METROPOLITAN - Tempat pembelahan ratusan bus Transjakarta di Jalan Raya Dramaga, Desa Dramaga, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, akhirnya disidak jajaran Muspika. Selain banyak keluhan soal suara bising yang dihasilkan saat proses pemotongan bangkai bus, aktivitas ini dilakukan tanpa pemberitahuan kepada pemerintah desa (pemdes) setempat. Kepala Desa (Kades) Dramaga, Yayat Supriatna, mengatakan, pihaknya mendapat keluhan dari warga di Perumahan Pakuan Regency yang merasa terganggu dengan polusi udara. ”Ini yang kedua kali. Kemarin sore saya mendapat laporan warga. Mereka terganggu adanya aktivitas pembakaran di lokasi bus Transjakarta, makanya hari ini kita lanjut dengan Kelurahan Margajaya, Kota Bogor. Kegiatan pemotongan bus Transjakarta di sini kembali mengakibatkan pencemaran udara,” bebernya seperti dilansir dari suarajakarta.id. Dari hasil sidak kali ini, pihaknya bersama Muspika Dramaga mendapatkan adanya aktivitas pembakaran bus Transjakarta yang menyebabkan bau dan gangguan pernafasan. Tak hanya itu, dari aktivitas pembelahan bangkai bus Transjakarta tersebut menyebabkan mata menjadi perih. ”Makanya saya cek dengan Babinsa, Babinkamtibmas, Pol PP kecamatan bahkan tadi ada dari anggota Polsek Dramaga yang turut serta melakukan sidak,” imbuhnya. Dibanding sidak pertama, sambung Yayat, aktivitas di lokasi bangkai bus Transjakarta ini ternyata banyak titik pengerjaan. Hal itu tentu menyebabkan banyaknya asap yang keluar saat pengerjaan pembelahan tersebut. ”Kita lihat ada pengerjaan di beberapa titik dibandingkan pertama kali sidak. Jadi, asap yang dikeluarkan dari aktivitas itu mungkin lebih banyak dibandingkan yang pertama kami sidak,” jelasnya. ”Kita tadi mengimbau pekerja pada pengerjaan bagaimana caranya asap tidak mengepul ke udara. Artinya, sambil ngelas sambil siapkan air. Ngebul, disemprot. Hanya yang saya lihat masih menggunakan cara yang alakadar. Saya kira dengan cara begitu bisa meminimalisir asap yang membumbung ke udara,” sambungnya. Yayat juga heran lantaran aktivitas pemotongan bangkai bus tersebut tanpa izin dari pemdes apalagi Muspika. ”Kalau izin terkait dengan kegiatan ini, dari mulai penyimpanan bus pun tidak ada izin, termasuk adanya kegiatan pemotongan bus di sini tanpa ada koordinasi dengan pihak desa dan kecamatan. Bingung, soalnya di pusat (Jakarta) langsung, jadi kita juga agak kagok,” paparnya. Jika sidak kali ini masih tidak digubris, pihaknya akan melakukan penindakan lebih lanjut secara tegas. ”Saya untuk hal ini kewenangannya memang tidak ada. Satu sifatnya hanya mengimbau, bagaimana mereka menyiasati ada kepulan asap dan semakin banyak bisa diminimalisasi. Jika imbauannya tidak digubris dan tidak ditaati, maka akan melakukan langkah lain dan upaya lain,” bebernya. Sementara itu, Ketua RT 05 di Perumahan Regency, Iman Hanafi (36), memaparkan, mulai terasa bau tak sedap dari aktivitas pembakaran bangkai bus TransJakarta itu awal Oktober 2020. ”Saya mulai merasakan bau awal Oktober, sekitar jam 09:00 sampai 21:00 WIB. Asap yang dikeluarkan itu menyengat ke pernafasan dan ke mata. Itu sangat mengganggu,” paparnya. Ia pun mempersilakan kepada pihak yang mengerjakan pemotongan bangkai bus TransJakarta itu. Tapi, harus ada sosialisasi dulu kepada warga dan desa serta kecamatan. (suar/feb/py)