dalam persidangan kasus suap BPK, di PN Tipikor Bandung, Senin (5/9).

Pertama kalinya Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin (AY) hadir langsung dalam persidangan. AY tampak mengenakan setelan yang senada dengan kerudungnya. Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Hera Kartiningsih, AY blak-blakan menilai kejanggalan kasus yang melilitnya. Apalagi selama ini dirinya tak tahu-menahu kasus tersebut. DI Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Ti­pikor) Bandung, Senin (5/9), Ade Yasin memberi kesaksi­an dengan jawaban lantang. Saat ditanya majelis hakim soal pertemuan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Ade Yasin menjawab tegas bahwa di­rinya tidak pernah menunjuk PIC atau orang yang diberi tanggung jawab terkait per­temuan dengan BPK. “Tidak ada. Saya hanya normatif ke kepala dinas, untuk tindak lanjut. Fasili­tasi BPKAD (Badan Peng­elolaan Keuangan dan Aset Daerah, red) dan Inspekto­rat. Saya hanya tataran itu. Bukan tugas saya menunjuk. Sudah tunjuk BPKAD seba­gai leading sector untuk menyajikan data dan peme­riksaan,” kata Ade Yasin saat persidangan, Senin (5/9). Apalagi soal adanya peng­umpulan uang untuk BPK atau sekadar laporan dari bawahannya di Pemkab Bo­gor. Malahan, AY mengaku baru mengetahui adanya pengumpulan uang untuk BPK saat persidangan. “Tidak ada laporan. Saya baru tahu pas persidangan. Saya bingung dan tidak pa­ham atas dakwaan saya soal penyuapan. Setahu saya, suap itu harus ada berse­pakat dan lainnya. Semua pemberian dan pengumpu­lan uang itu saja saya tidak tahu,” ujarnya. Termasuk terkait berbagai pertemuan dengan BPK soal pemeriksaan, ia tidak pernah memerintah langsung kepada terdakwa Ihsan Aya­tullah (Kasubid Kasda BPKAD Kabupaten Bogor, red), namun hanya normatif ke­pada kepala dinas. Hal itu didukung penegasan dari Ade Yasin bahwa tidak ada kedekatan dengan Ihsan. “Perintah saya kepada ka­dis (kepala dinas, red), untuk mengawal. Dengan Ihsan itu sama seperti saya ke staf lain­nya, tidak ada keistimewaan. Ia dekat dengan kakak saya (Rahmat Yasin, mantan bu­pati Bogor, red), tapi kan bukan berarti saya juga de­kat dengan teman kakak saya,” paparnya. Ia juga merasa sangat jang­gal saat dijemput Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) medio Mei lalu. Sebab, saat itu KPK hanya menyebut bahwa ada anak buah dirinya yang ditangkap, dan KPK perlu keterangan dari bu­pati sebagai pimpinan. “Nggak ada surat penang­kapan dan lainnya. Mereka bilang, ‘nggak apa-apa, cuma minta keterangan’. Waktu itu ada pak kapolres dan pak dandim. Mereka bilang, ‘ng­gak apa-apa ikut ke KPK karena hanya minta kete­rangan’,” katanya di persi­dangan, Senin (5/9). Namun, tiba-tiba ia dite­tapkan sebagai tersangka. “Salah saya apa? Uang itu bukan dari saya. Lagi pula kalau OTT (Operasi Tangkap Tangan, red), cukup bebe­rapa orang. Ini sampai ratu­san saksi. Saya juga perta­nyakan hp (ponsel, red) saya mana,” ujarnya. “Jadi salah saya di mana?” imbuh Ade Yasin. Ade Yasin tak kuasa mena­han tangis saat menjawab pertanyaan jaksa KPK. Ia merasa difitnah atas kasus suap yang dialamatkan un­tuknya. “Pakai hati nuraninya, Pak. Saya diborgol untuk