METROPOLITAN - Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar pelayanan publik menggunakan syarat kepesertaan BPJS Kesehatan. Salah satunya bagi calon jamaah haji dan umrah yang akan berangkat ke Tanah Suci Mekah. Aturan ini pun sempat menjadi kontroversi di masyarakat. Namun, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menegaskan aturan itu hanya berlaku bagi calon jamaah haji program khusus atau yang dulu disebut haji ONH plus. ”Buat haji ini bagi peserta haji plus (ONH Plus) bukan haji biasa,” kata Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteran Sosial, Kemenko PMK, Andie Megantara dalam diskusi BPJS Kesehatan Syarat Wajib Layanan Publik di Jakarta, kemari . Andie menjelaskan calon jmaah haji plus membayar ongkos haji lebih mahal dari calon jemaah haji lainnya. Sehingga dinilai memiliki kemampuan untuk membayar iuran BPJS Kesehatan.”Mereka ini kan punya uang dan mampu, jadi (kalau mau dapat layanan dari pemerintah), kewajibannya ini harus dipenuhi dulu,” kata Andie. Dia mengingatkan kepesertaan BPJS Kesehatan wajib bagi seluruh masyarakat Indonesia, tanpa terkecuali. Hanya saja, pemerintah memberikan kebijakan bagi masyarakat yang tidak mampu, iurannya ditanggung pemerintah. Baik itu pemerintah pusat secara full maupun sebagian oleh pemerintah daerah. Andie mengatakan kebijakan tersebut sebenarnya sudah lama ada. Namun belum banyak diketahui dan dipahami masyarakat. Kewajiban tersebut sebagai upaya pemerintah untuk memastikan masyarakat terlindungi saat dihadapkan pada resiko sakit sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945. ”Negara harus hadir buat masyarakat untuk risiko sakit dalam bentuk pemberian jaminan kesehatan,” katanya. Sebagai informasi, pemerintah akan menerapkan syarat kepesertaan BPJS Kesehatan dalam sejumlah layanan publik. Antara lain jual beli tanah. Pengurusan SIM, STNK dan SKCK. Pendaftaran Haji dan Umrah. Lalu, pengajuan Kredit Usaha Rakyat. Pengajuan izin usaha. Petani penerima program kementerian. Nelayan penerima program kementerian. (lip/els/run)