METROPOLITAN - Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan, mulai 1 Januari 2020 minyak goreng curah tidak boleh lagi beredar di pasaran karena dianggap tidak sehat dan higienis. Merespons hal itu, Sumaryono yang merupakan penjual gorengan merasa keberatan. Sebab, selama ini ia merasa terbantu dengan keberadaan minyak curah. ”Kalau pakai minyak kemasan, saya harus naikkan harga jualan,” katanya. Dalam sehari, Sumaryono menghabiskan minyak curah rata-rata 2 liter untuk memenuhi kebutuhan jualannya. Dengan minyak curah yang dibelinya seharga Rp10.000, Sumaryono menjual gorengannya Rp1.000 per buah. Jika harus memakai minyak goreng kemasan akan berdampak pada kenaikan harga dagangannya dan kenaikan itu dikhawatirkan akan membuat pelanggannya beralih ke penjual gorengan lain. ”Harganya pasti nggak Rp1.000. Takutnya pada nggak mau,” lanjutnya. Terkait kesehatan, menurutnya, tidak ada keluhan dari pelanggan selama ia menggunakan minyak curah dan berjualan gorengan. ”Selama ini (pakai minyak curah) tidak ada keluhan dari pelanggan,” ujar pria yang hampir lima tahun berjualan gorengan tersebut. Terkait kebijakan pemerintah yang akan melarang peredaran minyak goreng curah, rupanya tak semua pedagang merasa keberatan dengan peraturan tersebut. Terpisah, pedagang gorengan lain, Umar, mengaku belum mengetahui soal kebijakan pemerintah yang akan melarang peredaran minyak curah. Namun, ia tak mau ambil pusing dengan kebijakan tersebut lantaran selama ini ia berdagang dengan minyak kemasan. ”Nggak tahu saya pakai minyak kemasan. Kalau nggak ada ya pakai yang ada saja lah,” jelas Umar. (dtk/ suf/py)