Puluhan narapidana (napi) korupsi yang menerima program bebas bersyarat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI, rupanya menjadi perhatian publik. Sebab, ada beberapa napi yang belum menyelesaikan setengah dari masa tahanan, namun tetap diberi program tersebut. ”NAPI tindak pidana korupsi yang telah diterbitkan SK pembebasan bersyaratnya langsung dikeluarkan pada 6 September 2022,” kata Koordinator Humas dan Protokol Ditjenpas Kemenkumham Rika Aprianti melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (7/9). Ia menyebut 23 nama-nama napi korupsi yang memperoleh pembebasan bersyarat ialah Ratu Atut Chosiyah, Desi Aryani, Pinangki Sirna Malasari, dan Mirawati. Berikutnya, Syahrul Raja Sampurnajaya, Setyabudi Tejocahyono, Sugiharto, Andri Tristianto Sutrisna, Budi Susanto, Danis Hatmaji, Patrialis Akbar, Edy Nasution, Irvan Rivano Muchtar, dan Ojang Sohandi. Kemudian, Tubagus Cepy Septhiady, Zumi Zola Zulkifli, Andi Taufan Tiro, Arif Budiraharja, Supendi, Suryadharma Ali, Tubagus Chaeri Wardana Chasan, Anang Sugiana Sudihardjo, dan terakhir Amir Mirza Hutagalung. Selama periode September 2022, Ditjenpas Kemenkumham sudah memberikan hak bersyarat berupa pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas kepada 1.368 napi untuk semua kasus tindak pidana dari seluruh Indonesia. Secara umum, sepanjang 2022 sampai September, Ditjenpas Kemenkumham telah menerbitkan 58.054 SK pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas bagi napi untuk semua kasus tindak pidana di Tanah Air. ”Dua puluh tiga di antaranya adalah napi tipikor yang sudah dikeluarkan,” terangnya. Ia mengatakan, dasar pemberian hak bersyarat napi berupa pembebasan bersyarat mengacu pada Pasal 10 Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Selain hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, napi yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa terkecuali juga berhak atas remisi, asimilasi, cuti mengunjungi atau dikunjungi keluarga, cuti bersyarat, cuti menjelang bebas, pembebasan bersyarat, dan hak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi berkelakuan baik, aktif mengikuti program pembinaan, dan telah menunjukkan penurunan tingkat risiko. Selain memenuhi syarat tertentu sebagaimana dimaksud ayat (2) napi yang akan diberikan cuti menjelang bebas atau pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan huruf f, juga harus telah menjalani masa pidana paling singkat dua per tiga dengan ketentuan dua per tiga masa pidana tersebut paling sedikit sembilan bulan. Terakhir, beber Rika, semua napi yang telah memenuhi syarat administratif dan substantif dapat diberikan hak pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas. ”Hak ini diberikan tanpa terkecuali dan non-diskriminatif kepada semua napi yang telah memenuhi persyaratan,” jelasnya. Sementara itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut KPK tidak bisa mengintervensi keputusan bebas bersyarat napi korupsi dan begitu pula KPK yang tidak bisa mengintervensi hakim yang memberikan vonis ringan kepada terdakwa korupsi. Misalnya dalam kasus eks Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang telah mendapatkan bebas bersyarat setelah dua tahun menjalani hukuman pidana. ”Hakim lebih paham tentang sesuatu perkara yang diputuskannya. Karena itu, KPK menghormati keputusan yang dilakukan Mahkamah Agung ataupun dari badan-badan peradilan lain. Yang punya kewenangan untuk hal-hal lain dengan melakukan upaya hukum adalah jaksa bukan KPK,” papar Firli Bahuri. (mam/run)