Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor mengaku bakal mendalami persoalan oknum pegawai sekolah di SDN Rancamaya 2 yang tega menyelewengkan duit bantuan pendidikan alias dana bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) mencapai Rp99 juta. Kepastian itu diungkapkan Kasi Intel Kejari Kota Bogor, Sigit Prabawa Nugraha. “Kita akan full data full bucket. Artinya, kita akan klarifikasi (cari tahu kebenarannya, red),” kata Sigit kepada wartawan, baru-baru ini. MESKI persoalan oknum pegawai sekolah tilep duit bantuan pendidikan ini belum ada laporan ke aparat berwajib, pihaknya bisa masuk untuk melakukan penyelidikan. “Bisa lah, sangat bisa malah. Semua informasi kan bisa kita dengar, kadang kita cari ada. Laporan kan salah satu dari sumber informasi,” ujarnya. Saat disinggung bahwa oknum pegawai sekolah ini akan mengembalikan uang tersebut secara utuh, Sigit mengakui bahwa pengembalian uang bukan berarti dapat menggugurkan tindak pidana yang telah dilakukan. Hal itu sesuai Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Ketika sudah terjadi tindak pidana terus dia mengembalikan, tidak serta merta menghapus tindak pidana yang telah dilakukan. Terus apakah semua bisa di pidanakan, tentunya bisa. Intinya begitu, jadi Pasal 4 pengembalian kerugian keuangan negara itu tidak menghapus tindak pidana. Ketika mereka melakukan hukum harus ditegakkan,” bebernya. Hal ini, jelas Sigit, dilakukan sebagai efek jera agar kejadian serupa tidak terjadi di sekolah lain. “Saya tindak itu salah satu pertimbangannya,” ujarnya. Sebelumnya, kabar mengejutkan datang dari dunia pendidikan di Kota Bogor. SDN Rancamaya 2 diterpa isu penyelewengan duit bantuan pendidikan alias dana bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) yang ditilep oknum pegawai sekolahnya berinisial RH (48). RH yang bekerja sebagai operator sekolah ini dikabarkan menyelewengkan duit bantuan pendidikan periode 2020-2021 bagi 110 siswa di SDN Rancamaya 2. Hal itu dibenarkan salah seorang wali murid yang terkena dampak, Umar (50). “Ada 110 siswa. Kalau yang sekarang itu dihitungnya (siswa, red) kelas 2 sampai kelas 6. Bahkan, ada pula murid yang sekarang kelas 2 SMP seharusnya dapat juga. Saya sudah cek lewat website masuk sebagai penerima juga, tapi uangnya belum juga sampai ke tangan,” beber Umar saat ditemui di kediamannya, Senin (19/8). Ia menjelaskan, kasus ini terungkap saat wali murid menerima buku Tabungan BRI Simpel yang diberikan pihak sekolah tahun ini. Di mana saat membuka isinya, wali murid dikagetkan dengan transaksi yang terjadi. “Jadi, awalnya kita dapat info dari wali murid sekolah lain soal bantuan pemerintah. Kemudian kita tanya ke pihak sekolah. Dan, dikasihkan lah buku tabungan ini karena sudah bergejolak di wali murid,” paparnya. “Kagetnya, pada 2020 dan 2021 itu masuk bantuan (masing-masing, red) Rp450.000. Tapi, dalam transaksinya sudah dicairkan. Sementara kita tidak merasa mencairkan. Soalnya kartu tabungan ini kan baru diserahkan tahun ini,” sambungnya. Lalu, ia bersama wali murid lainnya pun mempertanyakan persoalan ini ke pihak sekolah. Di mana pihak sekolah menyebutkan bahwa uang tersebut sudah dicairkan RH dan digunakan secara pribadi oleh dirinya. “Yang 2020 dan 2021 dicairkan sama oknum itu dan digunakan pribadi uangnya. Kalau 2022 karena bukunya sudah dikasih ke wali murid, kita bisa mencairkannya. Kalau 2020-2021 (buku tabungan) tidak pernah diberikan (ke wali murid),” terangnya. Sementara duit bantuan pendidikan ini sendiri bernilai Rp450.000 per tahun bagi setiap siswa. Di mana jika diakumulasikan ada sekitar Rp99 juta yang seharusnya diserahkan kepada penerima manfaat. “Iya kalau diakumulasikan mungkin gede. Per tahun Rp450.000. Kalau dua tahun berarti Rp900.000. Tinggal dikalikan saja sama 110 siswa,” ungkapnya. (rez/eka/py)