METROPOLITAN – Kepala Bidang (Kabid) Fakir Miskin dan Jaminan Sosial pada Dinsos Kota Bogor, Okto Muhamad Ikhsan, menyebut dugaan adanya pemaksaan warga penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) untuk membeli paket sembako senilai Rp200 ribu yang sudah disediakan petugas penyaluran merupakan sebuah pelanggaran. Sebab, dalam edaran yang tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Nomor 24/HUK/2022 dan Keputusan Dirjen Penanganan Fakir Miskin No 29/6/SK/HK.01/2/2022, Keluarga Penerima Manfaat (KPM) bebas memilih tempat pembelian bahan pangan. “Jadi, berdasarkan juknis pembelian ada beberapa pilihan, KPM bisa ke pasar tradisional, toko terdekat atau e-Warung,” kata Okto kepada wartawan, Selasa (8/3). “Kalau di luar itu saya tidak baca dan tugasnya hanya seperti itu yang kita informasi dan edukasikan,” sambungnya. Soal adanya pemaksaan atau pengarahan untuk membeli paket sembako yang sudah disediakan, sambung Okto, itu sebenarnya di luar kewenangan Dinsos Kota Bogor. Sebab, tugas pihaknya hanya dua. Pertama, memastikan uang itu sampai ke KPM dengan cara membantu PT Pos Indonesia dalam segi penyalurannya, memastikan prokes hingga berkoordinasi dengan pimpinan wilayah kecamatan hingga kelurahan. Kedua, pihaknya mengimbau KPM agar uang yang diterima dibelikan komoditi pangan sesuai Program BPNT. “Tugasnya hanya itu, yakni mengedukasi dan mengimbau untuk beli sembako, tapi tidak dengan unsur paksaan atau ancaman. Kalau sudah ada pengarahan sebetulnya bentuknya sudah pelanggaran,” ujarnya. Saat disinggung apakah akan memanggil penyalur seperti yang terjadi di Kelurahan Mekarwangi, Okto mengaku tidak bisa melakukan itu. Sebab, hal tersebut bukan menjadi kewenangan pihaknya. Atas dasar itu, semua dikembalikan ke masing-masing penyalur ketika ada persoalan terkait dugaan pemaksaan atau pengarahan untuk membeli paket sembako tersebut. “Tidak, karena bukan kewenangan kita dan kita kembali ke tugasnya (masing-masing, red) ya saat ada kayak gitu,” akunya. “Kita sifatnya tidak bisa mem-punishment, karena lebih ke edukasi dan imbauan. Ada memang lembaga yang bisa mem-punishment jika terjadi pelanggaran. Tapi yang jelas bukan Dinsos, kalau pelanggaran program pemerintah apalagi hal-hal seperti itu ya tentu aparatur kepolisian,” lanjutnya. Dalam kesempatan ini, Okto meyakini sebenarnya informasi terkait juknis sudah disampaikan sebelum proses penyaluran ini dimulai, di mana penyampaian dilakukan melalui rapat yang digelar bersama PT Pos Indonesia dengan dihadiri pihak kecamatan. “Kita masif sudah dan kita sampaikan ini program pemerintah bukan jualan sembako. Kita sama-sama sudah dewasa dan tanggung jawab ada di masing-masing,” ujarnya. Sebelumnya, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) akhirnya cair. Pencairan bantuan sosial (bansos) itu diberikan langsung untuk tiga bulan terakhir senilai Rp600 ribu. Namun, uang tersebut dipotong petugas untuk membayar paket sembako Rp200 ribu. Puluhan warga Kelurahan Mekarwangi, Kecamatan Tanahsareal, yang masuk daftar Keluarga Penerima Manfaat (KPM), mengaku kesal karena dipaksa membeli paket sembako senilai Rp200 ribu yang sudah disediakan petugas penyaluran. Informasi yang dihimpun Metropolitan, kejadian itu bermula saat Kelurahan Mekarwangi menyalurkan BPNT periode Januari hingga Maret 2022 senilai Rp600 ribu bagi KPM gelombang kedua di kantor kelurahan pada Kamis (3/3). Selama proses penyaluran yang diberikan perwakilan Kantor Pos, tidak ada persoalan berarti. KPM menerima uang tunai senilai Rp600 ribu. Namun, setelah tanda tangan dan menerima