METROPOLITAN - Kue keranjang buatan rumah produksi di Kampung Sukawarna, RT 01/06, Desa Tamansari, Kecamatan Rumpin, masih menjadi primadona untuk sajian Hari Raya Imlek. Meskipun di tengah pandemi Covid-19, usaha musiman tetap berjalan. Bahkan pesanannya berasal dari wilayah Jabodetabek. ”Usaha dodol ini sudah ada sejak 80-an. Tapi itu dikelola orang tua, dan turun ke saya sudah generasi keempat,” kata pemilik usaha kue keranjang, Erni Suardi (53), saat ditemui Metropolitan, kemarin. Erni mengaku pembuatan kue keranjang itu ada juga khusus untuk sembahyang. Produknya rumahan, bukan pabrik besar karena dibuat setahun dua kali. ”Ada beberapa varian dodol duren, original, lapis, dan wijen. Dan harganya juga berbeda, dimulai Rp35 ribu sampai Rp80 ribu setiap ukuran,” terangnya. Ia mengaku tahun ini omzetnya menurun. Tahun kemarin, ia bisa memproduksi dodol sampai dua ton lebih. Kini hanya 1,5 ton, dan itu baru perkiraan. ”Pemasarannya baru sampai Jabodetabek. Tahun kemarin masih bagus, pas Covid-19 malah pesanan banjir. Tahun 2019 juga masih di atas dua ton. Cuma saat ini malah menurun, tapi persediaan tetap hampir dua ton,” jelasnya. Ia mengaku keuntungan yang didapat bisa sampai Rp100 jutaan. Saat ini belum terlalu banyak pemesanan. ”Ini usaha musiman pas Imlek saja, dan setahun dua kali Imlek dan Idul Fitri. Sejak Desember sudah mulai banyak pemesanan. Awal Januari mulai dibuat dengan pembakarannya masih pakai kayu bakar,” beber Erni. Bahkan, proses pembuatan kue keranjang cukup memakan waktu lama, sekitar 13 jam untuk membuat tekstur dodol lembur dan warnanya bagus. ”Jadi buat kue keranjang harus menggunakan daun pisang batu supaya warnanya tidak berubah. Semakin lama diolah, warnanya akan cantik,” pungkasnya. (sir/c/els/run)