METROPOLITAN - Masyarakat kelas menengah tanggung mendominasi kalangan yang menyewa hunian vertikal seperti apartemen. Semakin langkanya rumah yang terjangkau di ibu kota dan meningkatnya harga rumah tapak di pinggiran menjadi penyebabnya. CEO Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda, mengatakan, banyaknya kaum menengah tanggung seperti milenial yang banyak menyewa hunian di ibu kota merupakan bentuk frustasinya mereka dalam mencari rumah tapak. "Itu bentuk frustasinya mereka. Dia melihat harga rumah sudah semakin tinggi dan tidak terjangkau," ujarnya.
Menurut hasil riset IPW pada 2018 generasi milenial (kelahiran 1980-1995), jumlahnya mencapai 32,5% dari penduduk Indonesia. Mereka kebanyakan adalah pekerja dengan dengan level baru sehingga pemasukannya sekitar Rp6 jutaan. Survei itu menunjukkan bahwa sebanyak 47,4% mereka kos biasa, lalu 47,1% sewa apartment dan sisanya tinggal dengan keluarga. Paling banyak mereka mengeluarkan uang sewa hunian sekitar Rp 1-2 juta perbulan (40,9%). Ada juga yang rela mengeluarkan uang Rp2-3 juta per bulan (35,5%). "Karena misalnya mereka bergaji Rp8 juta saja itu kan cicilan yang bisa disanggupi Rp2-3 juta per bulan dengan harga Rp350-400 juta. Di Jakarta sudah tidak ada rumah seharga itu," tambah Ali. Untuk harga rumah di kisaran itu masih ada di wilayah-wilayah pinggiran Jabodetabek. Itu pun saat ini rata-rata harganya mencapai Rp400-500 jutaan. "Kan nggak mungkin dia beli rumah Rp150 juta (rumah subsidi). Akhirnya dilema buat mereka apakah mau di pinggiran tapi punya rumah atau sewa di Jakarta," tambahnya. Menurut Ali, jika kondisi ini tidak bisa terpecahkan maka bukan tidak mungkin generasi milenial yang merupakan kalangan menengah tanggung akan menjadi 'kontraktor' seumur hidup atau tak punya hunian.
Ia menilai, sebenarnya tidak masalah jika generasi selanjutnya terus-terusan sewa tempat tinggal, asalkan ada pemasukan untuk membayarnya. Setidaknya kondisi itu terjadi di kota-kota besar di negara maju. Namun bagi orang Indonesia dengan budaya ketimuran, memiliki rumah yang napak tanah merupakan keharusan. Sebab rumah menjadi salah satu harta yang bisa diwariskan kepada keturunannya. “Nah kondisi ini tentu harus ada pihak yang bisa mencari jalan keluarnya,” bebernya.
Menurut Ali, pemerintah bisa saja menugaskan BUMN untuk turun tangan menyediakan rumah dengan harga yang terjangkau buat kalangan menengah tanggung. "Mereka ini kan tak bisa beli rumah subsidi tapi tak sanggup beli rumah komersil," ucapnya.(de/yok/py)