Suami nggak Kerja, Aku Jadi Tersiksa (Habis) Alhasil, kami nunggu kiriman mertua tiga minggu sekali cuma Rp150 ribu. Menurut Bunda, cukup nggak? Buat beli susu aja habis empat hari, belum lagi buat rokok suami.
Aku kira, suami bakal berubah. Ternyata sama saja seperti saat merantau. Dia nggak peduli, nggak kasih bantuan kalau aku lagi lelah.
Padahal, itu penting banget. Setidaknya mengurangi stres aku menghadapi anak-anak atau menghindari baby blues.
Apalagi dengan kondisi ekonomi yang utang sana sini demi gizi anak tercukupi. Tapi saya selalu berpikir positif, mungkin ini ujian.
Tapi, aku kan manusia biasa. Kadang, iri lihat orang lain yang suaminya miskin tapi istrinya ’diratukan’.
Aku juga mau hidup serba ada, nggak ngutang sana sini. Suami kalau ditanya kapan kerja, jawabnya belum ada jalan.
Gimana mau ada jalan, nggak ada usahanya! Kalau aku mau usaha, suami nggak mau jaga anak. Dia justru sering main tangan.
Tambah kesal kalau main ke rumah mertua suka ditanya, ”Kamu nggak kerja? Mau makan apa? Mau usaha apa”. Coba, mau jawab apa, Bunda? Rasanya tuh mau jawab, ”Lah, itu kan tugas anak Ibu, tanya ke anak Ibu lah, dia kepala rumah tangga!”.
Tapi, aku cuma bisa diam saja karena takut dosa melawan orang tua. Karena aku yatim piatu, jadi sudah anggap mertua seperti ibu kandung.
Begitu lah ceritaku. Semoga para suami memberikan perhatian ke istri yang lelah menjaga anak seharian. Perhatian kecil akan sangat berharga karena bahagia nggak bisa diukur dengan uang.
Tapi, kadang uang juga bisa membuat para istri healing atau me time sebentar, entah itu ke salon, pijat, atau beli makanan kesukaan. (*) Tamat