uang tersebut, warga yang hendak pulang dipanggil pihak pengelola penyaluran BPNT ke meja berbeda. Di sana, warga dimintai uang senilai Rp200 ribu dari bansos yang diterima. Uang tersebut kemudian ditukar dengan paket sembako yang telah disediakan. Saat itu, beberapa warga ada yang mengajukan keberatan. Namun, karena pihak pengelola menyatakan bahwa hal tersebut berlaku bagi semua KPM yang menerima bantuan pada gelombang kedua, warga akhirnya mengikutinya. “Saya sempat nolak. Beberapa warga juga sama. Soalnya yang gelombang pertama dapatnya full uang (Rp600 ribu, red). Kok yang gelombang kedua dipotong, harus beli sembako Rp200 ribu,” kata seorang KPM yang enggan menyebutkan namanya kepada wartawan, Minggu (6/3). “Cuma karena dibilang semuanya harus beli, ya sudah saya ikutin. Padahal saya bukan lagi butuh beli beras, masih ada di rumah. Tapi kayak beli minyak goreng sama yang lain,” ujarnya. Adapun beberapa komoditas yang tersedia dalam paket sembako senilai Rp200 ribu yang disiapkan pengelola penyaluran BPNT di Kelurahan Mekarwangi di antaranya, beras kah premium senilai Rp125.000, ayam karkas 08 senilai Rp30.500, telur ayam 15 butir senilai Rp23.000, buah pir tiga pcs senilai Rp10.000, tahu satu kap senilai Rp6.000, dan kacang ijo seberat 250 gram senilai Rp5.500. Sementara itu, Ketua RT 02/01, Kelurahan Mekarwangi, Saeful Anwar (32), membenarkan adanya kejadian tersebut. Ia mengakui ada beberapa warganya mengadu hingga mempertanyakan langsung terkait dugaan pemaksaan pembelian sembako senilai Rp200 ribu itu. “Kalau saya memang tidak menyaksikan langsung. Cuma informasi ini sudah tersebar luas, dan beberapa warga saya nanya langsung ke saya. Nanya kenapa diharuskan beli paket sembako,” terangnya. Saeful mengakui bahwa warga juga keberatan lantaran hanya KPM gelombang kedua yang diharuskan membeli paket sembako senilai Rp200 ribu. Sedangkan, KPM gelombang pertama mendapatkan bantuan uang tunai secara penuh atau utuh. “Justru warga yang nanya ini, kenapa di gelombang pertama full uang, sedangkan kedua hanya Rp400 ribu. Warga saya (di gelombang kedua, red) ada sekitar 25 orang lebih,” ujarnya. “Seandainya ini sudah berlaku dari gelombang pertama, itu mungkin tidak jadi pertanyaan. Karena merata,” sambungnya. Atas dasar aduan tersebut, Saeful pun mencoba mengonfirmasi kepada pihak kelurahan hingga pengelola penyaluran BPNT. Namun, ia hanya mendapatkan jawaban yang tidak menentu. “Kalau nggak ada aduan, saya ngapain harus ngurusin sejauh-jauh ini. Tidak ada tendesius. Cuma kan jadi ketanyaan dari warga. Ketika ada aduan, kita bergerak. Jadi polemik kalau pertanyaan itu tidak bisa terjawab. Apalagi warga ini kan di bawah saya,” ungkapnya. “Kalau memang ada instruksi dari Kemensos, kasih tahu biar kita update dan jelaskan ke warga yang nanya tadi,” imbuhnya. Sementara itu, Lurah Mekarwangi Arief Rusdiman angkat suara terkait dugaan pemaksaan pembelian sembako Rp200 ribu tersebut. Arief berkilah bahwa paket sembako itu merupakan ide pengurus yang ada di wilayah, baik LPM, RW, hingga kader. Sebab, berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan mereka, kebanyakan uang sebesar Rp600 ribu yang diberikan kepada KPM, khususnya penerima bantuan pada gelombang pertama, tidak dibelikan sembako sesuai peruntukannya, melainkan dipakai kebutuhan konsumtif. Atas dasar itu, para pengurus wilayah merumuskan agar uang bantuan tersebut bisa dibelikan sembako sesuai peruntukan. Baik seperti komoditas hewani, nabati, hingga beras dan lain sebagainya yang berkualitas baik dan pemanfaatannya lebih maksimal. (rez/eka/py/run)