kesalahan yang saya tidak tahu,” katanya dengan terisak-isak saat menjawab sejumlah pertanyaan dari jaksa KPK. Ucapan Ade Yasin dengan nada meninggi itu lantas disambut sorakan suara du­kungan dari peserta sidang. Beberapa peserta di antara­nya bahkan ikut terisak men­gusap air mata. Meski begitu, ia mengaku lega karena puluhan saksi yang dihadirkan KPK di per­sidangan tak ada satupun yang menyatakan bahwa dirinya terlibat dalam du­gaan pengondisian Laporan Keuangan Pemerintah Dae­rah (LKPD) Kabupaten Bogor untuk mendapat Opini Wa­jar Tanpa Pengecualian (WTP). “Semua sudah mengaku, saksi tidak ada satupun men­gatakan saya terlibat. Saya difitnah. Lalu cari apa lagi, Bu? Saya di sini mencari keadi­lan. Saya di sini mencari ke­benaran. Tolong! Kalau saya menjawab, tolong didengar juga,” ucap Ade Yasin. Menurutnya, dakwaan KPK yang menyebutkan bahwa Pemkab Bogor mengondisikan WTP agar mendapatkan Da­na Insentif Daerah (DID) tidak berdasar. Sebab, anggaran kelebihan pendapatan pajak Kabupaten Bogor angkanya jauh lebih besar. “Saya itu tidak punya ke­pentingan, Pak, dengan WTP. Kami itu overtarget. Tahun 2020 dan 2021 itu overtarget. Jadi tidak perlu lagi WTP, DID. Itu di luar kewenangan saya. Karena DID saya tidak perlu lagi, karena overtarget,” tuturnya. Ade Yasin juga menjelaskan bahwa penjemputan dirinya pada 27 April 2022 dini hari oleh petugas KPK bukan merupakan OTT. Saat itu, ia diminta memberi keterang­an sebagai saksi atas penang­kapan anak buahnya. Awalnya, ia tak menduga bahwa sekitar sembilan orang dengan menggunakan empat mobil yang datang ke rumah dinasnya adalah KPK. Se­hingga, ia menghubungi kapolres serta dandim se­tempat untuk meminta pen­dampingan. “Saya sudah menangkap anak buah ibu. Ibu diminta untuk datang ke sana. Apa tidak bisa pagi? Tidak bisa, kami nunggu 24 jam. Tidak apa-apa, Bu, ini hanya di­mintai keterangan. Mereka tidak membuat surat kete­rangan apa pun,” beber Ade Yasin saat menceritakan peristiwa penjemputan di­rinya. Kemudian, Kapolres Bogor AKBP Iman Imanuddin me­nyarankan agar Ade Yasin ikut anggota KPK saat itu juga dengan alasan me­menuhi prosedur. “Pak kapolres bilang, ‘tidak apa-apa, Bu, ikut saja’. Di situ penyidik KPK sahur dulu bawa makanan sen­diri. Saya tidak sempat sahur. Setelah mereka sahur, saya berangkat,” ujar Ade Yasin. Setelah tiba di kantor KPK, Ade Yasin mengaku heran ditetapkan sebagai tersang­ka tanpa dua alat bukti yang cukup. “Kata penyidik, ini sudah ada pernyataan dari yang lain. Saya tidak nyangka juga dijadikan tersangka. Tiba-tiba disodorkan rompi. Saya nanya, dijadikan ter­sangka buktinya mana. Saya minta dua alat bukti itu tidak ada. Uang yang ada di situ pun bukan dari saya,” pa­parnya. Sidang yang dipimpin Ke­tua Hakim Hera Kartiningsih itu menghadirkan empat terdakwa, yaitu Ade Yasin, Kasubid Kasda BPKAD Ihsan Ayatullah, Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Pena­taan Ruang (PUPR) Adam Maulana, serta Pejabat Pem­buat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Rizky Taufik Hidayat. Keempatnya hadir secara tatap muka untuk diperiksa sebagai terdakwa sekaligus saksi. (ryn/feb/run)

Editor: admin metro

Tags

Terkini

X