METROPOLITAN – Sengkarut persoalan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA sederajat melalui jalur prestasi (japres) mulai disorot anggota DPRD Kota Bogor. Bukan tanpa alasan wakil rakyat ikut menyoroti persoalan PPDB yang terjadi di Kota Bogor. Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto, mengaku menerima banyak aduan dari sejumlah atlet yang berprestasi di Kota Bogor lantaran tak bisa masuk ke SMA Negeri yang diinginkan para atlet. Padahal, banyak atlet yang mempunyai prestasi gemilang dan membawa harum nama Kota Bogor. Atang mengaku telah berkomunikasi dengan kepala Kantor Cabang Daerah (KCD) Jawa Barat Wilayah III Kota Bogor. Namun, KCD tidak melihat potensi para atlet yang ingin masuk ke SMA negeri hanya dengan alasan jika ekstrakurikuler tidak ada di SMA yang dituju. ”Dinas Pendidikan Provinsi atau KCD gagal melihat potensi siswa yang berbakat,” tegasnya. Politisi PKS ini menyayangkan ada ketidaksinkronan antara kebijakan yang dibuat sekolah atau KCD dalam japres, terutama bidang olahraga. Sebab, banyak sekali atlet yang mempunyai potensi besar namun saat sistem PPDP ini dijalankan hanya beberapa cabang olahraga (cabor) tertentu yang mendapatkan kuota di masing-masing SMA. Padahal, berprestasi itu tak bisa dibatasi hanya cabor tertentu. Sementara itu, Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Bogor, Benninue Argoebie, menuturkan, penolakan terjadi lantaran tak ada cabang olahraga dalam daftar ekstrakurikuler di SMA. Padahal tahun sebelumnya ini tidak pernah terjadi. “Tahun ini sedih juga. Walau jumlah japres bertambah dari 10 menjadi 25 persen, tahun ini sangat banyak penolakan oleh SMA negeri terhadap atlet berprestasi Kota Bogor,” bebernya. Benninue merasa sedih lantaran sejumlah atlet andalannya tidak bisa mengenyam bangku pendidikan di sejumlah sekolah negeri ternama di Kota Bogor. Bahkan yang sudah mendapat rekomendasi mutlak dari KONI ikut ditolak. Dari 47 cabang olahraga yang terdaftar di KONI Kota Bogor, hanya 21 cabang olahraga yang bisa mengklaim japres dari KONI. Sebab, 21 cabang olahraga itu termasuk ekstrakurikuler sekolah. Jika melihat regulasi Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat, jumlah cabang olahraga penerima japres KONI sama sekali tidak dibatasi. ”Karena ada kebijakan yang saya pikir tidak pro terhadap siswa yang dibuat Dinas Pendidikan (Disdik) provinsi. Kalau melihat aturan pergub memang tidak dibatasi cabang olahraganya,” beber pria yang akrab disapa Ben ini. Selain itu, Ben juga mengaku sempat berkomunikasi dengan pihak KCD Pendidikan Provinsi Jawa Barat terkait permasalahan tersebut. Namun, jawaban yang tidak diharapkan justru didapatnya. Ia akan mencoba menyurati permasalahan ini kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat. ”Semoga tahun depan tidak ada atlet daerah yang tidak bisa sekolah di negeri. Itu hak mereka untuk sekolah, karena sekolah negeri adalah pilar utama untuk menerima atlet,” ujarnya. Untuk memberikan kemudahan bagi atlet andalan dalam mengenyam pendidikan, sambung dia, ini merupakan salah satu bentuk penghargaan bagi mereka. Sebab, mereka merupakan pahlawan di bidang olahraga bagi daerah. Ben tak ingin kebijakan ini memengaruhi loyalitas atlet dalam membela Kota Bogor ke depannya. Ia tidak ingin kehilangan sejumlah atlet andalannya lantaran ditawari fasilitas pendidikan yang layak oleh sejumlah daerah lain di luar Kota Bogor. ”Ini semua untuk mengamankan atlet tetap menjadi atlet Kota Bogor dan Jawa Barat. Jangan sampai atlet kita pindah hanya karena bersekolah. Kalau dia ditawarin jadi atlet Kalimantan bagaimana? Ditawarkan di sekolah di sana? Tentu ini akan berpengaruh terhadap prestasi olahraga Kota Bogor ke depannya,” ungkapnya. (mam/py)