Kamis, 30 Maret 2023

Soal Warga Penerima BPNT di Bogor Dipaksa Beli Paket Sembako Rp200 Ribu, Dinsos: Bentuknya Sudah Pelanggaran

- Rabu, 9 Maret 2022 | 11:30 WIB

METROPOLITAN – Kepala Bidang (Kabid) Fakir Miskin dan Jaminan Sosial pada Dinsos Kota Bogor, Okto Muhamad Ikhsan, menyebut dugaan adanya pemaksaan warga penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) untuk membeli paket sembako senilai Rp200 ribu yang sudah disediakan petugas penyalu­ran merupakan sebuah pelanggaran. Sebab, dalam edaran yang tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Nomor 24/HUK/2022 dan Keputusan Dirjen Penanganan Fakir Miskin No 29/6/SK/HK.01/2/2022, Kelu­arga Penerima Manfaat (KPM) bebas memilih tempat pem­belian bahan pangan. “Jadi, berdasarkan juknis pembelian ada beberapa pi­lihan, KPM bisa ke pasar tra­disional, toko terdekat atau e-Warung,” kata Okto kepada wartawan, Selasa (8/3). “Ka­lau di luar itu saya tidak baca dan tugasnya hanya seperti itu yang kita informasi dan edukasikan,” sambungnya. Soal adanya pemaksaan atau pengarahan untuk membeli paket sembako yang sudah disediakan, sambung Okto, itu sebenarnya di luar ke­wenangan Dinsos Kota Bogor. Sebab, tugas pihaknya hanya dua. Pertama, memastikan uang itu sampai ke KPM dengan cara membantu PT Pos Indonesia dalam segi penyalurannya, memastikan prokes hingga berkoordinasi dengan pimpinan wilayah kecamatan hingga kelurahan. Kedua, pihaknya mengimbau KPM agar uang yang diterima dibelikan komoditi pangan sesuai Program BPNT. “Tu­gasnya hanya itu, yakni menge­dukasi dan mengimbau untuk beli sembako, tapi tidak dengan unsur paksaan atau ancaman. Kalau sudah ada pengarahan sebetulnya bentuknya sudah pelanggaran,” ujarnya. Saat disinggung apakah akan memanggil penyalur seperti yang terjadi di Kelurahan Me­karwangi, Okto mengaku tidak bisa melakukan itu. Sebab, hal tersebut bukan menjadi kewenangan pihaknya. Atas dasar itu, semua dikembalikan ke masing-masing penyalur ketika ada persoalan terkait dugaan pemaksaan atau pengarahan untuk membeli paket sembako tersebut. “Tidak, karena bukan ke­wenangan kita dan kita kem­bali ke tugasnya (masing-masing, red) ya saat ada kayak gitu,” akunya. “Kita sifatnya tidak bisa mem-punishment, karena lebih ke edukasi dan imbauan. Ada memang lembaga yang bisa mem-punishment jika ter­jadi pelanggaran. Tapi yang jelas bukan Dinsos, kalau pelanggaran program pemerin­tah apalagi hal-hal seperti itu ya tentu aparatur kepolisian,” lanjutnya. Dalam kesempatan ini, Ok­to meyakini sebenarnya infor­masi terkait juknis sudah disampaikan sebelum proses penyaluran ini dimulai, di mana penyampaian dilakukan melalui rapat yang digelar bersama PT Pos Indonesia dengan dihadiri pihak keca­matan. “Kita masif sudah dan kita sampaikan ini program pemerintah bukan jualan sem­bako. Kita sama-sama sudah dewasa dan tanggung jawab ada di masing-masing,” ujarnya. Sebelumnya, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) akhirnya cair. Pencairan bantuan so­sial (bansos) itu diberikan langsung untuk tiga bulan terakhir senilai Rp600 ribu. Namun, uang tersebut dipotong petugas untuk membayar pa­ket sembako Rp200 ribu. Puluhan warga Kelurahan Mekarwangi, Kecamatan Tanahsareal, yang masuk daf­tar Keluarga Penerima Man­faat (KPM), mengaku kesal karena dipaksa membeli pa­ket sembako senilai Rp200 ribu yang sudah disediakan petugas penyaluran. Informasi yang dihimpun Metropolitan, kejadian itu bermula saat Kelurahan Me­karwangi menyalurkan BPNT periode Januari hingga Maret 2022 senilai Rp600 ribu bagi KPM gelombang kedua di kantor kelurahan pada Kamis (3/3). Selama proses penyalu­ran yang diberikan perwaki­lan Kantor Pos, tidak ada persoalan berarti. KPM me­nerima uang