JAKARTA, Jawa Pos – Pembiayaan tampaknya masih menjadi strategi negara dalam mempercepat pertumbuhan. Hal itu terlihat dari ruang defisit fiskal yang memang masih terbuka. Per Juni 2019, defisit APBN tercatat Rp 135,8 triliun. Jumlah itu sama dengan 54,3 persen dari estimasi defisit APBN 2019 secara full year yang mencapai Rp 296 triliun.
Di sisi lain, kepemilikan asing di surat berharga negara (SBN) mencapai Rp 1.005 triliun atau 38,49 persen dari total outstanding SBN. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, negara memang memperbolehkan defisit fiskal dalam pengelolaan APBN. Namun, pemerintah selalu berhati-hati dalam mengelola anggaran.
Menurut dia, penganggaran sulit ditujukan untuk surplus. Sebab, pemerintah tidak berfokus pada hal tersebut. Tapi, pada berbagai dinamika risiko ekonomi global maupun domestik yang dapat memengaruhi kebijakan penganggaran dan pertumbuhan ekonomi. Ani (sapaan akrab Sri Mulyani) mengungkapkan, dirinya masih berharap porsi kepemilikan domestik pada SBN bisa meningkat.
’’Saat ini asing sekitar 30 persen. Kita harapkan bisa 20 persen pada masa yang cukup dekat,” ujar Ani setelah rapat bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR kemarin (19/8).
Pemerintah menargetkan, penerbitan SBN secara bruto pada 2019 sebesar Rp 825,7 triliun. Menurut Ani, investor domestik bisa berperan lebih banyak dalam instrumen pembiayaan yang disediakan pemerintah. Dia berharap masyarakat lebih tertarik untuk berperan membangun negara.
Tahun depan defisit anggaran diperkirakan 1,76 persen atau lebih rendah jika dibandingkan dengan outlook 2019 yang mencapai 1,93 persen dari produk domestik bruto (PDB). Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan, kecilnya ruang defisit itu adalah pertanda baik, tapi tetap ada risiko yang harus diantisipasi. Ekspansi pemerintah tahun ini masih ditopang utang dan SBN. Porsi SBN terus meningkat dibandingkan dengan pinjaman.
’’Hal yang perlu diperhatikan adalah porsi kepemilikan asing pada SBN juga meningkat. Hal ini bisa meningkatkan risiko jika terjadi guncangan pasar global pada 2020,” katanya.
Kapasitas fiskal pemerintah, menurut dia, semakin sempit karena belanja bunga utang terus meningkat. Belum lagi porsi belanja pegawai dan belanja barang yang meningkat membuat belanja modal menyusut. (rin/c7/oki)