METROPOLITAN - Setoran negara melonjak drastis akibat lonjakan harga komoditas internasional yang muncul bak ’durian runtuh’. Sampai Juli 2022, penerimaan pajak sudah terkumpul Rp1.028,5 triliun atau 69,3% dari target sampai akhir tahun. ”Penerimaan pajak yang Rp1.028,5 triliun ini tumbuh 58,8% dibanding tahun lalu. Kenaikan dan penerimaan pajak yang sangat kuat disebabkan karena harga komoditas, betul,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA, Kamis (11/8). Lebih rinci dijelaskan perolehan itu terdiri dari PPh non migas yang mencapai Rp595 triliun atau 79,4% dari target, PPN dan PPnBM Rp377,6 triliun atau 59,1% dari target, PPh migas Rp49,2 triliun atau 76,1% dari target, serta PBB dan pajak lainnya Rp6,6 triliun atau 20,5% dari target. Sri Mulyani menyebut harga komoditas yang naik menyumbangkan Rp174,8 triliun. Penerimaan pajak yang sangat tinggi juga karena ada Program Pengungkapan Sukarela (PPS) alias tax amnesty jilid II yang sebesar Rp61 triliun. Tingginya pertumbuhan penerimaan pajak juga dipengaruhi rendahnya basis pajak pada 2021, seiring dengan kebijakan pemerintah yang menebar banyak insentif pada periode tersebut. ”Ini penerimaan pajak yang luar biasa tinggi dan tentu dana ini nanti dipakai untuk bantalan-bantalan, shock absorber baik untuk subsidi, kompensasi, bansos, serta berbagai belanja pemerintah yang lain,” tutur Sri Mulyani. Ada juga beberapa penerimaan terkait Undang-Undang Harmonisasi Peraturan perpajakan (UU HPP). Dari PPN Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), mencapai Rp3,02 triliun dari 121 platform elektronik sebagai penyetor pajak. Kedua, dampak penyesuaian tarif PPN dari 10% menjadi 11% memberikan kontribusi Rp7,15 triliun sampai Juli 2022. Kebijakan ini sendiri mulai diberlakukan April 2022. Lalu kontribusi dari pajak fintech Peer to Peer (P2P) lending yang mulai diberlakukan Mei 2022 dan dilaporkan Juni 2022, telah terkumpul Rp63,25 miliar dari PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri dan Rp19,90 miliar dari PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak luar negeri. Terakhir dari pajak kripto yang diberlakukan sejak Mei 2022 dan mulai dilaporkan Juni 2022, telah memberikan kontribusi Rp42,60 miliar dari PPh 22 atas transaksi aset kripto melalui PPMSE dalam negeri dan penyetoran sendiri dan Rp46,33 miliar dari PPN dalam negeri atas pemungutan oleh non-bendaharawan. Penerimaan pajak yang moncer membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kembali mencatatkan surplus hingga akhir Juli 2022. Besarannya sangat fantastis yakni Rp106,1 triliun atau 0,57% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). (dtk/eka/run)