tunai senilai Rp600 ribu. Namun, setelah tanda tangan dan menerima uang tersebut, warga yang hendak pulang dipanggil pihak pengelola penyaluran BPNT ke meja berbeda. Di sana, warga di­mintai uang senilai Rp200 ribu dari bansos yang dite­rima. Uang tersebut kemu­dian ditukar dengan paket sembako yang telah disedia­kan. Saat itu, beberapa warga ada yang mengajukan keberatan. Namun, karena pihak peng­elola menyatakan bahwa hal tersebut berlaku bagi semua KPM yang menerima ban­tuan pada gelombang kedua, warga akhirnya mengikutinya. “Saya sempat nolak. Bebe­rapa warga juga sama. Soalnya yang gelombang pertama dapatnya full uang (Rp600 ribu, red). Kok yang gelombang kedua dipotong, harus beli sembako Rp200 ribu,” kata seorang KPM yang enggan menyebutkan namanya ke­pada wartawan, Minggu (6/3). “Cuma karena dibilang se­muanya harus beli, ya sudah saya ikutin. Padahal saya bu­kan lagi butuh beli beras, masih ada di rumah. Tapi kayak beli minyak goreng sama yang lain,” ujarnya. Adapun beberapa komoditas yang tersedia dalam paket sembako senilai Rp200 ribu yang disiapkan pengelola penyaluran BPNT di Kelurahan Mekarwangi di antaranya, beras kah premium senilai Rp125.000, ayam karkas 08 senilai Rp30.500, telur ayam 15 butir senilai Rp23.000, buah pir tiga pcs senilai Rp10.000, tahu satu kap seni­lai Rp6.000, dan kacang ijo seberat 250 gram senilai Rp5.500. Sementara itu, Ketua RT 02/01, Kelurahan Mekarwangi, Saeful Anwar (32), membe­narkan adanya kejadian ter­sebut. Ia mengakui ada bebe­rapa warganya mengadu hingga mempertanyakan langsung terkait dugaan pe­maksaan pembelian sembako senilai Rp200 ribu itu. “Kalau saya memang tidak menyaksikan langsung. Cuma informasi ini sudah tersebar luas, dan beberapa warga saya nanya langsung ke saya. Nanya kenapa diharuskan beli paket sembako,” terangnya. Saeful mengakui bahwa warga juga keberatan lantaran hanya KPM gelombang kedua yang diharuskan membeli paket sembako senilai Rp200 ribu. Sedangkan, KPM gelom­bang pertama mendapatkan bantuan uang tunai secara penuh atau utuh. “Justru warga yang nanya ini, kenapa di gelombang per­tama full uang, sedangkan kedua hanya Rp400 ribu. Warga saya (di gelombang kedua, red) ada sekitar 25 orang lebih,” ujarnya. “Seandainya ini sudah ber­laku dari gelombang pertama, itu mungkin tidak jadi perta­nyaan. Karena merata,” sam­bungnya. Atas dasar aduan tersebut, Saeful pun mencoba men­gonfirmasi kepada pihak ke­lurahan hingga pengelola penyaluran BPNT. Namun, ia hanya mendapatkan jawaban yang tidak menentu. “Kalau nggak ada aduan, saya ngapain harus ngurusin sejauh-jauh ini. Tidak ada tendesius. Cuma kan jadi ke­tanyaan dari warga. Ketika ada aduan, kita bergerak. Jadi polemik kalau pertany­aan itu tidak bisa terjawab. Apalagi warga ini kan di bawah saya,” ungkapnya. “Kalau memang ada in­struksi dari Kemensos, kasih tahu biar kita update dan je­laskan ke warga yang nanya tadi,” imbuhnya. Sementara itu, Lurah Me­karwangi Arief Rusdiman angkat suara terkait dugaan pemaksaan pembelian sem­bako Rp200 ribu tersebut. Arief berkilah bahwa paket sembako itu merupakan ide pengurus yang ada di wilayah, baik LPM, RW, hingga kader. Sebab, berdasarkan hasil mo­nitoring yang dilakukan me­reka, kebanyakan uang sebesar Rp600 ribu yang diberikan kepada KPM, khususnya pe­nerima bantuan pada gelom­bang pertama, tidak dibelikan sembako sesuai peruntukannya, melainkan dipakai kebutuhan konsumtif. Atas dasar itu, para pengu­rus wilayah merumuskan agar uang bantuan tersebut bisa dibelikan sembako sesuai peruntukan. Baik seperti ko­moditas hewani, nabati, hingga beras dan lain seba­gainya yang berkualitas baik dan pemanfaatannya lebih maksimal. (rez/eka/py/run)

Editor: admin metro

Tags

Terkini

X