METROPOLITAN - Wacana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait pemasangan label risiko Bisphenol A (BPA) pada kemasan galon isi ulang sempat menuai respons ’lampu merah’ dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Hal itu membuat masyarakat, terutama para pakar, turut memberikan beragam tanggapan atas respons KPPU tersebut yang dinilai terlalu terburu-buru. Meski begitu, KPPU sendiri dinilai memiliki hak inisiatif untuk melakukan pemeriksaan terhadap kebijakan atau pelaku usaha yang dicurigai memicu persaingan usaha tidak sehat di dalamnya. Hal itu disampaikan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan pakar hukum persaingan usaha, Ningrum Natasya Sirait. ”Kalau ada isu menyangkut persaingan, ya bahkan KPPU punya hak inisiatif tanpa ada laporan pun,” ujar Ningrum dalam keterangannya. Ningrum juga membantah pernyataan bahwa wewenang KPPU dalam konteks ini baru bisa dijalankan ketika nantinya ada efek dari pemberlakuan peraturan itu dan apabila ada keluhan bahwa ada indikasi persaingan usaha tidak sehat. Ia juga turut mengomentari pernyataan Mursal Maulana, pengajar FH Unpad, yang mengatakan bahwa KPPU dan BPOM adalah dua lembaga yang memiliki wewenang di wilayah berbeda. ”Memang dua wilayah yang berbeda, tapi kalau berdampak terhadap competitiveness, ya wajarlah KPPU memberi perhatian. Kenapa harus menunggu komplain? Apa gunanya competition checklist kalau melihat bakal menjadi beban?” ujarnya. Sebagai tambahan informasi, sebelumnya Dosen Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Mursal Maulana meminta agar KPPU tidak terburu-buru dalam menilai rencana BPOM membuat peraturan terkait pelabelan BPA pada produk air minum dalam kemasan galon berbahan plastik keras (polikarbonat). Menurutnya, KPPU sebaiknya wait and see (melihat dan menunggu) dan tidak tergesa-gesa melakukan tindakan. Di sisi lain, Komisioner KPPU, Chandra Setiawan, menegaskan memang ada perbedaan perspektif antara BPOM dan KPPU dalam melihat revisi kebijakan yang akan melabeli ’berpotensi mengandung BPA’ pada galon guna ulang. Menurutnya, kalau perspektif BPOM demi kesehatan masyarakat. tapi perspektif KPPU adalah jangan sampai regulasi itu dibuat untuk menguntungkan perusahaan tertentu saja. Chandra melihat polemik kontaminasi BPA yang berujung pada upaya pelabelan produk air galon guna ulang ini berpotensi mengandung diskriminasi yang dilarang dalam hukum persaingan usaha. ”Sebabnya 99,9 persen industri ini menggunakan galon tersebut, hanya satu yang menggunakan galon sekali pakai,” tandas Chandra. (dtk/ eka/run)