METROPOLITAN - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis penawaran efek melalui urun dana berbasis teknologi atau securities crowdfunding. Itu bisa menjadi alternatif untuk membantu pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) secara finansial. Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mereaksi negatif akibat terus bertambahnya kasus Covid-19. Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2B OJK Ona Retnesti Swaminingrum menegaskan bahwa securities crowdfunding berbeda dengan pinjaman daring peer-to-peer lending. Ada tiga pihak yang terlibat. Yakni, penyelenggara yang memiliki izin dari OJK, penerbit selaku pemilik usaha, dan pemodal. Penyelenggara harus bisa memastikan penerbitnya bagus, memenuhi syarat, dan aman. “Contohnya di Yogyakarta. Bakul-bakul jamu yang sehari punya uang Rp50 ribu itu bisa berinvestasi. Jadi, memang untuk menengah kecil sekali,” papar Ona, Rabu lalu (27/1). Layanan securities crowdfunding itu memiliki jangka waktu penawaran selama 12 bulan. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menegaskan bahwa diperlukan penggalangan dana di pasar modal. Pandemi membatasi belanja masyarakat. Itu menciptakan peluang investasi. “Menahan uang hampir sepuluh bulan ini jumlahnya banyak. Seharusnya sebagian bisa mengalir ke pasar modal,” ungkapnya. Sementara itu, IHSG tekor dalam sepekan terakhir. Pada penutupan perdagangan Kamis sore (28/1), IHSG drop 129,78 atau 2,12 persen pada level 5.979,39. Aksi profit taking oleh investor domestik dan rebalancing indeks saham masih terus membayangi pasar saham nasional dalam jangka pendek. Hans Kwee, analis pasar saham, menyebutkan bahwa peningkatan kasus Covid-19 di dunia merupakan sentimen negatif. Apalagi, di Indonesia tembus 1 juta kasus positif. Selain itu, pemerintah memperpanjang pembatasan mobilitas di Jawa-Bali. “Tentu akan berpotensi mengganggu perekonomian nasional,” ujarnya. Di sisi lain, pemeriksaan terkait kasus BPJS Ketenagakerjaan juga mengkhawatirkan pemegang unit reksa dana. (jp/feb/run)